Senin, 23 Mei 2016

Laporan avess



LAPORAN PRAKTIKUM
TAKSONOMI HEWAN VERTEBRATA
IDENTIFIKASI, MORFOLOGI DAN KUNCI DETERMINASI AVES

OLEH
RIMA MELATI (1310421092)
KELOMPOK IV. A
NAMA ANGGOTA KELOMPOK:
1.      FIRDAWATI FEBRINA R.        (1310421029)
2.      WILFADRI PUTRA J.                (1310421068)
3.      YIN RAMADANI                       (1310421105)
4.      NEZA PRICILIA                         (1310422005)

ASISTEN PENDAMPING :
1. MUHAMAD  ANUGRAH SAPUTRA
2. AFDHAL TISYAN
download.jpg







LABORATORIUM TAKSONOMI HEWAN
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATIMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG, 2015

1. PENDAHULUAN


1.1 Latar belakang
Aves adalah salah satu kelompok yang paling banyak dan paling mudah ditemui dan merupakan salah satu kelas hewan vertebrata yang memiliki bentuk tubuh yang khas. Aves aktif pada siang hari dan ada juga pada malam hari, serta unik dalam hal memiliki bulu sebagai penutup tubuh. Dengan bulu ini tubuh dapat mengatur suhu dan terbang. Dengan kemampuan terbang itu aves mendiami semua habitat. Warna dan suara beberapa aves merupakan daya tarik mata dan telingan manusia. Banyak diantaranya mempunyai arti penting dalam ekonomi, sebagian merupakan bahan makanan, sumber protein dan beberapa diantaranya diternakkan (Jasin, 1992).
            Penyebaran aves di dunia mencapai 9000 jenis dan ada pula yang mengatakan 8900 jenis. Habitat aves tersebar mulai dari tepi pantai sampai ke pegunungan. Aves aktif di siang hari (ada juga pada malam hari) dan memiliki tubuh sebagai penutup tubuh. Keunikan lain dari pundi-pundi udara yang dimiliki oleh burung yang berguna membantu pernapasan pada saat terbang. Banyak diantara aves yang memiliki nilai ekonomi karena bentuk dan suara yang indah dan juga dijadikan hewan ternak untuk kemudian dikonsumsi sebagai sumber konsumsi protein (Jasin, 1992).
Indonesia adalah negara keempat yang kaya akan jenis burung di dunia dan menduduki tempat pertama dalam jumlah burung yang endemik. Di Indonesia ditemukan 1539 jenis burung, 381 jenis diantaranya merupakan jenis endemik yang ada di Indonesia. Sedangkan di pulau Sumatera terdapat 541 jenis burung, 22 jenis diantaranya adalah jenis yang endemik (Mckinnon et al, 1998).
Menurut Iskandar (1989), Indonesia memiliki keanekaragaman jenis burung setelah Columba dan Peru. Jenis-jenis burung di Indonesia ini sangat luar biasa, terdapat 1531 jenis burung, 381 jenis diantaranya adalah endemik. Sumatra merupakan salah satu pulau yang sangat kaya dengan jenis burung setelah Irian Jaya. Di Sumatra terdapat 464 jenis burung, 138 jenis diantaranya juga dijumpai di kawasan Sunda, 16 jenis burung hanya ditemui di Pulau Jawa dan Sumatra serta 11 jenis di Kalimantan dan Sumatra. Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa burung memiliki kekayaan jenis yang tinggi (Iskandar, 1989).
            Aves memiliki kepentingan ekonomi, sebagian dari aves dapat dijadikan sebagai hewan peliharaan dan hewan ternak yang mana dapat diperdagangkan, burung ini juga dapat dijadikan sumber bahan makanan karena mengandung protein yang tinggi. Selain bernilai ekonomi burung juga bernilai ilmiah seperti burung dijadikan sebagai indikator lingkungan, dan bahan penelitian ilmiah (Jasin, 1992)
Aves memiliki kemampuan mobilitas yang tinggi sehingga penyebarannya sangat luas. Penyebaran itu didukung oleh kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap berbagai faktor-faktor lingkungan dimana mereka dapat hidup dan menyesuaikan diri dengan lingkungan yang mereka tempati (Bufalloe, 1969).
Aves memiliki manfaat yang sangat besar dalam kehidupan kita, sehingga kita diharuskan mengetahui sedikit banyaknya tentang burung. Manfaat aves di antaranya adalah sebagai indikator lingkungan, merupakan sumber protein, sebagai bahan penelitian, sebagai rekreasi, dan banyak lagi. Dengan mengetahui tentang aves ini kita dapat menikmat manfaat burung tersebut. Maka dari itu dilakukan praktikum ini agar mahasiswa mengetahui dengan baik tentang burung. Untuk mengidentifikasi burung, warna merupakan cara identifikasi yang utama, kemudian  dilanjutkan dengan melihat pola warna bulu pada burung tersebut. Pengidentifikasian lebih lanjut dengan diketahui ukurannya, keistimewaanya atau ciri-ciri khususnya, tingkah laku dan cara terbang serta tempat burung tersebut ditemukan (Peterson,1964).  

1.2. Tujuan praktikum
Adapun tujuan diadakam praktikum ini adalah untuk mengetahui ciri-ciri morfologi kelas aves menentukan klasifikasi dari masing-masing spesies serta membuat kunci determinasi dari masing-masing spesies.




II.                TINJAUAN PUSTAKA


Aves adalah vertebrata yang berdarah panas dengan tubuh yang ditutupi oleh bulu  dan dapat terbang karena mempunyai sayap yang merupakan modifikasi anggota gerak anterior. Sayap pada aves berasal dari elemen-elemen tubuh tengah dan distal. Kaki pada aves digunakan untuk berjalan, bertengger atau berenang (dengan selaput inter digital). Karakter tengkorak meliputi tulang-tulang tengkorak yang berdifusi kuat, paruh berzat tanduk. Aves tidak bergigi, mata besar, kondil oksipetal tunggal. Jantung terbagi atas dua antrium dan dua ventrikel (Brotowidjoyo, 1989).
            Pergerakan aves terutama dijalankan oleh sayap dan kaki. Bagian caudal berfungsi sebagai pengemudi dan sebagai suatu permukaan untuk penyokong pada waktu terbang walaupun tidak digunakan langsung sebagai pendorong. Pada gerakan bipedal titik gravitasi harus terletak diatas kaki atau tepatnya diantara dua kaki. Luas permukaan yang bersinggungan dengan tanah mereduksi sedangkan digiti bertambah panjang untuk mencegah hilangnya keseimbangan. Pada prinsipnya sehubungan dengan cara bergeraknya pada berbagai spesies burung tidak sama maka modifikasi yang terjadi pada skeleton dan elemen-elemen musculus pada berbagai spesies burung juga tidak sama. Modifikasi yang terjadi ini terutama terhadap bentuknya, ukurannya dan sudut-sudutnya (Radiopoetro, 1996).
            Aves menunjukkan kemajuan bila dibandingkan dengan kelas-kelas lain yang mendahuluinya dalam beberapa hal yaitu tubuh memiliki penutup bersifat isolasi, daerah vena dan arteri terpisah secara sempurna dalam sirkulasi pada jantung,  pengaturan suhu tubuh, rata-rata metabolismenya tinggi, kemampuan untuk terbang, suaranya berkembang dengan baik, dan menjaga anaknya secara khusus (Jasin, 1992).
Bulu adalah ciri khas kelas aves yang tidak dimiliki oleh vertebrata lain. Hampir seluruh tubuh aves ditutupi oleh bulu yang secara filogenetik berasal dari epidermal tubuh, yang pada reptil serupa dengan sisik. Secara embriologis bulu aves bermula dari papil dermal yang selanjutnya mencuat menutupi epidermis. Dasar bulu itu melekuk ke dalam pada tepinya sehingga terbentuk folikulus yang merupakan lubang bulu pada kulit. Selaput epidermis sebelah luar dari kuncup bulu menanduk dan membentuk bungkus yang halus, sedang epidermis membentuk lapisan penyusun rusuk bulu.Sentral kuncup bulu mempunyai bagian epidermis yang lunak dan mengandung pembuluh darah sebagai pembawa zat-zat makanan dan proses pengeringan pada perkembangan selanjutnya (Jasin, 1984).
Menurut letaknya, bulu aves dibedakan menjadi rectrices yaitu bulu yang berada pada pangkal ekor, vexilumnya simetris dan berfungsi sebagai kemudi. Remiges, bulu pada sayap yang dibagi lagi menjadi remiges primarie yang melekatnya secara digital pada digiti dan secara metacarpal pada metacarpalia. Remiges secundarien yang melekatnya secara cubital pada radial ulna. Remiges tertier yang terletak paling dalam nampak sebagai kelanjutan sekunder daerah siku. Parapterum, bulu yang menutupi daerah bahu. Ala spuria, bulu kecil yang menempel pada ibu jari (Jasin, 1992).
Menurut Ginn and Melville (1983), bulu akan diperbaharui secara periodik. Warna-warna yang nampak disebabkan oleh pemantulan pada sebagian komponen pada bulu yang bertabrakan dengan cahaya. Bila semua komponen cahaya putih dipantulkan, maka warna yang dihasilkan disebut warna struktural, sedangkan bila dalam pemantulan turut berperan komponen kimia tertentu (pigmen), maka warna yang dihasilkan disebut dengan warna pigmen.
            Lebih lanjut Miller and Harley (1999) menjelaskan bahwa bulu berkembang dengan cara yang sama dengan sisik epidermis pada reptil dan kesamaan ini merupakan bahan bukti yang menunjukkan adanya evolusi antara reptil dan burung. Hanya bagian dalam bulu yang tertanam dalam kulit yang mengandung elemen dermis, misalnya pembuluh darah yang menyediakan nutrisi dan pigmen untuk pertumbuhan bulu. Saat bulu mencapai masa kematangan, suplai darah dihentikan dan bulu menjadi mati, terjadi penumpukan keratin, struktur epidermis terkunci dalam lipatan epidermis kulit yang kemudian disebut folikel bulu..
            Warna struktural pada aves diperjelas  oleh The British Ornitologist’s Union (1985), sebagai akibat adanya barbulae pada struktur bulu burung yang berbentuk pipih panjang, berpilin pada salah satu sisinya. Bagian ini memantulkan warna, tetapi dengan konsekuensi kehilangan kait dan bagian pinggir yang biasaa melekat. Ini dengan sendirinya menghilangkan daya mekanisme bulu, sehingga pada bulu terbang tidak akan sepenuhnya terlihat berwarna. Juga ditemukan adanya bintik-bintik melanin yang bersifat memantulkan cahaya di bagian bawah struktur permukaan barbulae. Sedangkan menurut Doucet (2001), keragaman warna pada aves merupakan warna-warna yang berasal dari mikrostruktur bulu, bukan dari pigmentasi. Warna-warna struktural ini biasa dipakai untuk mengetahui kualitas burung secara individual, sekaligus mengungkap potensi suatu jenis kelamin untuk dapat bersaing dalam pemilihan pasangan.  
Burung memiliki cakar tajam untuk mencengkram mangsanya, cakar pemanjat pohon, cakar penggali tanah dan sarasah, cakar berselaput untuk berenang, cakar kuat untuk berlari dan merobek mangsa. Tipe-tipe cakar ini merupakan adaptasi dari pengaruh habitat dan fungsinya. Burung berkembang biak dengan bertelur. Telur burung mirip telur reptil, hanya saja cangkangnya lebih keras karena mengandung zat kapur. Burung kebanyakan mengerami telurnya, tapi ada beberapa jenis burung yang menimbunnya dalam pasir atau sarasah seperti burung Maleo dan burung Gasong. Sebagai ganti mengerami telur burung-burung ini mengandalkan panas bumi dan fermentasi dari sarasah atau sampah yang membusuk persis seperti yang dilakukan kebanyakan reptil .Walaupun kebanyakan burung mampu terbang, terdapat beberapa spesies yang tidak mampu terbang seperti burung penguin, unta, rea, emu, kiwi, dan lain-lain (Djuhanda, 1982).
Menurut Brotowidjoyo (1989), kelas aves terdiri dari begitu banyak ordo yang dikenal baik karakteristiknya, yaitu 1. Sub kelas Archaeornithes merupakan burung yang bergigi dan telah punah, hidup dalam periode Jurasik dengan metacarpal terpisah, tidak ada pigostil, vertebrata caudal masing-masing dengan bulu yang berpasangan; 2. Sub kelas Neornithes merupakan burung yang modern, bergigi atau tidak bergigi, metacarpal bersatu, vertebrata caudal tidak ada yang mempunyai bulu berpasangan dan kebanyakan pigostil.
Aves memiliki beberapa ordo diantaranya, Ordo Galliformes tergolong burung yang makanannya sebagian besar terdiri dari tumbuh-tumbuhan, biasanya mempunyai tembolok dengan ukuran yang cukup besar, contohnya Argusianus argus. Ordo Collumbiformes mempunyai paruh pendek yang berbentuk silinder dengan tembolok pada bagian dasar paruh, dimana tembolok menghasilkan pigeons milk untuk memberi makan anak yang masih muda, contohnya Streptopelia chinensis. Ordo Passeriformes mempunyai kaki yang teradaptasi dan berfungsi untuk bertengger di dahan atau ranting pohon, jari kaki yang tidak berselaput dan ekor biasanya terdiri dari 12 buah bulu. Ordo Psittaciformes mempunyai paruh bengkok, tajam dan runcing serta mempunyai bulu yang sangat indah berkilau. Ordo Piciformes mempunyai jari kaki yang dua menghadap ke depan dan dua lagi menghadap ke belakang dan tidak punya bulu yang halus baik yang muda maupun pada yang dewasa (Holmess, 1999).
            Menurut Hasman (2011),kelas aves memiliki beberpa family yang umumnya dijumpai yaitu  family chloropseidae hanya memiliki 1 genus, yaitu chloropsis, yang merupakan burung-burung yang berwarna menarik. genus chloropsis rata-rata memiliki ukuran tubuh sedang antara 15 - 25 cm. Warna tubuh kebanyakan didominasi oleh warna hijau, pada beberapa spesies terdapat warna kuning, biru dan corak hitam. Famili estrilididae merupakan jenis burung ptengger. Jenis burung ini memakan biji-bijian. Burung ini dikenal dengan burung pipit haji, atau yang dalam bahasa jawa disebut emprit haji. Famili passeridae memiliki morfologi yang hampir mirip dengan famili estrilidae yaitu bertubuh kecil.
Famili Columbidae merupakan kelompok burung denganpanjang tubuh berkisar antara 15-75 cm dengan berat 30-2000 gram,memiliki kepala berukuran kecil dengan paruh dan kaki yang pendek. Sebanyak 44% bagian tubuh terdiri dari  otot terbang sehingga memiliki kemampuan terbang yang baik dan terarah. Ciri  lainnya yaitu tubuh kokoh, leher pendek, paruh ramping, dan cere berdaging.  Distribusi famili Columbidae tersebar luas di seluruh dunia, terutama di hutan hujan tropis ( (Azwar, 2007).
Menurut Radiopoetra (1996), famili psittacidae merupakan kelompok aves yang mempunyai ciri paruh yang bengkok dan kepala yang relatif besar. Penyebaran diaderah  tropis pantai Australia. Bersarang pada lubang pohon dan memakan buah-buahan. Beberapa spesies burung dari kelompok ini merupakan spesies yang sering diperdagangkan karena kemampuan suara, bulu yang berwarna warni. Famili nectariniidae memiliki ciri paruhnya melengkung, panjang, untuk menghisap nektar serta memakan serangga-serangga kecil yang dijumpai disekitarnya. Famili anatidae memiliki leher yang panjang, tepi paruh berlamela danlidah berdaging. Tungkai pendek, jari-jari berselaput. Ekor umumnya pendek, tersusun atas banyak bulu. Famili hasianidae memiliki cirri paruh pendek bulu dengan cabang bulu. Kaki digunakan untuk berlari dan mengais. Pemakan biji-biji rerumputan Famili zosteropidae disebut juga kelompok burung berkacamata dan merupakan kelompok burung yang berukuran kecil dengan warna coklat dan pada bagian ventral berwarna kekuningan.


















III.             PELAKSANAAN PRAKTIKUM


3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum morfologi dan identifikasi kelas aves dilaksanakan pada hari Selasa 21 April 2014 pukul 13.00 – 15.30 wib di laboratorium Taksonomormi Hewan, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas, Padang.

3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah vernier kaliper, penggaris, dan alat-alat tulis. Bahan yang digunakan yaitu Strepthopelia chinensis, Lonchura punculata, Lonchura siriata, Passer montanus, Melopsitacus undulatus, Gallus Sp, Chloropsis cochinchinensis, Anas sp, Zosterops Sp

3.3 Cara Kerja
Pada objek aves masing-masing, dilakukan pengamatan morfologis pada objek aves tersebut dimana pengamatan ini meliputi perhitungan panjang total (PT), panjang paruh (PP), lebar paruh (LP), panjang kepala (PK), lebar kepala (LK), panjang sayap (PS), lengkung sayap (LS), panjang bulu ekor (PE), panjang tarsus (PTs), diameter tarsus (DTs), diameter mata (DM), warna bulu, warna paruh, tipe paruh, tipe kaki, tipe bulu ekor, warna tungging, warna tunggir, warna penutup bulu ekor, kemudian diidentifikasi dan dibuat klasifikasinya.








IV.             HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. Deskripsi aves
4.1.1 Famili Columbidae        
4.1.1.1 Strepthopelia chinensis
Kingdo            : Animalia
Filum               : Chordata
Kelas               : Aves
Ordo                : Columbiformes
Gambar 1. Strepthopelia chinensis
 
Famili              : Columbidae                          
Genus              : Sterpthopelia                        
Species            : Strepthopelia chinensis ( Linnaeus, 1776)
Sumber            : Iucnredlist.org
Status              : Least concern
Berdasarkan hasil praktikum maka didapatkan data sebagai berikut bahwa Strepthopelia chinensis  jantan memilikki  panjang total (PT) 260 mm, panjang standar (PS) 130 mm, Panjang rentang sayap (PRS) 150 mm, panjang paruh (PP) 17 mm,  lebar paruh (LP) 8 mm,  panjang kepala (PK) 25 mm,  lebar kepala (LK) 9 mm, diameter mata (DM) 5 mm, Panjang tarsus (PTs)  25 mm, diameter tarsus (DT) 3,09  mm, panjang ekor( PE) 110 mm,  iris berwarna coklat, tungging berwarna putih , tunggir berwarna abu-abu, sayap berwarna coklat abu-abu hitam, tarsus ungu,tipe paruh golden plover, warna paruh hitam, cakar penggantung.
Menurut Mckinnon, Philips and Balkh (1988) Strepthopelia chinensis dikenal dengan burung balam. Burung ini biasanya merupakan hewan pemakan biji-bijian dan buah-buahan atau disebut juga dengan frugivorous. Habitat burung ini biasanya di pohon. Warna paruh hewan ini adalah hitam, tipe paruh fulmar, warna kepala coklat keabu-abuan, bulu leher ada bercak-bercak putih kecoklatan, warna punggung coklat, warna dada coklat muda, warna ventral coklat susu sampai krem, tarsusnya berwarna merah, tipe ekornya rounded, warna ekornya coklat dan ada juga yang berwarna hitam putih, jumlah jari kakinya empat.
Dari pengamatan yang telah dilakukan diperoleh beberapa perbedaan dalam karakteristik yang dimiliki oleh burung balam yaitu tipe paruh dan tipe cakar dengan deskripsi Mckinnon, Philips and Balkh (1988) hal ini dapat disebabkan karena kurangnya pengetahuan praktikan tentang bentuk-bentuk paruhtipe cakar dan pada burung balam dan kurangnya ketelitian praktikan dalam melakukan identifikasi morfologi pada burung balam tersebut.
            Strepthopelia chinensis merupakan salah satu spesies dari famili columbidae. Strepthopelia chinensis merupakan burung pembiak yang berasal dari  Asia daerah barat yang banyak menyebar ke daerah Australia, India, Srilanka, China, dan Asia Tenggara Bulu di bagian ventral berwarna coklat, sedangkan  di daerah dorsal dan  sayap berwarna kehitaman. Bulu di kepala berwarna abu dan bagian leher abu kecoklatan. Ciri khusus burung balam yaitu bulu dengan pola hitam-putih di  bagian punggung lehernya. Panjang individu dewasa antara 27,5-31,0 cm dengan berat 128 gram (Holmes dan Nash, 1999).
4.1.2 Famili Estrididae
4.1.2.1 Lonchura punculata
Kingdom         : Animalia
https://scontent-sin.xx.fbcdn.net/hphotos-xft1/v/t1.0-9/s720x720/11116315_702911803152570_651423841540537979_n.jpg?oh=a3e2d09759ca269d4fdd84081a78118e&oe=55DD7E38Filum               : Chordata
Kelas               : Aves
Ordo                : Passeriformes
Gambar 2. Lonchura punculata
 
Famili              : Estrididae     
Genus              : Lonchura
Spesies            : Lonchura punculata  (Linnaeus, 1758)        
Sumber            : Iucnredlist.org
Status              :  Least concern
Berdasarkan hasil praktikum maka didapatkan data sebagai berikut bahwa Lonchura punctulata memilikki panjang total (PT) 110 mm, panjang standar (PS) 44 mm, Panjang rentang sayap (PRS) 60 mm, panjang paruh (PP) 10 mm,  lebar paruh (LP) 8 mm,  panjang kepala (PK) 25 mm,  lebar kepala (LK) 9 mm, diameter mata (DM) 4 mm, Panjang tarsus (PTs)  12 mm, diameter tarsus (DT) 1,38 mm, panjang ekor( PE) 31 mm,  iris berwarna coklat, tungging berwarna krem, tunggir berwarna hitam keputihan, sayap coklat, tarsus coklat, paruh coklat, tipe cakar pejalan.
Berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan panjang total yang diperoleh pada saat pengamatan yaitu 110 mm, hal ini sesuai dengan pendapat Iskandar (1989), yang menyatakan bahwa Lonchura punculata merupakan burung yang berukuran kecil, dari paruh hingga ujung ekor sekitar 110 mm. Burung dewasa bewarna coklat kemerahan dileher dan sisi atas tubuhnya, dengan coretan-coretan agak samar berwarna muda. Sisi bawah putih, dengan lukisan serupa sisik bewarna coklat pada dada dan sisi tubuh. Perut bagian bawah sampai pantat putih. Burung muda dengan dada dan perut kuning tua sampai agak coklat kotor. Jantan tidak berbeda dengan betina secara sekilas dalam penampakan. Iris mata coklat gelap, paruh khas pipit bewarna abu-abu kebiruan, kaki hitam keabu-abuan. Burung ini ditemui dilingkungan pedesaan atau tegalan. Makanan utama burung ini adalah aneka biji rumput-rumputan termasuk padi.
4.1.2.3 Lonchura maja
Kingdom         : Animalia
Filum               : Chordata      
Kelas               : Aves
Ordo                : Passeriformes
Famili              : Estrididae                 
Genus              : Lonchura
Gambar 4. Lonchura maja
 
Spesies            : Lonchura maja Linnaeus 1766        
Sumber            : Iucnredlist.org
Status              : Least concern
Berdasarkan hasil praktikum maka didapatkan data sebagai berikut bahwa Lonchura maja memilikki  panjang total (PT) 90 mm, panjang standar (PS) 50mm, Panjang rentang sayap (PRS) 65 mm, panjang paruh (PP) 8 mm,  lebar paruh (LP) 5mm,  panjang kepala (PK) 30mm,  lebar kepala (LK) 20 mm, diameter mata (DM) 4 mm, Panjang tarsus (PTs)  20 mm, diameter tarsus (DT) 1,11 mm, panjang ekor( PE) 35 mm,  iris berwarna hitam, tungging berwarna hijau kekuningan, tunggir berwarna hijau terang, sayap coklat, tarsus coklat, paruh coklat, tipe cakar pejalan.
Menurut Radiopoetro (1996), famili estrildidae memiliki tiga jari belakang yang menunjukk kemuka, satu jari kebelakang yang berguan untuk bertengger. Jenis burung ini memakan biji-bijian dan insecta dengan paruh berbentuk conus dan meruncing. Bondol Haji ( Lonchura maja )pipit haji, atau yang dalam bahasa Jawa disebut emprit haji, adalah burung yang termasuk dalam suku estrildidae hidup di Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, Bali dan pulau-pulau di sekitarnya. Burung ini dinamakan emprit haji karena bagian kepala hewan ini berwarna putih, yang seolah memakai peci putih yang dalam masyarakat Indonesia dipakai setelah pulang dari haji.
4.1.3 Famili Passeridae
4.1.3.1 Passer montanus
Kingdom          :  Animalia
Filum                :  Chordata
SubFilum          :  Vertebrata
Kelas                 :  Aves
Gambar 5. Passer montanus
 
Ordo                 :  Passseriformes       
Famili                :  Estrildidae
Genus               :  Passer
Spesies              :  Passer montanus  (Linnaeus, 1758)
Sumber             : Iucnredlist.org
Status                : Least concern
Berdasarkan hasil praktikum maka didapatkan data sebagai berikut bahwa Passer montanus memilikki  panjang total (PT) 110 mm, panjang standar (PS) 60 mm, Panjang rentang sayap (PRS) 80 mm, panjang paruh (PP) 8 mm,  lebar paruh (LP) 5 mm,  panjang kepala (PK) 30 mm,  lebar kepala (LK) 20 mm, diameter mata (DM) 3 mm, Panjang tarsus (PTs)  14 mm, diameter tarsus (DT) 2,05 mm, panjang ekor( PE) 42 mm,  iris berwarna hitam, tungging berwarna hitam, tunggir berwarna coklat muda, sayap coklat, tarsus coklat, paruh coklat kehitaman, tipe cakar penggantung.
            Menurut Iskandar (1989), Passer montanus  merupakan jenis burung yang memiliki tubuh berukuran sedang (14 cm). Mahkota warna coklat berangan. Dagu, tenggorokan, bercak pipi dan setrip mata warna hitam. Tubuh bagian bawah kuning tua keabu-abuan. Tubuh bagian atas berbintik coklat dengan tanda hitam dan putih.Remaja: berwarna lebih pucat dengan tanda khas yang kurang jelas. Iris coklat, paruh abu-abu, kaki coklat. Hidup berkelompok. Mencari makan di tanah. Makanan: biji-bijian, buah kecil, serangga. Sarang berbentuk kubah tidak rapih, dari jalinan rumpur kering, dilapisi bulu di bagian dalam, pada vegetasi lebat, lubang pohon, sudut bangunan. Telur berwarna putih, berbintik halus coklat abu-abu, jumlah 3-6 butir. Berbiak sepanjang tahun. Berasosiasi dekat dengan manusia. Lahan pertanian, kebun, tegalan, sawah, pedesaan, perkotaan.
            Menurut Van and Berger (1976), Passer montanus  tersebar sampai ketinggian 1.500 m dpl. Erasia, India, Cina, Asia tenggara, Semenanjung Malaysia, Filipina, Australia, Pasifik. Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali, Sulawesi, Maluku, Papua. Dijumpai  hampir di semua lokasi. Kawasan lahan basah, sampai dekat pantai. Kebun, tegalan, daerah suburban. Pada bagian atas kepala berwarna coklat pudar serta terdapat tanda pada bagian atas kepala. Burung ini memiliki ukuran sekitar 14-14,5 cm. Makanan utama spesies ini adalah biji-bijian, pucuk dan tunas tumbuhan serta serangga-serangga kecil. Habitatnya berada di kawasan pembangunan, pinggir hutan pada ketinggian 1830 m di atas laut.
4.1.4 Famili Psittacidae
4. 1.4.1 Melopsitacus undulatus
Kingdom         : Animalia
Filum               : Chordata
Kelas               : Aves
Ordo                : Sittaciformes            
Gambar 6. Melopsitacus undulatus
 
Famili              : Psittaculidae                         
Genus              : Melopsitacus            
Species            : Melopsitacus undulatus (Shaw, 1805)
Sumber            : Iucnredlist.org
Status              :  -
Berdasarkan hasil praktikum maka didapatkan data sebagai berikut bahwa Melopsittacus undulates  memilikki  panjang total (PT) 180 mm, panjang standar (PS) 80 mm, Panjang rentang sayap (PRS) 120 mm, panjang paruh (PP) 7 mm,  lebar paruh (LP) 6 mm,  panjang kepala (PK) 20 mm,  lebar kepala (LK) 10 mm, diameter mata (DM) 4 mm, Panjang tarsus (PTs)  10 mm, diameter tarsus (DT) 2,18 mm, panjang ekor( PE) 90 mm,  iris berwarna hitam, tungging berwarna hijau kebiruan, tunggir berwarna hijau terang, sayap hitam bercak hijau, tarsus hitam bintik-bintik, paruh hitam dengan tipe scarlet breasted, tipe cakar petengger.
Menurut (Hasman, 2011), Melopsitacus undulatus merupakan burung kecil, dari paruh hingga ujung ekor sekitar 11 cm. Burung dewasa dominan berwanna hijau. di punggung, sayap dan sisi atas tubuhnya, ada coret-coretan (corak). Muka, leher dan dada atas berwarna hijau, dada bawah, perut dan sisi tubuh hijau muda, nampak kontras dengan bagian atasnya. Sisi bawah ekor hijau keputihan. Burung muda dengan dada dan hijau kekuningan. Jantan berbeda dengan betina dalam penampakannya; iris mata coklat, paruh bawah abu-abu, kaki keabu-abuan. Burung yang sering ditemui di lingkungan pedesaan dan kota, terutama dekat persawahan. Memakan padi dan aneka biji-bijian, burung ini sering turun ke atas tanah atau berayun-ayun pada tangkai bunga rumput, memakan bulir biji-bijian.Burung ini sering bersarang di pekarangan dan halaman rumah, di pohon-pohon yang bertajuk rimbun, pada ketinggian 2-10 m di atas tanah.
Melopsittacus undulatus ini merupakan hewan seksual dimorfisme yang dapat dibedakan antara jantna dan betinanya sehingga daa yang didapatkan juga berebda antara jantan dan betinanya. Sering disebut budgie atau parkit yang berciri-ciri burung dominan hijau dan kuning kecil ekor panjang dengan tanda bergerigi hitam pada sayap dan bahu. Mereka merupakan spesies dominan pemakan  biji-bijian. Parkit dapat ditemukan diseluruh bagian-bagian kering di Australia. Rata-rat burung iniberukuran 18 cm, berat 30,40 gram, dahi dan wajah berwarna kuning pada burung dewasa. Bulu ekor luar berwarna kuning cerah. sayap mereka memiliki bulu berwarna kehijauan-hitam dan bulu hitam dengan pinggiran kuning (Iskandar, 1989).
4.1.5 Famili Phasianidae
4.1.5.1  Gallus sp
Kingdom         : Animalia
Filum               : Chordata
Sub Filum        : Vertebrata
a
 
b
 
Kelas               : Aves                                                             
Gambar 7. Gallus sp jantan (a), betina (b)

 
Ordo                : Galliformes
Famili              : Phasianidae
Genus              : Gallus
Species            : Gallus  Sp
Sumber            : Iucnredlist.org
Status              : Least concern
Dari pengukuran dan pengamatan pada Gallus  Sp betina diperoleh hasil sebagai berikut: panjang total (PT) 500 mm, panjang sayap (PS) 290 mm, panjang rentang sayap (Prs) 260 mm, Panjang paruh (PP) 20 mm,  lebar kepala (Lk) 45 mm, panjang kepala (PK) 30 mm, lebar kepala (LB) 20 mm, diameter mata (DM) 4  mm, panjang tarsus (PTs) 20 mm, diameter tarsus (DT) 3,24 , panjang ekor (PE) 130 mm, iris berwarna hitam, warna bulu coklat muda, warna paruh hitam,  tipe bulu ekor menggarpu, warna tungging kream, warna tunggir hitam kecoklatan.
            Secara umum Gallus-gallus memiliki cirri sebagai berikut tubuh berukuran agak besar. Pada ayam jantan terdapat jengger bergerigi, gelambir, muka merah. Bulu tengkuk, penutup ekor, bulu primer biru perunggu. Mantel coklat berangan. Bulu ekor panjang. Penutup sayap hitam kehijauan. Bagian bawah hijau gelap. Betina: Coklat suram. Coretan hitam pada leher dan tengkuk. Iris merah, paruh warna tanduk, kaki abu-abu kebiruan. Ayam jantan cenderung soliter, kadang bersama beberapa betina atau jantan lain. Mencari makan di tanah tapi memiliki kemampuan terbang yang cukup baik. Kadang juga bertengger di pepohonan. Makanan: buah, biji-bijian, serangga, binatang kecil. Sarang berupa gundukan kasar pada semak yang lebat. Telur berwarna kuning pucat kemerahan, jumlah 4-5 butir (Iskandar, 1989).
            Sebagai hewan peliharaan, ayam mampu mengikuti ke mana manusia membawanya. Hewan ini sangat adaptif dan dapat dikatakan bisa hidup di sembarang tempat, asalkan tersedia makanan baginya. Karena kebanyakan ayam peliharaan sudah kehilangan kemampuan terbang yang baik, mereka lebih banyak menghabiskan waktu di tanah atau kadang-kadang di pohon. Ayam berukuran kecil kadang-kadang dimangsa oleh unggas pemangsa, seperti elang  (Jasin, 1992).
4.1.6 Famili Chloropsidae
4.1.6.1 Chloropsis cochinchinensis
Kingdom         : Animalia
Filum               : Chordata
Kelas               : Aves                                                 
Ordo                : Passeriformes           
Gambar 8. Chloropsis cochinchinensis

 
Famili              : Chloropsidae
Genus              : Chloropsis    
Spesies            : Chloropsis cochinchinensis Scopoli, 1786
Sumber            : Iucnredlist.org
Status              : Least concern                                               
Berdasarkan hasil praktikum maka didapatkan data sebagai berikut bahwa Chloropsis cochinchinensis  memilikki  panjang total (PT) 140 mm, panjang standar (PS) 90 mm, Panjang rentang sayap (PRS) 105 mm, panjang paruh (PP) 20 mm,  lebar paruh (LP) 5 mm,  panjang kepala (PK) 20 mm,  lebar kepala (LK) 5 mm, diameter mata (DM) 5 mm, Panjang tarsus (PTs)  2 mm, diameter tarsus (DT) 1,99 mm, panjang ekor( PE) 30 mm,  iris berwarna hitam, tungging berwarna hijau , tunggir berwarna hijau abu-abu, sayap berwarna hijau,biru dan kuning, tarsus hijau kecoklatan, paruh scarlet breasted, cakar petengger.
Chloropsis cochinchinensis ini adalah sejenis burung cica-daun besar yang warna pada tubuhnya didominasi dengan warna hijau. Cucak hijau termasuk dalam suku Chloropseidae, satu kerabat dengan burung cipoh (Aegithina spp.). Dalam bahasa Inggris burung ini dikenal sebagai Blue-winged Leafbird. Burung yang termasuk dalam jenis cica daun sering juga disebut dengan burung daun, atau murai daun. Burung-burung ini bertubuh sedang dengan panjang tubuh sekitar 22cm. Seperti cica daun pada umumnya seluruh warna di tubuhnya didominasi oleh warna hijau daun juga pada sayap dan ekor, sementara pipi dan leher dari burung cucak hijau berwarna hitam berkilau dan yang membedakan burung ini dengan jenis cica daun yang lainnya adalah warna  (noktah) biru pada bahu burung jantan (Mackinnon, Phillips and Balkh, 1998).
Cucak hijau termasuk burung dimorfik, yakni terdapat perbedaan ciri fisik yang bisa dilihat antara burung jantan dan burung betina dewasa. Untuk burung jantan, pada dagu dan tenggorokan berwarna hitam, sedangkan betina hijau. Sementara itu untuk cucak hijau yang masih muda/trotolan sekitar umur 2-4 bulan, bentuk fisik jantan dan betina nyaris sama, bulunya pun warnanya sama hijau muda. Serta ada warna kuning, di bawah paruh sampai leher. Dan sepertinya, tidak ada ciri khusus yang membedakan antara yang jantan dan betina (Mackinnon dan Phillips, 1991).
Burung cucak hijau kadang memiliki sikap agresif, terlebih kepada jenis lain yang berukuran lebih kecil. Saat berkicau, cica-daun besar akan menundukkan kepala. Makanannya adalah aneka serangga dan buah-buahan hutan. Cucak hijau atau cica daun besar banyak tersebar di semenanjung malaya, Pulau sumatera serta pulau-pulau skitarnya, Pulau Kalimantan dan Natuna, Kepulauan Jawa dan Bali. Penyebaran burung ini di hutan-hutan dataran rendah dan perbukitan hingga ketinggian 100 m dpl (Iskandar,1989).




4.1.7 Famili Anatidae
4.1.7.1 Anas sp.
Kingdom         : Animalia
WP_20150421_002.jpgFilum               : Chordata
Kelas               : Aves                         
Ordo                : Anseriformes            
Famili              : Anatidae                  
Gambar 9. Anas sp


 
Genus              : Anas
Spesies            : Anas sp.
Sumber            : Iucnredlist.org
Status              :  -
Berdasarkan hasil praktikum maka didapatkan data sebagai berikut bahwa Anas sp.   memilikki  panjang total (PT) 600 mm, panjang standar (PS) 240 mm, Panjang rentang sayap (PRS) 300 mm, panjang paruh (PP) 55 mm,  lebar paruh (LP) 30 mm,  panjang kepala (PK) 50 mm,  lebar kepala (LK) 35 mm, diameter mata (DM) 10 mm, Panjang tarsus (PTs)  45 mm, diameter tarsus (DT) 2,93  mm, panjang ekor ( PE) 70 mm,  iris berwarna hitam, tungging berwarna krem , tunggir berwarna coklat muda, sayap berwarna coklat tua, tarsus hitam, paruh hitam, cakar berenang. Berdasarkan hasil praktikum maka didapatkan data sebagai berikut bahwa Anas sp. betina  memilikki  panjang total (PT) 650 mm, panjang standar (PS) 230 mm, Panjang rentang sayap (PRS) 400 mm, panjang paruh (PP) 70 mm,  lebar paruh (LP) 36 mm,  panjang kepala (PK) 60 mm,  lebar kepala (LK) 35 mm, diameter mata (DM) 10 mm, Panjang tarsus (PTs)  60 mm, diameter tarsus (DT) 4,69  mm, panjang ekor ( PE) 110 mm,  iris berwarna hitam, tungging berwarna krem , tunggir berwarna coklat muda, sayap berwarna coklat tua, tarsus hitam, paruh hitam, cakar berenang.
            Bebek atau itik memiliki paruh yang lebar dan tertutup dengan lapisan yang banyak mengandung organ sensori, kaki pendek, jari dengan membran kulit dengan ekor pendek. Biasanya hewan muda memiliki bulu kapas dan tersebar diseluruh dunia. Anas sp. memiliki leher yang panjang dan kaki relatif pendek, pada kaki Anas sp. memiliki selaput renang yang menyesuaikan untuk berenang di air. Hal ini sesuai dengan pernyataan Peterson (1964), mengatakan bahwa secara keseluruhan tubuh Anas sp. berlekuk dan lebar, dan memiliki leher yang relatif panjang, meski tidak sepanjang angsa dan angsa berleher pendek. Bentuk tubuh bervariasi dan umumnya membulat. Paruhnya berbentuk lebar dan mengandung lamellae yang berguna sebagai penyaring makanan. Pada spesies penangkap ikan, paruhnya berbentuk lebih panjang dan lebih kuat. Kakinya yang bersisik kuat dan terbentuk dengan baik, dan umumnya berada jauh di belakang tubuh, yang umum terdapat pada burung akuatik. Sayapnya sangat kuat dan umumnya pendek. Penerbangan itik membutuhkan kepakan berkelanjutan sehingga membutuhkan otot sayap yang kuat.
            Anas sp. memiliki penyebaran yang sangat luas dan dapa ditemukan di hampir setiap wilayah di dunia ini kecuali Antartika. Beberapa spesies mendiami daerah subantartika di Georgia Selatan dan Kepulauan Auckland. Beberapa jenis dapat mendiami daerah kepulauan samudra seperti di Hawaii, Selandia Baru, dan Kerguelen meski spesies jenis ini sedang dalam keadaan terancam atau telah punah. Beberapa spesies itik yang berkembang biak di wilayah arktik yang hangat ketika musim panas, adalah spesies migratori. Beberapa spesies di Australia di mana hujan terjadi secara periodik, itik tersebut berperilaku nomadik; mencari perairan (danau dan kolam) yang terbentuk setelah hujan lebat. itik dapat diterima di area berpenduduk padat. Pola migrasi mereka telah berubah sehingga banyak spesies yang menetap bahkan di musim dingin (Azwar, 2007).
4.1.8 Famili Zosteropidae      
4.1.8 .1 Zosterops Sp
Kingdom         : Animalia
Filum               : Chordata
Kelas               : Aves
Ordo                : Passeriformes
Gambar 10. Zosterops atricapilla 
 
Famili              : Zosteropidae                                                
Genus              : Zosterops
Spesies            : Zosterops atricapilla 
Sumber            : Iucnredlist.org
Status              : Least concern
Berdasarkan hasil praktikum maka didapatkan data sebagai berikut bahwa Zosterops atricapilla  betina  memilikki  panjang total (PT) 70 mm, panjang standar (PS) 50 mm, Panjang rentang sayap (PRS) 65 mm, panjang paruh (PP) 11mm,  lebar paruh (LP) 4 mm,  panjang kepala (PK) 2 mm,  lebar kepala (LK) 4 mm, diameter mata (DM) 3 mm, Panjang tarsus (PTs)  12 mm, diameter tarsus (DT) 0,8 mm, panjang ekor ( PE) 30 mm,  iris berwarna hitam, tungging berwarna abu-abu kekuningan, tunggir berwarna hijau kebiruan, , sayap berwarna coklat kehijauan , tarsus coklat, paruh kuning.
Zosterops atricapilla  merupakan burung yang pandai berkicau karena mempunyai pita suara. Jenis burung ini sebagian besar hidup didarat dalam semua macam habitat dan ada yang membuat sarang didalam pohon. Daerah penyebaran burung Pleci mencakup wilayah tropis Afrika, Asia dan Australia bagian utara. Tubuh berkisar antara 8 - 15 cm, dengan ciri khas adanya cincin lingkaran pada mata, tapi untuk beberapa jenis tidak memiliki ciri khas ini. Zosterops sendiri berasal dari bahasa Yunani yang berarti "sabuk mata".Burung ini merupakan penetap di hutan-hutan terbuka di kawasan Asia tropis, mulai dari India ke timur hingga Cina dan Indonesia. Sisi atas tubuh tertutup bulu-bulu kehijauan atau hijau kekuningan (hijau zaitun), sedangkan sisi bawah bervariasi tergantung rasnya, kecuali leher dan dada berwarna kuning terang. Sayap membundar dengan kaki yang kuat. Beberapa ras yang terdapat di Indonesia dan cirinya (Hasman, 2011).
4.1.9  Famili Nectarinidae
Kingdom         : Animalia
Filum               : Chordata
Kelas               : Aves
Ordo                : Nectariniformes       
Gambar 11. Nectarina jugularis
 
Famili              : Nectarinidae
Genus              : Nectarina
Spesies            : Nectarina jugularis Linnaeus 1766
Sumber            : iucnredlist.org
Status              : Least concern
Berdasarkan hasil praktikum maka didapatkan data sebagai berikut bahwa Nectarina jugularis betina  memilikki  panjang total (PT) 90 mm, panjang standar (PS) 80 mm, Panjang rentang sayap (PRS) 65 mm, panjang paruh (PP) 20mm,  lebar paruh (LP) 5 mm,  panjang kepala (PK) 20 mm,  lebar kepala (LK)18 mm, diameter mata (DM) 2 mm, Panjang tarsus (PTs)  40 mm, diameter tarsus (DT) 1,25 mm, panjang ekor ( PE) 30 mm,  iris berwarna coklat kehijauan, tungging berwarna kuning, tunggir berwarna abu-abu, , sayap berwarna kuning abu-abu, tarsus hitam, paruh hitam.
Menurut Holmes dan Nash (1999) Nectarina jugularis memiliki ukuran tubuh yang kecil yaitu 10 cm dan burung ini merupakan burung pemakan nectar, yang memperoleh makanan dari nectar pada pohon atau tumbuhan lain. Ciri-ciri lain yang dimiliki yaitu iris berwarna coklat tua, kaki dan paruhnya berwarna hitam. Perbedaan antara yang jantan dan betina dapat dilihat dari warna bulunya. Pada yang jantan, tubuh bagian bawah berwarna kuning terang sedangkan dagu dan dadanya berwarna hitam agak ungu metalik. Punggungnya berwarna hijau zaitun. Sedangkan betinanya pada tubuh bagian bawah berwarna kuning dan dagu tidak terdapat warna hitam serta alisnya berwarna kuning muda.







V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan didapatkan kesimpulan :
1.      Chloropsis chocinchinensis memiliki tungging berwarna hijau, dengan sayap berwarna hijau, biru dan kuning, dan paruh tipe scarlet breasted, serta cakarnya tipe petengger.
2.      Streptophelia chinensis memilii tungging berwarna putih, tunggir berwarna abu-abu, dan tarsus berwarna ungu, tipe paruhnya yaitu golden plover dengan tipe cakar penggantung.
3.      Lonchura punctulata memiliki iris berwarna coklat, tungging berwarna krem, tunggir berwarna hitam putih, tarsus berwarna coklat, dengan tipe cakar pejalan.
4.      Passer montanus memiliki tungging berwarna coklat muda, tarsus berwarna coklat, tipe paruhnya yaitu hawfinch, dan tipe cakar penggantung.
5.      Anas sp. Memiliki tipe paruh bittem, tipe cakar perenang dan memiliki tarsus berwarna hitam.
6.      Gallus sp. Tungging berwarna coklat, tunggir hijau kebiruan, tarsus berwarna kuning
7.      Zosterops sp. Memiliki warna hijau kekuningan dan warna tarsus coklat
8.      Lonchura maja memiliki kepala berwartna putih
9.      Melopsitacus undulatus memiliki warna tunggir hijau terang dan warna tarsus coklat
10.  Nectrinia jugularis memiliki warna iris coklat kehijauan dan sayap berwarna kuning keabu-abuan
5.2 Saran
Disarankan kepada praktikan agar pada praktikum selanjutnya lebih cepat dalam bekerja dan dalam melakukan pengukuran. Sebaiknya untuk praktikum selanjutnya untuk pengukuran data morfometrik gunakan alat vernier califer dalam pengukuran dan sehingga data yang diperoleh lebih akurat.

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, Ahmat, Gondanisam, Mistar, Giyanto, M. N. Yasin, H. Kasim, Ambrianyah. 2007. Keanekaragaman Hayati (Mammalia, Burung, Amphibia, Reptilia, Ikan Dan Vegetasi) Pada Hutan Rawa Gambut di Area Mawas, Propinsi Kalimantan Tengah.
BirdLife International 2013. Chloropsis cochinchinensis. The IUCN Red List of Threatened Species. Version 2014.3. <www.iucnredlist.org>. diakses 23 April 2015.
BirdLife International 2012. Lonchura maja. The IUCN Red List of Threatened Species. Version 2014.3. <www.iucnredlist.org>. diakses 23 April 2015.
BirdLife International 2012. Lonchura punctulata. The IUCN Red List of Threatened Species. Version 2014.3. <www.iucnredlist.org>. Diakses 23 April 2015.
BirdLife International 2012. Passer montanus. The IUCN Red List of Threatened Species. Version 2014.3. <www.iucnredlist.org>. Diakses 23 April 2015.
BirdLife International 2013. Anas sp.. The IUCN Red List of Threatened Species. Version 2014.3. <www.iucnredlist.org>. diakses 23 April 2015.
BirdLife International 2012. Gallus gallus. The IUCN Red List of Threatened
        Species. Version 2014.3. <www.iucnredlist.org>. Diakses 23 April 2015.
BirdLife International 2012. Zosterops montanus. The IUCN Red List of Threatened Species. Version 2014.3. <www.iucnredlist.org>. Diakses 23 April 2015.
BirdLife International 2012. Melopsittacus undulatus. The IUCN Red List of Threatened Species. Version 2014.3. <www.iucnredlist.org>. Diakses 23 April 2015.
BirdLife International 2012. Streptophelia chinensis. <www.birdlife.org>. diakses 23 April 2015.
BirdLife International 2012. Nectarinia jugularis. The IUCN Red List of Threatened Species. Version 2014.3. <www.iucnredlist.org>. Diakses 23 April 2015.
Buffalo, N.P.1968. Animal and Plant Diversity. Prentice-Hall. Eglewoo Cliffs: New Jersey
Brotowidjoyo, D.M. 1989. Zoologi Dasar. Jakarta: Erlangga.
Djuhanda, T. 1982. Analisa Struktur Vertebrata Jilid I. Bandung: Armico.
Douncet, S. 2001. Struktural Numage Cloration, Maele Body Size and Condition In The Blue_Black Grassguild. Abstract for Condor 104 (1) February, 2002.
Ginn, H.B and D.S. Melville. 1983. Moult in Birds. The British Trust for Ornithology. England.
Hasman, 2011. Studi Jenis-Jenis Burung Di Kampus Universitas Tadulako. Palu: Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako
Holmes, D. Nash, S. 1999. Burung-burung di Sumatera dan Kalimantan.Jakarta: Pusat Penelitian dan Perkembangan Biologi LIPI
Iskandar, J. 1989. Jenis Burung yang Umum di Indonesia. Jakarta: Djambatan
Jasin, M. 1992. Zoologi Vertebrata Untuk Perguruan Tinggi. Surabaya: Sinar Wijaya
Kimball, J.W. 1983. Biologi Jilid 3. Jakarta: Erlangga.
Mckinnon, J.K, Philips and B.V. Balkh. 1988. Burung-Burung di Sumatra, Jawa, Bali dan Kalimantan (termasuk Sabah, Serawak dan Brunei Darussalam). Jakarta : Seri Panduan Lapangan. Puslitbang Biologi-LIPI.
MacKinnon, J. 1991. Panduan Lapangan Pengenalan Burung-burung di Jawa dan Bali. Yogyakarta.: Gadjah Mada University Press
Miller, S.E. and J.B. Harley. 1999. Zoologr Fourth Edition. The Mac Graw. Hill Companies Inc.
      Peterson, R. T. 1964. In The Field Modern Audombon; What Birds is That?. In Sangrani Garden Birds of National Geographic and Reptils. Washington
Radiopoetra. 1996. Zoologi. Jakarta: Erlangga
The British Ornithologists Union. 1985. A Dictionary of Birds. England: Edited by Bryce Cambell and Elisabeth Lack.
Van Tyne, J. and A.J. Berger. 1976. Fundamental Ornithology Second Edition. New York: Awiley-Inter Science Publication.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar