Rabu, 13 April 2016

HORMON REGULATOR PERTUMBUHAN PADA TANAMAN

Praktikum respirasi tumbuhan dilakukan pada tanggal 27 April 2015  di Laboratorium  Teaching IV Jurusan Biologi Fakultas Matimatika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Andalas. Praktikum ini bertujuan untuk melihat pengaruh 2,4-Dichlorophenoxyaceticacid pada pertumbuhan akar, melihat bahwa sitokinin merupakan zat pengatur tumbuh yang berperan dalam proses senenscence serta melihat pengaruh giberilin terhadap perkecambahan biji. Praktikum ini dilakukan dengan tiga percobaan yaitu percobaan pertama uji biologis 2,4 Dichlo rophenoxyaceticacid pada pertumbuhan akar untuk melihat pengaruh 2,4 D dalam perkecambahan dan pertumbuhan akar. Percobaan kedua sitokinin dan senescence pada daun tanaman untuk melihat bahwa sitokinin merupakan zat pengatur tumbuh yang berperan dalam perlambatan proses senescence. Percobaan ketiga peranan giberelin (GA3) dalam perkecambahan biji tumbuhan untuk melihat pengaruh giberelin terhadap perkecambahan biji. Hasil pengamatan pada percobaan pertama larutan 2,4 D memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan akar tanaman. Percobaan kedua sitokinin dengan konsentrasi yang berbeda-beda memberi pengaruh terhadap warna daun. Dimana pada konsetrasi yang tinggi antara 0,1 – 1M . Pada percobaan ketiga giberelin dengan konsentrasi yang berbeda-beda memberi pengaruh terhadap perkecambahan bji. Dimana pada konsetrasi yang tinggi antara 0,1 – 1M  memberi pertumbuhan yang baik untuk perkecambahan.

Kata kunci: Biji, hormon, perkecambahan, pertumbuhan, senyawa, tanaman.


PENDAHULUAN
Hormon pertumbuhan menunjukkan pengaruh satu sama lain atau hubungannya dengan perubahan sel-sel dari bentuk-bentuk unit yang bebas menjadi bagian organisme yang menyatu. Dengan adanya hor mon itu, hormon terbagi atas tiga salah satunya adalah auksin, yang mempercepat perkembangan tumbuh
an dengan adanya rangsangan dari perbesaran sel-sel tumbuhan yang akan mempercepat pertumbuhan (Wilson dan Lowis, 1966).
Zat pengatur tumbuh pada tanaman adalah senyawa organik yang bukan hara (nutrient) dengan jumlah yang sangat mendukung, menghambat dan merubah fungsi fisiologi tumbuhan. Hormon tumbuhan adalah zat organik yang dihasilkan oleh tumbuhan yang dalam konsen trasi rendah dapat mengatur proses fisiologi. Pertumbuhan terbesar meru pakan pertumbuhan yang terdiri dari fase membesar dan memanjang dari sel-sel tanaman. Selanjutnya pertu mbuhan terjadi pada daerah meristem atau pada pangkal tanaman yang mempunyai kambium (Devlin, 1975).
Sebagian besar tumbuhan terus menerus tumbuh selama mereka masih hidup, suatu kondisi yang dikenal sebagai pertumbuhan yang tidak terbatas. Sebagian besar hewan sebagai pembanding di tandai dengan pertumbuhan yang terbatas yaitu hewan akan berhenti tumbuh  setelah mencapai ukuran tertentu. Sementara ukuran yang utuh pada umumnya memperlihatkan pertumbuhan yang tidak terbatas, organ pada tumbuhan tertentu seperti daun dan bunga akan memperlihatkan pertumbuhan yang terbatas (Lakitan, 2004).
Zat pengatur tumbuh (ZPT) atau growth regulator (hormon) adalah suatu substansi yang dihasilkan yang bukan nutrisi yang dalam jumlah kecil dapat menyebabkan efek fisiologis. Zat pengatur tumbuh dapat merupak an senyawa kimia tertentu yang dapat disintesa oleh tumbuhan itu sendiri ataupun berasal dari sumberlain (Dwijoseputro1985).,
Ahli biologi tumbuhan telah mengidentifikasi 5 tipe utama ZPT yaitu auksin, sitokinin,  giberelin, asam absisat dan etilen. Tiap kelompok ZPT dapat  menghasilkan beberapa peng    aruh yaitu kelima kelompok ZPT mempengaruhi  pertumbuhan, namun hanya 4 dari 5 kelompok  ZPT tersebut yang dapat mempengaruhi perkembangan tumbuhan yaitu dalam hal diferensiasi sel (Lakitan, 2004).
Pada tanaman ada lima (5) kelompok besar hormon yaitu auksin, giberelin, sitokinin, Absisin (ABA) dan ethylen. Dalam kelompok besar ini mempunyai peranan sendiri-sendiri. Fungsi dari auksin adalah memfor masi organ dengan beriteraksi dengan sitokinin, sintesis protein dan RNA, merelaksasi dinding sel. Auksin dapat ditemukan pada berbagai tanaman  seperti alga, bakteri, lumut, paku, dan tanaman tingkat tinggi. Tempat dari sintesa auksin pada shoot tip, Mikori za, akar Gymnospermae dan bakteri Legume / Rhyzobium, pada akar kacang-kacangan (Peter, 991).
IAA (Indole Acetid Acid), ketiga senyawa tersebut dapat dianggap sebagai senyawa salah satu auksin, salah satunya merupakan Asam 4-Kloroindolasetat (4 Kloro IAA) yang terdapat pada biji muda kacang-kacangan. Asam Fenil asetat (FAA) jumlahnya lebih banyak daripada IAA. Yang kurang aktif yaitu IBA (asam indolbutirat) terdapat pada daun jagung dan tanaman dikotil.Tumbu han memiliki mekanisme untuk menge ndalikan jumlah hormon potensial seperti IAA. Laju sintesis merupakan salah satu mekanisme dan ketidak aktifan sementara melalui pemben tukan konjugat auksin yang mengikat gugus karboksil IAA (Salisbury dan Ross, 1995).
Sitokinin berasal dari kata cyto yang artinya sel, dan kinesis yang artinya pembelahan sel. Adapun bentuk-bentuk sitokinin: sitokinin ala mi, yaitu zeatin yang diekstrak dari jagung. Sitokinin sintesis  antara lain Benzil Adenin (BA) Benzil Amino Purine (BAP) dan Kinetin 2-iP juga termasuk kelompok sitokinin (Bidwell ,1979).
Sitokinin  merupakan suatu ZPT yang mendorong  pembelahan (sitok inesis). Pada beberapa macam  sito kinin merupakan sitokinin alami (misal : kinetin, zeatin) dan beberapa lainnya  merupakan sitokinin sintetik.  Sitokinin alami dihasilkan pada jaringan yang tumbuh aktif terutama pada akar, embrio dan buah. Sitokinin yang diproduksi di akar selanjutnya diangkut oleh xilem menuju sel-sel tar get pada batang (Dwijoseputro, 1985)
Untuk melarutkan sitokinin dipakai larutan  1M HCL. Adapun fungsi dari sitokinin pada tumbuhan yang terutaman sekali adalah dapat menyebabkan pembelahan dan peningkatan jumlah sel dan aktifitas sitokinin merupakan proses penting bagi pertumbuhan tanaman. Fungsi lainnya yaitu pembesaran sel, intera k si dengan auksin, memutuskan dorma nsi dan penghambat penuaan. Kebera daan dari sitokinin yaitu dapat ditemui pada semua bagian  tanaman, teruta ma pada bagian yang sedang berkembang seperti buah, biji atau jari ngan embrional. Sitokinin dapat dite mukan disemua bagian tanaman karena merupakan bagian dari T. RNA yaitu Adenin (Isopentenil Adenin). Untuk pertumbuhan tanaman sitokinin selalu berinteraksi dengan auksin (Bidwell,1979)
Giberelin ditemukan oleh kurosawa, pada tahun 1930.  yaitu seorang penyakit tanaman jepang pada padi yang diserang oleh penyakit “bakanae” atau kecambah totol. Padi yang sakit menjadi panjang dan seperti pita (spindle) dan jamur yang menyebabkan padi sakit tersebut adalah jamur giberella fujikoroi (Fussarium moniliformae) (Salisbury dan Ross, 1995).
Jumlah giberelin yang ditem uk an saat ini yaitu  80 jenis dan diken al sebagai GA1, GA2 dan GA3 serta seterusnya. Distribusi sintesa giberelin pada tanaman yaitu dapat ditemukan pada seluruh bagian tanaman terutaman/terbanayak pada biji yang sedang berkecambah seperti embrio axis, kotiledon dan kulit biji. Bahan baku dari giberelin adalah asetil Co A dan jalur mevalonat. GA 12 merupa kan senyawa perantara untuk meng hasilkan sejumlah giberelin lainya. Dan beberapa senyawa yang memiliki aktivitas mirip giberelin yaitu 1) Helminthrosporal, walau tidak meme liki gibban ring, senyawa ini aktif pada aleuron dari barley yang dapat meningkatkan pertumbuhan batang dan mengatasi kekerdilan dari kecambah jagung;  2) Phaseolic Acid dapat mensintesa enzim alpha amylase; 3) Ecdyson, merupakan hormone steroid dari insect yang mengontrol moulting; 4) Steviol, memi liki kemampuan untuk mengkon versi giberellin pada tanaman (Netty, 2008).
Peranan fisiologis giberelin yaitu dapat mengatasi dormansi biji dan tunas, pembebasan giberelin setelah proses imbibisi, pertumbuhan batang,  dapat mengatasi kekerdilan termasuk dari bawaan genetik, penginduksi pembuangan, dan Sex expression. ABA (Absicid acid) merupakan substansi yang berperan sebagai inhibitor, dialam substanssi ini kebanyakan merupakan senyawa phe nolik dan termasuk kelompok meta bolit skunder.  Disebut sebagai dormin karena hormone in dapat menyeba b kan dormansibiji atau tunas. ABA disintesa diduga pada karetenoid kloroplast karena hubngannya erat sekali. ABA ditransport/translokasikan melalui xylem dan floem. Pada proses pembukaan dan penutupan stomata ABA juga berperan penting pada saat perubaahan turgor dari sel pengiring pada stomata. Celah akan memebuka bila sel pengiring menjadi turgid dan aka membuka bila turgor hilang atau berkurang. Pada tanaman mening katnya ABA akan menyebab kanturgid dari sel pengiring (Campbell dan Reece, 2000).
Sitokinin  merupakan ZPT yang mendorong pembelahan (sito kinesis). Beberapa macam  sitokinin merupakan sitokinin alami (misal : kinetin, zeatin) dan beberapa lainnya  merupakan sitokinin sintetik.  Sitokinin alami dihasilkan pada jaringan yang tumbuh aktif terutama pada akar, embrio dan buah. Sitokinin yang dipro duksi di akar selanjutnya diangkut oleh xilem menuju sel-sel target pada batang (Dwijoseputro, 1985),
Etilen, hormon yang berupa gas yang dalam kehidupan tanaman aktif dalam proses pematangan buah Aplikasi mengandung ethephon, maka kinerja sintetis ethylen berjalan optimal sehingga tujuan agar buah ce pat masak bisa tercapai. (misalnya: Etephon, Protephon) merk dagang antara lain: Prothephon 480SL (Campbell dan Reece, 2003).

PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat
Praktikum tentang respirasi pada tumbuhan dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 27 April 2015, yang bertempat di Laboratorium Teaching IV, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas, Padang.

Alat dan Bahan
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah kertas merang/saring, 16 buah cawan petri, cork borer. Bahan kimia yang digunakan adalah 10 ml larutan baku 2,4-D 100 ppm, kinetin konsentrasi 0,00 ; 0,001 ; 0,01 ; 0,1 ; 1 mg/L aquadest, larutan giberellin 0,001 ; 0,01 ; 0,1 ; 1 mg/L. Bahan tanaman yang digunakan adalah 200 biji tanaman Cucumis sativus, Zea mays dan daun tanaman Hipomea aquatica dalam kondisi segar.  

Cara Kerja
a. Uji Biologis 2,4-D pada Pertum bu han Akar.
Diletakkan selembar kertas saring pada setiap cawan petri dari 6 cawan petri, dari larutan baku 2,4-D dibuat masing-masing 10 ml larutan-larutan 2,4-D dengan konsentrasi sebagai berikut 0.0, 0.001, 0.01, 0.1, 1.0 dan 10 mg/L. setiap petri ditandai dengan angka 1 sampai 6. Dituangkan 10 ml larutN 2,4-D ke dalam masing-masing cawan. Diletakkan 20 biji tanaman dalam masing-masing cawan petri. Disimpan ditempat gelap selama 5 hari. Pada akhir percobaan diukur panjang akar primer setiap kecambah. Dihitung panjang rata-rata pada masing-masing perlakuan. Kemudian dibuat grafik yang memperlihatkan hubungan antara konsentrasi 2,4-D dengan panjang akar primer sehingga dapat diketahui pengaruh dari pema kaian 2,4-D dalam pertumbuhan akar.
b. Sitokinin dan Senescence pada da un tanaman.
Dipersiapkan potongan daun tanaman dengan ukuran proporsional menggu nakan cork borer masing-masing 5 potongan daun untuk 5 perlakuan perc obaan. Larutan dipersiapkan untuk perlakuan yang terdiri dari aquadest dan larutan kinetin (0,00 ; 0,001 ; 0,01 ; 0,1 ; 1 mg/L) masing-masing 10 ml dalam petridisk. Ditempatkan pada masing-masing larutan potongan daun kemudian tutup petri agar tidak terjadi interaksi dengan lingkungan. Diamati apa yang terjadi pada warna daun tersebut selama satu minggu peren daman baik kontrol atau pada perla kuan dengan kinetin.

c. Peranan giberelin dalam perkecam
bahan biji tumbuhan.
Diambil 100 biji tanaman yang seragam (biji tanaman jengger ayam), ditempatkan pada petri yang telah dilapisi dengan kertas saring untuk masing-masing perlakuan sebanyak 20 biji, disimpan ditempat gelap dan dilakukan pemeriksaaan terhadap biji setiap hari apakah telah terlihat ada nya biji yang berkecambah. Kemudian dilakukan penyiraman dengan larutan yang sama jika terjadi kekeringan, dicatat waktu yang diperlukan oleh masing-masing biji berkecambah sesu ai dengan perlakuan dan bandingkan hasilnya diantara masing-masing perla kuan yang diberikan.



PEMBAHASAN
Dari percobaan yang telah dilakukan, didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 1. Uji biologis 2,4 D pada pertumbuhan akar
Tabel 1. Pengukuran panjang akar primer tanaman Cucumis sativus
Perlakuan mg/L
28/04/15
29/04/15
30/04/2015
01/05/2015
02/05/2015
Kontrol
0,3
0,4
0,425
0,28
0,28
0,01
0,2
0,3
0,4
0,28
0,28
0,1
0,2
0,3
0,275
0,275
0,275
1

0,25
0,2
0,2
0,275
10

0,14
0,28
0,28
0,28



Dari praktikum yang telah dilkukan diperoleh hasil bahwa 2,4 D mem berikan pengaruh terhadap pertum buhan akar tanaman dengan perlaku an konsentrasi yang berbeda-beda. Konsentrasi yang paling baik dalam pertumbuhan akar yaitu pada konsentrasi 2,4 D (kontrol). Pada laru tan 2,4-D rata-rata pertumbuhan akar cukup panjang, hal ini men unjukkan bahwa aquadest meru pakan cairan yang paling efektif untuk mempe rcepat pertumbuhan akar.  
Dari  tabel di atas dapat di lihat rata-rata pertumbuhan akar primer pada konsentrasi larutan 2,4-D yang berbeda-beda memberikan pengaruh yang berbeda-beda pula terhadap pertumbuhan akar pada tanaman tersebut. Rata-rata pertumbuhan pan jang akar primer paling tinggi terdapat pada hari ke 5 pengamatan. Hal ini dapat disebabkan karena hormone yang diberikan sudah bekerja secara efektif sehingga mendorong pertam bahan sel pada tanaman. Hal ini didukung oleh pernyataan Nurdin (1997), yang menyatakan bahwa me kanisme kerja auksin dalam mem pengaruhi pemanjangan sel-sel tanaman di atas dapat dijelaskan dengan hipotesis sebagai berikut : auksin menginisiasi pemanjangan sel  dengan cara mempengaruhi pengen doran / pele nturan dinding sel. Ion H+ ini mengaktifkan enzim tertentu sehi ngga memutuskan beberapa ikatan silang hidrogen rantai molekul selu losa penyusun dinding sel. Sel tumbu han kemudian  memanjang akibat air  yang masuk secara osmosis.  Setelah pemanjangan ini, sel terus tumbuh dengan mensintesis kembali material dinding sel dan sitoplasma.
Menurut Salisbury dan Ross (1995), Senyawa 2,4-D (2,4-dich lorophenixy acetid acid) adalah senyawa sistesis yang dalam banyak hal sama dengan hormon tumbuhan alami seperti IAA yang berfungsi utama mendorong pemanjangan kun cup yang sedang berkembang. IAA dapat memacu pemanjangan akar pada konsentrasi yang sangat rendah.  IAA adalah auksin endogen atau auk sin yang terdapat dalam tanaman. IAA berperan dalam aspek pertumbuhan dan perkembangan tanaman yaitu pe mbesaran sel koleoptil atau batang dan penghambatan mata tunas samping. Pada konsentrasi tinggi me nghambat pertumbuhan mata tunas untuk menjadi tunas absisi (penggu guran) daun. Aktivitas dari kambium dirangsang oleh IAA pertumbuhan ak ar  pada konsentrasi tinggi dapat me nghambat perbesaran sel-sel akar.
Berdasarkan hasil penga  matan, semakin rendah konsentrasi 2,4-D yang digunakan, maka akan se makin panjang akar primer yang ter bentuk. Bila 2,4-D diaplikasikan dalam konsentrasi yang tinggi maka proses pembelahan dan perbesaran sel terjadi sangat cepat melebihi situasi normal, akibatnya pembelahan dan perbesaran sel menjadi tidak terkendali yang berakibat pada proses penghambatan pertumbuhan yang pada akhirnya terjadi dengan kema tian biji. Terdapat beberapa biji yang tidak tumbuh pada perlakuan dengan konsentrasi yang lebih rendah, hal ini mungkin saja dikarenakan oleh biji yang digunakan tidak terbasahi oleh larutan tersebut. Selama inkubasi per cobaan, biji-biji tersebut ditem patkan di dalam ruangan gelap tanpa pap aran cahaya matahari. Hal ini dila kukan karena auksin a.kan bekerja optimum pada kondisi cahaya yang ter batas bahkan cenderung gelap. Hal ini sesuai dengan pernyataaan Watti mena (1988), bahwa kondisi cahaya yang minim ini tidak terlalu baik bagi tanaman. Tanaman akan terlihat lebih pucat walaupun tumbuh lebih cepat, karena konsentrasi klorofil yang dikan dung oleh tumbuhan menjadi menurun


Tabel 2. Sitokinin dan Senescence pada daun tanaman
No
Konsentrasi
Pengmatan hari ke-
1
2
3
4
5
6
7
1
Kontrol
Daun mulai menguning
Daun sedikit menguning
Daun hijau kekuningan
Daun hijau kekuningan
Daun hijau kekuningan
Daun hijau kekuningan
Daun hijau kekuningan
2
0,001
Daun mulai menguning
Daun sedikit menguning
Daun hijau kekuningan
Daun hijau kekuningan
Daun hijau kekuningan
Daun hijau kekuningan
Daun hijau kekuningan
3
0,01
Daun mulai menguning
Daun sedikit menguning
Daun hijau kekuningan
Daun hijau kekuningan
Daun hijau kekuningan
Daun hijau kekuningan
Daun hijau kekuningan
4
0,1
Daun mulai menguning
Daun sedikit menguning
Daun hijau kekuningan
Daun hijau kekuningan
Daun hijau kekuningan
Daun hijau kekuningan
Daun hijau kekuningan


Berdasarkan hasil pengamatan diper oleh hasil bahwa sitokinin dapat mem berikan pengaruh yang berbeda terhadap tanaman dengan konsentrasi yang berbeda-beda memberi penga ruh terhadap warna daun. Pada kons etrasi yang tinggi antara 0,1 – 1M  memberi perubahan warna coklat pada daun. Pemberian konsentrasi sitokinin dapat mempengaruhi warna daun, sehingga semakin tinggi kons entrasi maka daun akan semakin menua yang akan berakibat pada pen gguguran daun nantinya.Dapat dilihat pada tabel, bahwa pada mulanya daun yang telah diberi sitokinin pada hari 1 daun mulai menguning dan pada hari terakhir pengamatan daun berwarna coklat kehijauan sehingga pada tanaman dapat menyebabkan peristiwa pengguguran daun.. Hal ini dapat disebabkan karena kerja dari pemberian hormon sitokinin pada tumbuhan tersenut. Hal ini didukung oleh pernyataan muda Burhan (1997), yng menyatakan bahwa penguguran daun merupakan fenomoena yang dialami oleh setiap tumbuhaaun Peng guguran daun atau yang juga disebut dengan absisi terjadi dalam rangka perubahan keadaan pada pangkal tangkai dan helaian daun. Pengg uguran daun juga dilakukan dengan tujuan menyediakan tempat bagi daun – daun baru yang akan tumbuh pada musim selanjutnya. Proses ini diseb abkan oleh beberapa faktor diantarany faktor air, nutrisi, serta hormon pada tumbuhan. Gugurnya daun tidak ha nya dialami oleh daun tua, namun juga daun – daun yang masih muda.
Menurut Darmawan dan Bahar syah (1983), hubungan pengguguran daun dengan kehidupan sel tum buhan. Penggugurnya daun tentu akan sangat berpengaruh terhadap kehidupan sel tumbuhan, terutama sel–sel yang berada disekitar zona absisi. Sebelum daun gugur, sel–sel disekitar zona absisi  mengalami penguraian pada dindingnya, hal ini terjadi akibat aktifitas enzim–enzim seperti selulase dan pektinase yang menghidrolisis bagian dinding sel.


Tabel 3. Pengukuran panjang akar primer
Konsentrasi
Hari ke 1
Hari ke 2
Hari ke 3
Hari ke 4
Hari ke 5
Hari ke 6
Hari ke 7
Kontrol
Belum tumbuh
2 biji yang tumbuh
8 biji yang tumbuh
8 biji yang tumbuh
9 biji yang tumbuh
-
-
0,01
Belum tumbuh
2 biji yang tumbuh
5 biji yang tumbuh
6 biji yang tumbuh
7 biji yang tumbuh
-
-
0,1
Belum tumbuh
2 biji yang tumbuh
5 biji yang tumbuh
6 biji yang tumbuh
7biji yang tumbuh
7 biji yang tumbuh
7 biji yang tumbuh
1
Belum tumbuh
1 biji yang tumbuh
7 biji yang tumbuh
8 biji yang tumbuh
9 biji yang tumbuh
-
-


Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa hormon giberilin menentukan pertumbuhan tanaman, dengan indikador panjang tanaman pada konsentrasi yang berbeda. Giberilin dengan konsentrasi yang berbeda memberikan variasi hasil yang berbeda juga. Dari tabel dapat dilihat bahwa pemberian giberelin dengan konsentrasi yang tinggi antara 0,1 – 1M  memberi pertumbuhan yang baik untuk perkecambahan. Seba gaimana telah diketahui bahwa horm on giberellin merupakan hormon yang yang berfungsi untuk pertambahan panjang tanaman, yang terjadi pada bagian tanaman yang masih muda. Hal ini didukung oleh pernyataan Dwijoseputro (1985), yang menya takan bahwa produksi giberalin yang paling besar berada pada akar dan daun muda. Meskipun demikian pangaruh giberelin hanya pada batang dan daun. Pada batang giberelin bersama auksin merangsang pema njangan dan pembelahan sel batang. Giberelin juga berpengaruh pada perkembangan buah. Namun kinerja giberelin harus dibarengi dengan kontrol auksin. Salah satu contoh pengaplikasian giberelin adalah pada buah anggur Thompson yang tumbuh besar dan terpisah jauh antara buah yang lain. Perkecambahan biji juga dipengaruhi oleh giberelin, karena setelah sebuah biji mengimbibisi air,giberekin akan dibebaskan dan mengakhiri dormansi biji
Hormon Giberelin atau asam giberelat (GA), merupakan hormon perangsang pertumbuhan tanaman yang diperoleh dari Gibberella fujikuroi atau Fusarium moniliforme, aplikasi untuk memicu munculnya bunga dan pembungaan yang serempak (missal nya GA3 yang termasuk hormon perangsang pertumbuhan golongan gas) merek dagang antara lain: Pro Gib. Giberalin alami banyak terdapat didalam umbi bawang merah. Gibe relin ditemukan oleh F. Kurusawa. Giberelin disintesakan dari asam mevalonat (MVA) di jaringan muda dipucuk danpada biji yang sedang berkembang. Meskipun telah banyak ditemukan berbagai bentuk GA den gan berbagai variasi aktivitas biologi nya, hanya 2-3 saja yang dapat dikata kan komersial.Gibberillic acid (GA3) adalah salah satu contoh GA sintetik yang telah banyak digunakan dalam kegiatan kultur jaringan. Penambahan GA kedalam media kultur jaringan dijumpai banyak mengakibatkan munculnya akar atau tunas (Devlin,  1975)

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan sebagai berikut : larutan 2,4 D memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan akar tanaman. Sitokinin dengan konsentrasi yang berbeda-beda memberi pengaruh terhadap warna daun. Dimana pada konsetrasi yang tinggi antara 0,1 – 1 M . Gibe relin dengan konsentrasi yang berbe da - beda memberi pengaruh terhadap perkecambahan bji. Dimana pada konsetrasi yang tinggi antara 0,1 – 1 M  memberi pertumbuhan yang baik untuk perkecambahan.

Saran
Diharapkan kepada praktikan untuk le bih serius dalam menjalani prak tikum agar tujuan dari praktikum ini dapat terlaksana dengan baik dan praktikan dapat mengetahui dan memahami pro sedur kerja sehingga dapat membuat laporan dengan baik dan benar.

DAFTAR PUSTAKA

Bidwell, R. G. S. 1979.  Plant Physiology Second Edition. New York: Mac Million Publishing.

Campbell dan Reece. 2000. Biologi Edisi Kelima Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Campbell dan Reece. 2003. Biologi Edisi Kelima Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Darmawan, J dan Baharsyah.1983. Dasar – Dasar Fisiologi Tanaman. Suryandaru

Devlin, M. R. 1975. Plant Phisology. New York: Willard Grent Press

Dwijoseputro. 1985. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Lakitan, B. 2004. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Netty, WS. 2008. Bahan Ajar Fisiology Tumbuhan. Padang: Unand press

Nurdin, H. 1997.  Buku Ajar Fisiologi Tumbuhan. Padang: Departement Pendidikan dan Kebudayaan  Universitas Andalas

Peter.1991. Fisiologi Tumbuhan. Yog yakarta : Gadjah Mada University Press

Salisbury, J.W. dan Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid III. Bandung: ITB. Utama Semarang.

Wattimena, G. A. 1988. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Bogor: PAU IPB

Wilson, C.L. dan L. E. Lowis. 1966. Botany. New York: Rainhold and Winston..