I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu ciri dari makhluk
hidup yaitu peka terhadap rangsang, respon
makhluk hidup terhadap lingkungannya. Mampu merespon berbagai impuls
atau stimulus-stimulus yang ada disekitar lingkungannya. Lingkungan memberikan
segala sesuatu yang ada disekitar makhluk hidup dan saling berinteraksi.
Lingkungan sangat berperan penting bagi
semua makhluk hidup. Lingkungan meliputi lingkungan abiotik maupun lingkungan
biotik. Lingkungan abiotik itu sendiri terdiri dari suhu, cahaya matahari,
kelembapan, dan benda-benda mati lainnya yang tidak digunakan sebagai sumber
daya seperti batu, tanah sebagai tempat tinggal sedangkan lingkungan biotik
yaitu manusia, hewan dan tumbuhan (Pratiwi, 2007).
Hewan adalah
organisme yang bersifat motil, artinya dapat berjalan dari satu tempat ke
tempat lain. Gerakannya disebabkan oleh rangsang-rangsang tertentu yang datang
dari lingkungannya.Jenis-jenis hewan pada umumnya dapat tinggal di suatu
lingkungan hidup yang sesuai dengan ciri-ciri kehidupannya. Jika hewan berjalan
atau berpindah ke tempat lain tidak mengalami perubahan bentuk, kecuali
perubahan sifat-sifat fisiologisnya. Faktor-faktor yang merangsang gerakan
hewan adalah makanan, air, cahaya, suhu, kelembaban, dan lain-lain. Beberapa
hewan mampu menempuh jarak tempuh itu dipengaruhi batas toleransinya untuk
merespon perubahan lingkungannya (Melles,
2004).
Lingkungan
menggambarkan jumlah keseluruhan kondisi fisik dan biotik yang memepengaruhi
tanggapan makhluk. Lebih spesifik lagi, jumlah bagan hidrosfer, litosfer, dan
atmosfer yang merupakan tempat hidup mkhluk kemudian disebut biosfer. Habitat
adalah suatu perangkat kondisi fisik dan kimiawi (misalnya ruang, iklim) yang
mengelilingi suatu species tunggal, suatu kelompok species, atau suatu
komunitas besar. Biotop mendefinisikan suatu satuan menurut ruang atau
topografik dengan suatu perangkat stauan yang karakteristik mengenai kondisi
fisik serta kimiawi dan mengenai kehidupan tumbuhan dan hewan. Supaya makhluk
dapat ada mereka harus memberi tanggapan dan menyesuaikan diri pada kondisi
lingkungan mereka. Makhluk memberi tanggapan perbedaan dan perubahan dalam
lingkungannya dalam empat cara mendasar adalah adaptasi morfologik, penyesuaian
fisiologik, pola-pola kelakuan, dan hubungan komunitas (Adianto, 2004).
Berbagai faktor
lingkungan misalnya suhu, kelembapan, maupun cahaya matahari merupakan faktor
yang diperlukan oleh hewan, namun kadang-kadang dapat juga beroperasi sebagai
salah satu faktor pembatas. Misalnya cahaya matahari bagi hewan-hewan yang
hidup di tempat terlindung dapat dianggap sebagai suatu stimulus lain yang
dapat menyebabkan hewan tersebut berespon menghindar terhadap cahaya tersebut
demikian pula sebaliknya (Pratiwi, 2007).
Gerak pada makhluk
hidup dapat dipengaruhi karena adanya rangsang dari luar atau rangsang dari
dalam. Salah satu contoh gerak pada hewan yang dipengaruhi oleh rangsang dari
luar dalam arti berasal dari stimulus-stimulus makhluk hidup yang ada di
lingkungannya yaitu taksis. Taksis dapat dijumpai pada hewan-hewan
invertebrata. Pada hewan-hewan ivertebrata memiliki suatu reseptor yang peka
terhadap rangsang disekitarnya. Adapun
rangsangan atau stimulus-stimulus yang diterima hewan invertebrata baik
itu dalam satu familii atau ordo bahkan gerak yang diperlihatkan berbeda untuk
setiap hewan karena ini dapat
dipengaruhi lagi dari faktor lingkungan dimana hewan tersebut berada fakktor
lingkungan abiotik dapat mempengaruhi seperti suhu, kelembapan dan cahaya matahari (Melles, 2004).
Beberapa hewan dapat berpindah dengan menempuh jarak berberapa meter dari
tempatnya semula, dan ada juga hewan yang
tidak mampu melakukan itu karena ada yang mempengaruhi yaitu batas
toleransi untuk merespon suatu perubahan lingkungan. Berdasarkan uraian diatas,
maka praktikum ini perlu dilakukan untuk mengetahui bagaimana respon yang
diperlihatkan hidup yang hidup ditempat gelap terhadap stimulus berupa cahaya
dan untuk mengetahui bagaimana respon yang diperlihatkan hewan-hewan di tempat
yang terang terhadap stimulus berupa cahaya.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum
Taksis adalah untuk mengetahui pergerakkan Perettima
sp. yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi bumi, mengetahui pergerakkan Perettima sp. yang dipengaruhi oleh
cahaya, dan mengetahui pergerakkan Poecillia
reticulata yang dipengaruhi oleh arus air.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Ilmu yang mempelajari tentang
pola perilaku hewan disebut ethologi. Perilaku pada hewan dapat dibagi kedalam
tiga unsur yaitu tropisme, taksis, refleksi, insting, belajar dan menalar.
Taksis adalah sumber rangsangan. Misalnya fototaksis merupakan rangsangan yang
berasal dari sumber cahaya (Hasan dan Widipanestu, 2000).
Suatu rangsangan tingkah laku
(iritabilitas) suatu organisme disebut juga daya menanggapi rangsangan. Daya
ini memungkinkan organisme menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungannya.
Pada beberapa organisme terdapat sel-sel, jaringan atau organ-organ yang
berdiferensiasi khusus. Pada organisme yang bergerak, tanggapan terhadap
rangsangan disebut refleks. Suatu gerak taksis pada organisme yang diberikan
rangsangan akan bergerak menjauhi atau mendekati rangsangan (Widiastuti,
2002).
Taksis adalah suatu
gerakan hewan menuju atau menjauhi suatu rangsangan yang terjadi. Taksis dibagi
menjadi dua berdasarkan arah orientasi dan pergerakan, yaitu taksis positif dan
taksis negatif. Taksis menurut macam rangsangannya juga dibedakan menjadi fototaksis (rangsangan cahaya),
rheoaksis (rangsangan terhadap arus air), kemotaksis (rangsangan terhadap bahan
kimia) dan geotaksis (rangsangan terhadap kemiringan tempat), Fototaksis adalah
gerak taksis yang terjadi disebabkan oleh adanya rangsangan dari sumber
cahanya. Rheotaksis adalah gerak taksis yang terjadi disebabkan oleh adanya
arus air pada suatu tempat. Geotaksis adalah gerak taksis yang terjadi karena
adanya kemiringan suatu tempat. Kemotaksis adalah gerak taksis yang terjadi
karena adanya zat kimia (Michael, 1994).
Suatu gerak taksis dikatakan taksis positif jika respon yang terjadi adalh
menuju atau mendekati rangsangan, sedangkan taksis negatif jika respon yang
terjadi adalah menjauhi rangsangan (Virgianti, 2005).
Perilaku dapat terjadi
sebagai akibat suatu stimulus dari luar. Reseptor diperlukan untuk mendeteksi
stimulus itu, syarat diperlukan untuk mengkoordinasikan respon dan efektor
itulah yang sebenarnya melakukan aksi. Perilaku dapat juga terjadi sebagai
akibat stimulus dari dalam. Lebih sering terjadi, perilaku suatu organisme
merupakan akibat gabungan stimulus dari luar dan dalam (Kimball, 1992).
Taksis adalah suatu bentuk sederhana dari respon hewan terhadap stimulus
dengan bergerak secara otomatis langsung mendekati atau menjauh dari atau pada
sudut tertentu terhadapnya atau dalam proses penyesuaian diri terhadap kondisi
lingkungannya (Suin, 1989).
Fototaksis adalah gerak hewan karena adanya respon
terhadap cahaya, tertariknya hewan terhadap cahaya melalui respon terhadap
penglihatan dan rangsangan terhadap otak. Hewan yang tidak tertarik atau
menjauhi cahaya disebut fotophobi (Michael,
1994).
Cahaya berpengaruh besar dalam orientasi
migrasi ikan. Arah migrasi dapat berhubungan dengan cahaya matahari. Contoh
ikan salmon berenan diwaktu siang hari dan istirahat didasar lautan pada malam
hari. Sedang belut laut keluar dari dasar laut diwaktu sore hari dan malam
hari, kemudian memasuki dasar lautan lagi disiang hari (Brotowijayo, 1999).
Pengaruh cahaya terhadap
masing-masing perlakuan adalah berbeda. Untuk perbedaan posisi atas dan bawah
pengaruh cahaya jauh berbeda. Artinya pada posisi atas cahaya yang diterima
jauh lebih besar dibanding di bawah.
Pola ikan pada umumnya akan membentuk schooling pada saat terang dan
menyebar saat gelap dalam keadaan tersebar ikan akan lebih mudah dimangsa
predator dibandingkan saat berkelompok adanya pengaruh cahaya buatan pada malam
hari akan menarik ikan kedaerah dominansi sehingga memungkinkan mereka
membentuk schooling dan lebih aman dari predator ikan-ikan yang tergolong
fototaksis positif dan akan memberikan respon dengan mendekati sumber cahaya
sedangkan ikan-ikan yang bersifat fototaksis negatif akan bergerak menjauhi
sumber cahaya (Hasan, 2000).
Pola kedatangan ikan di sekitar sumber cahaya berbeda-beda,
tergantung jenis dan keberadaan ikan di
perairan. Pengamatan dengan menggunakan side scan sonar colour tidak dapat
mengetahui jenis ikan yang berada di perairan, namun pergerakan kawanan ikan yang ada di sekitar bagan dapat
diketahui. Hasil pengamatan dengan
menggunakan side scan sonar colour memperlihatkan bahwa kawanan ikan
berenang mendatangi sumber cahaya dari kedalamanan yang berbeda, yaitu ada yang
berenang pada kisaran kedalaman 20-30 m dan ada pula yang berenang pada kisaran
kedalam 5- 10 m. (Adianto, 2004).
Rheotaksis adalah suatu kecenderungan dari
mahkluk hidup untuk menerima rangsangan mekanis dari arus air karena gerakan.
Misalnya pada planaria, cacing ini akan mengadakan reaksi terhadap arus air
dengan reseptor yang ada pada seluruh permukaan tubuhnya (Adianto, 2004).
Informasi mengenai kedudukan tubuh dan lender
dirasakan oleh propriseptor. Proprioseptor terdapat pada empat otot (otot
lurik), pada tendon otot, pada selaput pembungkus otot berupa ujung saraf
Paccini dan pada sendi. Proprioseptor merupakan suatu mekanoseptor.
Proprioseptor penting untuk mengatur koordinasi aktifitas otot (Adianto, 2004).
III.
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
3.1. Waktu dan Tempat
Praktikum Taksis ini dilakukan pada hari Senin, 23 April 2015 di
Laboratorium Pendidikan IV Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Andalas, Padang.
3.2. Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan pada saat praktikum Taksis yaitu triplek ganda
ukuran kertas HVS dengan engsel, cawan petri, kertas karbon, triplek penyangga
dengan sudut 25o, 30o,
dan 45o, senter, kertas HVS, kertas milimeter, aquarium, dan
stopwatch. Bahan yang digunakan yaitu Pherettima
sp., Poecilia reticulata, tepung
beras, dan air.
3.3. Cara Kerja
3.3.1. Rheotaksis
Disediakan aquarium dan diletakkan didekat air yang mengalir. Aquarium
dimiringkan dan diisi dengan air hingga air melimpah. Matikan kran air,
kemudian Poecilia reticulata
dimasukkan sebanyak 20 ekor secara bersamaan dan hidupkan air kembali. Amati
pergerakkan dari Poecilia reticulata
tersebut . lakukan tiga kali pengulangan.
3.3.2. Fototaksis
Disediakan cawan petri, senter, kertas karbon, dan dua ekor cacing dengan
ukuran sama besar. Tutup sebagian cawan petri dengan kertas karbon dan
sebagiannya lagi dibiarkan terbuka. Letakkan dua ekor cacing didalam cawan petri
dengan posisi ditengah-tengah antara bagian yang gelap dan bagian yang gelap.
Berikan cahaya dari atas dengan senter. Amati arah perpindahan cacing antara
bagian yang gelap atau bagian yang terang dan catat waktu pada saat cacing
sudah berpindah tempat. Lakukan dengan tiga kali pengulangan.
3.3.3. Geotaksis
Disediakan triplek ganda dengan engsel, sudut penyangga, tepung, dan lima
ekor cacing. Letakkan sudut penyangga 25o, 30o, 45o
pada triplek ganda. Tutupi permukaan triplek tersebut dengan kertas HVS dan
taburi kertas HVS dengan tepung beras secara merata. Pada permukaan kertas yang
sudah ditaburi dengan tepung beras dibagi menjadi empat kuadran. Letakkan lima
ekor Pherettima sp. ditengah-tengah
kuadran. Tunggu dan catat waktu pada saat Pherettima
sp jatuh kebawah. Amati arah dan dikuadran mana Pherettima sp tersebut jatuh. Lakukan tiga kali pengulangan pada
setiap sudut.
IV. HASIL DAN
PEMBAHASAN
4.1. Rheotaksis
Tabel 20. Hasil Pengamatan Rheotaksis pada Poecillia reticulata
Jumlah Poecillia reticulata
|
Waktu
|
Arah
|
Respom
|
96 ekor
|
60 detik
|
Melawan arus
|
Rheotaksis +
|
1 ekor
|
12,3 detik
|
Menjauhi arus
|
Rheotaksis -
|
1 ekor
|
13,72 detik
|
Menjauhi arus
|
Rheotaksis -
|
1 ekor
|
14,6 detik
|
Menjauhi arus
|
Rheotaksis -
|
1 ekor
|
29,5 detik
|
Menjauhi arus
|
Rheotaksis -
|
Berdasarkan paraktikum yang telah dilakukan, diketahui bahwa pergerakan Poecilia reticulata dipengaruhi atau
dirangsang oleh arus air. Dilihat dari arah pergerakannya diketahui bahwa
Poecilia reticulata merupakan rheotaksis positif. Poecilia reticulata yang diamati saat praktikum bergerak melawan
arus air. Menurut Virgianti (2005), rheotaksis adalah gerak taksis yang terjadi
disebabkan oleh adanya arus air pada suatu tempat. Suatu gerak taksis dikatakan
taksis positif jika respon yang terjadi adalh menuju atau mendekati rangsangan,
sedangkan taksis negatif jika respon yang terjadi adalah menjauhi rangsangan.
Poecilia reticulata lebih
cendrung bergerak kearah dasar air dikarenakan arus pada dasar air lebih tenang
dibandingkan dengan arus pada permukaan air. Hal ini sesuai dengan pernytaan
Hasan (2000), bahwa kecepatan arus mempengaruhi keberadaan ikan ini. Habitat
yang paling disukai Poecilia reticulata
adalah perairan tawar yang arusnya tidak terlalu deras.
Organisme di perairan
terbagi ke dalam tiga jenis yaitu nekton, perifiton, dan plankton. Nekton
merupakan organisme yang bisa bergerak melawan arus air, Poecilia
reticulata merupakan hewan yang termasuk
ke dalam tipe nekton. Perifiton adalah organism yang tidak memiliki kemampuan
melawan arus, namun dapat menempel pada substrat untuk mempertahankan diri,
contoh perifiton yaitu lumut. Sedangkan plankton merupakan organism yang tidak
memiliki kemampuan melawan arus. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pramudiyanti
(2009), pergerakan dari suatu organisme terbagi atas beberapa tipe yang pertama
yaitu peryphyton (teritip/sesil) yang organisme baik tumbuhan atau hewan yang
hidupnya menempel pada benda lain hidup atau mati (contoh lumut dan tiram).
Tipe yang kedua yaitu benthos yang merupakan organisme baik hewan atau tumbuhan
yang hidup didasar permukaan (kerang siput) epibentik tanah dasar. Tipe yang ketiga yaitu nekton (ikan)
merupakan semua organisme yang aktif bergerak dalam air.
4.2. Fototaksis
Dari praktikum fototaksis yang dilakukan pada Pherettima sp. didapatkan hasil pada tabel berikut.
Tabel 21. Hasil pengamatan fototaksis pada Pherettima sp.
Pherettima sp
|
Pengulangan (waktu)
|
Keterangan
|
|
1
|
2
|
||
1
|
19 detik
|
4 menit
|
Menjauhi cahaya
|
2
|
2 menit
|
1 menit 33 detik
|
Menjauhi cahaya
|
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa Pherettima sp.
1 bergerak menjauhi cahaya dengan rata-rata waktu 19 detik. Sedangkan
Pherettima sp. 2 bergerak
menjauhi cahaya dengan rata-rata waktu 2 menit. Berdasarkan
hasil ini diketahui bahwa cacing tanah selalu bergerak menjauhi cahaya, pada
praktikum,
cacing tanah ini selalu bergerak ke tampat yang gelap. Perilaku cacing tanah
sesuai dengan pernyataan bahwa perilaku
cacing tanah dengan membuat liang yang dangkal merupakan respon terhadap
rangsang cahaya. Kelangsungan hidup suatu mahkluk hidup tergantung pada
kemampuannya dalam menanggapi rangsang dan bagaimana organisme (cacing tanah)
tersebut menyesuaikan diri terhadap lingkungannya (Odum, 1993).
Cacing tanah selalu menjauhi cahaya karena cacing
tanah merupakan hewan yang mwnyukai lingkungan yang lembab. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Cacing tanah menyukai lingkungan
yang lembab dengan bahan organik yang berlimpahan dan banyak banyak kalsium
yang tersedia. Akibatnya, cacing tanah terdapat paling melimpah dalam tanah
berstruktur halus dan kaya bahan organik dan tidak terlalu asam. Cacing tanah
pada umumnya membuat liang dangkal dan hidup mencerna bahan organik yang
terdapat didalam tanah (Nukmal, 2012).
4.3. Geotaksis
Adapun
hasil praktikum geotaksis yang
dilakukan pada Pherettima sp adalah
sebagai berikut :
Tabel 22. Hasil pengamatan geotaksis pada Pherettima sp.
Sudut
|
Spesies
|
Pengulangan
|
|||
Waktu
|
Kuadran
|
||||
1
|
2
|
1
|
2
|
||
25o
|
1
|
1:09
|
3:24
|
III
|
III
|
|
2
|
1:19
|
3:59
|
III
|
IV
|
|
3
|
1:57
|
3:35
|
III
|
IV
|
|
4
|
2:03
|
4:57
|
III
|
IV
|
|
5
|
5:09
|
5:51
|
III
|
IV
|
30 o
|
1
|
4:19
|
4:10
|
IV
|
III
|
|
2
|
3:55
|
2:45
|
II
|
IV
|
|
3
|
4:03
|
3:41
|
I
|
IV
|
|
4
|
3:47
|
3:55
|
III
|
IV
|
|
5
|
4:22
|
4:11
|
IV
|
III
|
45 o
|
1
|
2:00
|
2:27
|
III
|
IV
|
|
2
|
3:02
|
3:22
|
III
|
III
|
|
3
|
3:01
|
1:50
|
III
|
III
|
|
4
|
3:00
|
2:40
|
III
|
IV
|
|
5
|
4:00
|
5:07
|
IV
|
III
|
Berdasarkan diketahui bahwa Pherettima sp.
selalu bergerak kearah bawah, pergerakan
Pherettima
sp. kearah
bawah yaitu pada sudut 450, sedangkan pergerakan Pherettima
sp. jatuh kebawah yang paling lambat
yaitu pada sudut 25o.
Berdasarkan hal ini diketahui bahwa ketinggian dan gaya gravitasi mempengaruhi
pergerakan Pherettima sp..
Menurut Michel (1994), geotaksis adalah
gerak taksis yang terjadi karena adanya kemiringan suatu tempat.
Berdasarkan hasil pengamatan,
diketahui bahwa pergerakan Pherettima sp. merupakan geotaksis positif karena
Pherettima sp. selalu bergerak ke arah bawah atau
kea rah sumber gravitasi bumi. Pergerakan Pherettima sp. dikatakan
geotaksis positif karena sesuai dengan
pernyataan Virgianti (2005), bahwa suatu gerak
taksis dikatakan taksis positif jika respon yang terjadi adalah menuju atau mendekati rangsangan, sedangkan taksis negatif jika respon
yang terjadi adalah menjauhi rangsangan.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang didapatkan, maka dapat disimpulkan bahwa:
1.
Tipe pergerakan
dari Poecilia reticulata rheotaksis
positif. Poecilia reticulata merupakan
organism yang mampu melawan arus (nekton)..
2.
Pherettima sp. bergerak menjauhi cahaya dan
menyukai lingkungan yang gelap. Pherettima
sp. merupakan contoh dari fototaksis negatif.
3.
Pherettima sp. mengikuti arah grafitasi
bumi. Pherettima sp. merupakan contoh
dari geotaksis pisitif
5.2. Saran
Pada praktikum selanjutnya diharapkan pada setiap objek percobaan
dikerjakan dengan sungguh-sungguh, dan memahami materi tentang objek yang akan
dipraktikumkan sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Adianto. 2004. Pengaruh Inokulasi Cacing Tanah (Pontoscolex
corethurus) Er Mull Terhadap Sifat Fisika Kimia Tanah dan Pertumbuhan Tanaman
Kacang Hijau (Vigna raelata) Varietas Walet, Jurnal Matematika dan Sains,
20 oktober 2010.
Brotowidjoyo, M. D. 1999. Zoologi Dasar. Cetakan II. Erlangga,
Jakarta.
Hasan, A. Dan
I. Widipangestu, 2000. Uji Coba
Penggunaan Lampu Lacuba Tenaga Surya pada Bagan Apung Terhadap Hasil Tangkapan
Ikan di Pelabuhan Ratu, Jabar, Jurnal Ekologi dan Perikanan, 20 oktober
2010.
Kimball, J. 1983. Biologi Edisi
kelima Jilid 2. Erlangga. Jakarta.
Michael, P.
1994. Metode Penelitian untuk Ekologi
Penelitian Ladang dan Laboratorium. UI Press, Jakarta.
Melles, M. C.
Jr. 2004. Ecology Concepts and
Applications. Third edition. Mc Graw Hill. New Mexico.
Nukmal, N.2012. Penuntun Praktikum
Fisiologi Hewan. Bandar Lampung.
Odum, E. 1993. Dasar-dasar Ekologi
Edisi ketiga. UGM. Yogyakarta
Pramudiyanti.2009. Biologi Umum.
Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Pratiwi, D.A. Sri Maryanti & Srikini. 2007. Biologi Jilid 3. Erlangga. Jakarta
Suin, N. M. 1989. Ekologi Hewan Tanah.
Bumi Aksara. Bandung
Virgianti, D.P.
dan Hana A. P. 2005. Perdedahan Morsin
Terhadap Perilaku Massa Prasapih Mencit. FMIPA. Bandung.
Widiastuti,
E.L. 2002. Buku Ajar Fisiologi Hewan I.
Universitas Lampung. Bandar lampung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar