APIKAL
DOMINANSI DAN ABSISI JARINGAN TUMBUHAN
RIMA MELATI
(1310421092)
KELOMPOK III A (KELAS C)
Abstrak
Praktikum tentang apikal dominansi dan
absisi jaringan tumbuhan dilakukan
pada tanggal 3 Mei 2015. di Laboratorium Teaching IV
Jurusan Biologi Fakultas Matimatika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Andalas. Tujuan dari percobaan ini adalah mengamati
hubungan antara aktivitas auksin dengan dominansi tunas apikal dan meneliti
peranan auksin terhadap proses absisi daun. Pada praktikum ini dilakukan
dua percobaan yaitu percobaan auksin dengan apikal dominan dan percobaan auksin
dan absisi jaringan atau organ tumbuhan. Cara kerja
dalam praktikum ini yaitu, dipilih beberapa pucuk Coleus sp, dipangkas dan diberi pasta vaselin dengan perlakuan yang
sama, selanjutnya dimati selama 28 hari, percoban kedua tidak jauh
berbeda dengan percobaan pertama. Hasil percobaan yang didapat adalah auksin
sangat berpengaruh terhadap proses dominansin dan absisi pada tumbuhan.
Kata kunci : Absisi,
Auksin, Coleus sp, Dominansi, Tunas,
PENDAHULUAN
Apikal dominansi merupakan partum buhan
tunas lateral yang terhambat
oleh tunas yang ada pada pucuk. Tunas pada pucuk merupakan pusat pembentukan
auksin dan kemudian diedarkan ke bagian lain dibawahnya. Auksin disintesis
dalam jumlah besar dalam tunas apikal tumbuhan dan bergerak secara basipetal
(ke arah pangkal batang) keseluruhan bagian tumbuhan. Aliran auksin ini
berpengaruh mendorong peman jangan sel batang dan sekaligus menghambat
pertumbuhan tunas pada ketiak daun (tunas lateral). Hal ini menyebabkan
pertumbuhan lateral ke atas cepat (Dwijose putro,1985).
Pemangkasan pada daun muda secara
terus-menerus sama efeknya dengan pemangkasan ke seluruh apek tajuk. Hal itu
menunjukkan bahwa suatu faktor dominansi yaitu zat penghambat terdapat di daun
muda. Jika auksin ditambahkan pada sisa batang yang terpotong, setelah apeks
tajuk dipangkas maka perkembangan kuncup samping dan arah pertumbuhan cabang
yang tegak akan terhambat lagi. Pergantian kuncup atau daun muda oleh auksin
menunjukkan bahwa zat penghambat yang dihasilkan adalah IAA atau auksin lain
(Salisbury dan Ross, 1995).
Banyak faktor yang mempe ngaruhi
ekspresi dominansi apikal, yaitu faktor fisik dan faktok kimiawi. Faktor fisik
antara lain yaitu karbondioksida, oligosakarida, protein, senyawa organik dan
berbagai hormon. Terhambatnya pucuk lateral selama pucuk terminal tumbuh normal
disebut apikal dominansi. Dominansi apikal adalah manifer dalam paling sedikit
tiga cara yaitu: dengan menghambat sepenuhnya pada tunas axilaris, menghambat
pertumbuhan dari suatu pucuk dimana terdapat tunas dominansi, memberi efek-efek
bagian dari pucuk terhadap orientasi pada perkembangan organ lateral (Darmawan
dan Baharsjah, 1983).
Pemberian auksin pada tumbuhan dapat
menghambat pula perkembangan tunas lateral, suatu keadaan yang mirip dengan
dominansi tunas apikal. Salah satu respon jaringan tumbuhan terhadap perlakuan
auksin adalah pertumbuhan atau pembelahan sel secara acak, yang mengakibatkan
terjadinya perbanyakan sel. Kumpulan sel yang tidak atau sedikit terorganisasi disebut
kalus. Batang yang terluka atau dipotong sering didapati membentuk kalus bila
diberi auksin (Noggle and Fritz,
1979).
Dosis tinggi pemberian IAA menyebabkan
terjadinya pembelahan sel dan pemanjangan tunggul, menjadikan daerah tersebut
menjadi penampungan hara sehingga dapat mengalihkan hara dari kuncup samping
dan secara tidak langsung mencegah pertumbuhannya. Hormon IAA bergerak menuruni
batang dari permukaan terpotong tapi tidak memasuki kucup samping. Kalaupun masuk
jumlahnya sanangat kecil sehingga tidak terlacak. Pemberian IAA langsung pada
kuncup samping tidak menghambat pertumbuhannya, bahkan terkadang dapat memacu
(Salisbury dan Ross, 1995).
Bercabang
tidaknya suatu tumbuhan biasanya bergantung pada banyaknya auksin yang
dihasilkan pada tunas apikal. Perkembangan tunas lateral tidak saja dapat
dirangsang dengan menghilangkan tunas apikal tetapi juga dengan memberikan
senyawa-senyawa tertentu atau dengan memberikan lingkungan fisik tertentu yang
dapat menurunkan kandungan auksin tumbuhan. Pemangkasan pucuk untuk mengatasi
dominansi apikal diterap kan dalam praktek budidaya tanaman dengan tujuan
membentuk tanaman atau membuatnya tumbuh subur sehingga dapat menyemak (Devlin, 1975).
Menurut Levitt (1969), absisi pemisahan
bagian tumbuhan yang terjadi secara alami merupakan proses yang terjadi dibawah
kontrol auksin. Ketika masih aktif daun menghasilkan auksin yang ditrans portasikan
kedaerah tangkai daun (petiole) dan menghambat pemben tukan lapisan absisi.
Setelah pema tangan, pembentukan auksin dihen tikan dan ketika kadar auksin men
capai tingkat yang cukup rendah, lapisan absisi akan tebentuk. Pemben tukan
lapisan ini juga didu kung oleh penguraian protein pada daun dan penguraian
asam amino menuju keluar daun. Akan tetapi proses absisi jauh lebih rumit dari
pada hal ini. Absisi dapat diransang (diinduksi) oleh absisi penghambat
pertumbuhan atau zat penyebab dormansi dan auksin bisa jadi memacu atau
menghambat absisi.
Kemampuan auksin untuk memacu terjadinya absisi,
dapat dilakukan dengan pemberian / pengo lesan pasta auksin pada jaringan sisi
proksinal absisi. Pembe rian auksin pada konsentrasi rendah pada kedua sisi
akan menyebabkan efek pema cuan pada salah satu sisi yang dengan kata lain
semakin tinggi feel inhibitor pada daerah yang diberi auksin disebabkan oleh
kesiapan pergerakan pada arah polar menuju kezona absisi (Leopold,1975).
Mekanisme
kerja auksin berla ngsung secara biokimia. Terpa cunya koleptil atau batang
oleh auksin terjadi secara cepat dan mendadak . Respon tersebut mulai tampak
dalam waktu 10 menit hingga berjam-jam dimana pertumbuhan dapat meningkat lima
sampai sepuluh kali lipat. Pertum buhan dengan atau tanpa auksin memerlukan
penyerapan air yang berarti bahwa sel tersebut harus mem pertahankan potensia
airnya agar selalu lebih negatif dari pada potensial air sekitarnya. Jadi
auksin mengakibatkan pengenduran dinding yaitu suatu istilah mengenai sifat
mudah melar atau sifat plastis dinding sel yang diberi auksin (Salisbury dan
Ross, 1995).
PELAKSANAAN
PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat
Praktikum tentang apikal dominansi dan
absisi jaringan tumbuhan pada
tumbuhan dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 3 Mei 2015, yang bertempat di
Laboratorium Teaching IV,
Jurusan Biologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Andalas, Padang.
Alat dan Bahan
Adapun alat yang
digunakan pada praktikum ini seperti pisau silet,
kertas milimeter dan kertas label. Sedangkan bahan yang digunakan adalah 3 pot tanaman Coleussp. pasta vaselin dan pasta IAA vaselin.
Cara Kerja
a.
Hubungan
Auksin dengan Apikal Dominansi
Dipilih 3 pucuk Coleus sp yang bagus. Pucuk pertama dibiarkan saja dan pucuk kedua
dipotong lalu diberi pasta vaselin. Pucuk ketiga dipotong dan diberi pasta IAA
vaselin. Pemotongan dilakukan tepat dibawah pucuk. Pada hari ketujuh vaselin
dan pasta IAA
vaselin diganti dan diamati efek yang
terjadi. Kemudian tanaman dibiarkan tumbuh didalam labor sampai berumur 28 hari
sesudah pemakaian IAA lanolin. Dan kemudian diukur panjang tunas samping yang
tumbuh dan amati hal-hal yang lain.
b.
Auksin
dan Absisi Jaringan atau Organ Tumbuhan
Dipilih dua pasang daun (empat daun)
untuk masing-masing pot dan dipotong dengan pisau silet pada pangkal helaian
daunnya, serta dibiarkan petiolnya. Dibubuhkan pasta vaselin pada ujung 4
petiol pot 1, dan pasta IAA vaselin pada ujung 4 petiol pot kedua. Untuk konrol
adalah potongan tanpa pemberian pasta pada pot ketiga. Setiap petiol diberi
label sesuai dengan perlakuannya. Diukur panjang petiol disaat percobaan
dimualai, dan setiap 3 hari sekali selama 21 hari. Dicatat kapan petiol gugur.
Untuki ini perlu diadakan pengamatan setiap hari.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pengamatan Hubungan Auksin pada Apikal Dominansi
No
|
Perlakuan
|
Hari ke-7
|
Hari ke-14
|
Hari ke-21
|
Hari ke-28
|
1
|
Vaselin P.I
P.II
P.III
|
Belum tumbuh
|
Belum tumbuh
|
Tumbuh
|
Tumbuh
|
Belum tumbuh
|
Belum tumbuh
|
Tumbuh
|
Tumbuh
|
||
Belum tumbuh
|
Belum tumbuh
|
Tumbuh
|
Tumbuh
|
||
2
|
IAA P.I
P.II
P.III
|
Belum tumbuh
|
Belum tumbuh
|
Tumbuh
|
Tumbuh
|
Belum tumbuh
|
Belum tumbuh
|
Tumbuh
|
Tumbuh
|
||
Belum tumbuh
|
Belum tumbuh
|
Tumbuh
|
Tumbuh
|
||
3
|
Kontrol P.I
P.II
P.III
|
Belum tumbuh
|
Belum tumbuh
|
Tumbuh
|
Tumbuh
|
Belum tumbuh
|
Belum tumbuh
|
Tumbuh
|
Tumbuh
|
||
Belum tumbuh
|
Belum tumbuh
|
Tumbuh
|
Tumbuh
|
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pada
percobaan pengaruh auksin pada apikal dominansi pada tanaman Coleus sp pada setiap perlakuan yang diberikan
memberikan pengaruh yang sama. Dapat dilihat pada tabel 1 bahwa pada hari ke 7
pada bagian pucuk Coleus sp yang dipotong belum dan diberi perlakuan dengan vaselin, IAA, dan kontrol
belum menunjukkan adanya pengaruh pemberian pada pucuk coleus yang dipotong
tersebut. Begitupula pada hari ke 14. Pada tiap pucuk yang diberi perlakuan
juga belum tumbuh. Pada hari ke 21 pada bagian pucuk Coleus sp
yang dipotong sudah tumbuh tunas lateral, begitupula pada hari ke 28. Pada bagian
pucuk Coleus sp yang dipotong pada tiap perlakuan
menunjukaan tumbuhnya tunas lateral pada tiap percobaan yang diberikan dan pada
tiap perlakuan yang diberikan. Hal ini menunjukkan bahwa pemangkasan pada
daun muda secara terus-menerus sama efeknya dengan pemangkasan ke seluruh bagian apeks. Jika auksin
ditambahkan pada sisa batang yang terpotong, setelah bagian apeks dipangkas maka perkembangan kuncup
samping dan arah pertumbuhan cabang yang tegak akan terhambat lagi. Pergantian
kuncup atau daun muda oleh auksin menunjukkan bahwa zat penghambat yang
dihasilkan adalah IAA atau auksin lain. Hal
ini sesuai dengan pendapat Dwidjoseputro (1984),
yang menyatakan, bahwa hambatan terhadap pertumbuhan pucuk samping ini ternyata
disebabkan adanya produksi auksin pada ujung pucuk, pemangkasan ujung pucuk
akan menyebabkan pertumbuhan tunas sanping. Selain itu, diperkirakan bahwa
pertumbuhan tunas pucuk adalah karena kahat sitokinin, berarti bahwa tidak
tumbuhnya tunas-tunas samping adalah karena defisiensi terhadap auksin dan
sitokinin. Auksin disintesis dalam jumlah besar dalam tunas apikal tumbuhan dan
bergerak secara basipetal (arah pangkal batang) keseluruh bagian tumbuhan.
Aliran auksin ini berpengaruh mendorong pemanjangan sel batang dan sekaligus
menghambat pertumbuhan tunas pada ketiak daun (tunas lateral). Hal ini
mengakibatkan pertumbuhan keatas yang cepat. Pusat pembentukan
auksin adalah pada ujung koleoptil, jika ujung koleoptil dibuang maka terhambat
pertumbuhannya. Fungsi auksin pada tanaman adalah mengontrol gugur atau
masaknya buah. Auksin dalam pertumbuhan berperan pada perbesaran batang dan
dalam tubuh organ tanaman lain seperti akar dan buah.
Pertumbuhan tunas lateral yang
lambat dapat disebabkan karena produksi auksi pada bagian tunas pucuk
terhambat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bidwel (1979), yang menyatakan
bahwa Auksin berperan dalam aspek pertumbuhan dan perkembangan tanaman yaitu
pembesaran sel yaitu koleoptil atau batang penghambatan mata tunas samping,
dimana pada konsentrasi tinggi dapat menghambat pertumbuhan mata tunas untuk
menjadi tunas absisi (pengguguran) daun aktivitas dari kambium dirangsang oleh
IAA pertumbuhan akar pada konsentrasi tinggi dapat menghambat perbesaran
sel-sel akar.
Burhan (1979) mengatakan
bahwa jika auksin ditambahkan pada sisa batang yang terpotong setelah apek
tajuk dipangkas, maka perkembangan kuncup samping akan terhambat. Penggantian
kuncup samping oleh auksin menunjukkan bahwa zat penghambat yang dihasilkan
adalah IAA atau auksin lain. Dosis
tinggi pemberian IAA menyebabkan terjadinya pembelahan sel dan pemanjangan
tunggul, menjadikan daerah tersebut wadah penampungan hara sehingga dapat
mengalihkan hara dari kuncup samping dan secara tidak langsung untuk mencegah
pertumbuhannya. Hormon IAA ini bergerak menuruni batang dari permukaan
terpotong tetapi tidak memasuki kuncup samping. Kalupun masuk jumlahnya sangat
kecil sehingga tidak terlacak. Pemberian IAA langsung pada kuncup samping tidak
menghambat pertumbuhannya, bahkan dapat untuk memacu.
Tabel 2.
Auksin dan Absisi Jaringan atau Organ Tumbuhan
Perlakuan
|
H-3
|
H-6
|
H-9
|
H-12
|
H-15
|
H-18
|
H-21
|
Vaselin P.I
P.II
P.III
P.IV
|
3,3
|
Lepas
|
Belum tbh
|
Belum tbh
|
Belum tbh
|
Belum tbh
|
Belum tbh
|
1,9
|
Lepas
|
Belum tbh
|
Belum tbh
|
Belum tbh
|
Belum tbh
|
Belum tbh
|
|
1,4
|
Lepas
|
Belum tbh
|
Belum tbh
|
Belum tbh
|
Belum tbh
|
Belum tbh
|
|
1,6
|
Lepas
|
Belum tbh
|
Belum tbh
|
Belum tbh
|
Belum tbh
|
Belum tbh
|
|
IAA P.I
P.II
P.III
P.IV
|
2
|
2,5
|
Lepas
|
Belum tbh
|
Belum tbh
|
Belum tbh
|
Belum tbh
|
2,9
|
2,3
|
Lepas
|
Belum tbh
|
Belum tbh
|
Belum tbh
|
Belum tbh
|
|
1,7
|
2,2
|
Lepas
|
Belum tbh
|
Belum tbh
|
Belum tbh
|
Belum tbh
|
|
1,5
|
2,2
|
Lepas
|
Belum tbh
|
Belum tbh
|
Belum tbh
|
Belum tbh
|
|
Kontrol P.I
P.II
P.III
P.IV
|
1,8
|
Lepas
|
Belum tbh
|
Belum tbh
|
Belum tbh
|
Belum tbh
|
Belum tbh
|
2,3
|
Lepas
|
Belum tbh
|
Belum tbh
|
Belum tbh
|
Belum tbh
|
Belum tbh
|
|
1
|
Lepas
|
Belum tbh
|
Belum tbh
|
Belum tbh
|
Belum tbh
|
Belum tbh
|
|
0,7
|
Lepas
|
Belum tbh
|
Belum tbh
|
Belum tbh
|
Belum tbh
|
Belum tbh
|
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pada tiap
perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap absisi
jaringan pada tumbuhan.pengamatan berikutnya sampai terakhir petiol sudah jatuh
semua. Sedangkan pada perlakuan diberi vaselin IAA petiol tidak ada yang jatuh atau tidak ada yang mengalami absisi sampai akhir pengamatan.
Lakitan
(2007) menyatakan bahwa bercabang tidaknya suatu tumbuhan biasanya bergantung
pada banyaknya auksin yang dihasilkan pada
tunas apikal. Pertumbuhan tunas lateral tidak saja dapat dirangsang dengan
menghilangkan tunas apical tetapi juga dengan memberikan senyawa-senyawa kimia
tertentu atau dengan memberikan lingkungan fisik tertentu yang dapat menurunkan
kandungan auksin tumbuhan. Pemangkasan pucuk untuk mengatasi dominansi apikal
diterapkan dalam praktek budaya tanaman dengan tujuan membentuk tanaman atau
membuatnya tumbuh. Penghambatan laju tunas lateral disebuah tangkai dikotiledon
menurut sejarah merupakan penghambatan pertum buhan yang pertama terbukti oleh
auksin. Tersedianya auksin membatasi perluasan pucuk lateral yang mulur yang
masih merupakan subjek dari penghambatan tumbuhan korelatif, tetapi terdapat
komponen lain dari dominansi apikal yang menentukan pertumbuhan cepat dari awal
dari tunas-tunas axileri.
Devlin (1975)
menyatakan bahwa banyak penelitian yang telah dilakukan terhadap zat pengatur absisi.
Senyawa yang paling banyak dikenal adalah auksin dan etilen. Auksin menghambat
absisi jika dibutuhkan setelah absisi dibentuk, namun belum mengalami pelemahan
struktural. Aktivitas
auksin mengalir dari pucuk ke dasar batang suatu tanaman yang ikut dalam proses
prototropisme. Apabila auksin tidak berkurang, maka akan terbentuk suatu
lapisan khusus yang disebut dangan zona ambibisi, yang merupakan tempat
lepasnya tangkai daun. Absisi
adalah gugurnya suatu organ tanaman
seperti daun , bunga, buah yang dipengaruhi oleh auksin. Absisi terjadi dengan
pecahan jaringan pembuluh secara fisiologis. Zona absisi tidak akan terbentuk
selama auksin yang dihasilkan masih cukup untuk dikirim ketangkai daun.
Pada
sudut yang terbentuk antara masing-masing daun dan batang terdapat suatu tunas
aksiler (axillary bud), yang memiliki
potensi untuk membentuk suatu tunas cabang. Sebagian besar tunas aksiler yang
masih muda adalah dorman. Dengan demikian, pertumbuhan tunas yang masih muda
umumnya dipusatkan pada bagian apeksnya (ujungnya), dimana terdapat tunas
terminal (terminal bud) dengan daun
yang sedang berkembang dan suatu rentetan padat buku dan ruas. Adanya pucuk
sedikit banyak bertanggung jawab terhadap terhambatnya pertumbuhan tunas
aksiler, suatu fenomena yang disebut dominansi apikal (apical dominance) (Bidwell, 1974.
KESIMPULAN
DAN SARAN
Berdasarkan hasil pengamatan dapat
disimpulkan sebagai berikut: Pada
pengamatan hubungan auksin pada apikal dominansi diperoleh bahwa padaa
perlakuan dengan diberikan pasta IAA lebih cepat tumbuh pucuk lateral tunas.
Pada percobaan auksin
dan absisi
jaringan atau organ tumbuhan yang paling cepat lepas saat diberikan perlakuan
dengan pasta IAA, sedangkan untuk perlakuan control dan pemberian vaselin
memberikan pengaruh yang lambat terhadap lepasnya petiol daun.
DAFTAR PUSTAKA
Bidwell, 1974. Plant Physiologi.
Mac New York: Millan Publishingco. Inc.
Campbell dan Reece. 2003. Biologi
Edisi Kelima Jilid 2. Erlangga. Jakarta.
Darmawan, I dan J.
Baharsjah. 1983. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuha Semarang: Suryadan.
Devlin, Robert M. 1975. Plant
Physiology Third Edition. New York: D. Van Nostrand.
Heddy, Suwasono.
1989. HormonTumbuhan. Jakarta : CV
Rajawali
Kimball,
J.W. 1995. Biologi Jilid I. Jakarta:
Erlangga.
Kimball, John W.
1994. BiologiJilid 2. Jakarta
:Erlangga
Noggle,
Ray, R dan Fritzs, J. George. 1979. Introductor
Plant Physiology. New
Delhi: Mall of India Private Ilmited..
Salisbury, Frank B dan Ross, Cleon W. 1995. FisiologiTumbuhanJilid 3. Bandung: ITB
Salisbury, J.W. dan Ross.
1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid I. Bandung: ITB.