Senin, 23 Mei 2016

laporan reptil



LAPORAN PRAKTIKUM
TAKSONOMI HEWAN VERTEBRATA
IDENTIFIKASI, MORFOLOGI DAN KUNCI DETERMINASI REPTILIA

OLEH
RIMA MELATI (1310421092)
KELOMPOK IV. A
NAMA ANGGOTA KELOMPOK:
1.      FIRDAWATI FEBRINA R.        (1310421029)
2.      WILFADRI PUTRA J.                (1310421068)
3.      YIN RAMADANI                       (1310421105)
4.      NEZA PRICILIA                                     (1310422005)

ASISTEN PENDAMPING :
1. MUHAMAD  ANUGRAH SAPUTRA
2. AFDHAL TISYAN
download.jpg







LABORATORIUM TAKSONOMI HEWAN
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATIMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG, 2015

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang
Reptilia adalah salah satu hewan kelas vertebrata dalam kelompok hewan yang melata. Seluruh hidupnya sudah menyesuaikan diri dengan kehidupan darat, tidak membutuhkan air untuk pertumbuhan embrionya karena tidak memiliki tingkat larva. Kulit diselaputi sisik keras dari bahan tanduk dan kulit tidak memiliki lendir, Pada yang bertubuh besar dibawah sisik ada kepingan tulang, untuk memperkuat daya perlindungan dilengkapi dengan eksoskelet, ekor panjang, jari-jari bercakar, poikiloterm, bernafas dengan paru-paru saja, pembuahan di dalam tubuh dan ovipar, anggota berjari lima dan beberapa jenis anggota hilang, memiliki kloaka, kemih dan beberapa jenis asam urat dalam fase padat bergabung dengan tinja dan keluar bersama-sama lewat dubur, tidak minum dan menyesuaikan diri hidup di tempat kering. Terdiri dari empat ordo yaitu lacertillia (kadal), ophidia (ular), chrocodilia (buaya) dan chelonia (penyu) (Iskandar, 2000).
Terdapat lebih dari 8000 spesies reptil di bumi. Mereka dapat ditemukan di seluruh benua di dunia, kecuali di Antartika (dimana daerah itu terlalu dingin). Hewan berdarah dingin bukanlah julukan yang tepat untuk mendeskripsikan reptil. Darah mereka tidaklah selalu berdarah dingin. Tapi mereka adalah Ectothermic, yang berarti suhu tubuh mereka mengikuti suhu di sekitar mereka. Reptil tidak bisa mengatur suhu tubuh mereka seperti pada manusia. Reptil adalah spesies yang paling lama tinggal di planet ini. Misalnya, kura besar seperti kura Aldabra dapat hidup lebih dari 150 tahun. Buaya dapat hidup hampir 70 tahun. Ball piton, yang populer jenis hewan peliharaan ular , dapat hidup sampai 40 tahun (Zug, 1993).
Ukuran reptil bervariasi, dari yang berukuran hingga 1,6 cm (tokek kecil, Sphaerodactylus ariasae) hingga berukuran 6 m dan mencapai berat 1 ton (buaya air asin, Crocodylus porosus). Diantara hewan reptil yang paling berkembang adalah ular. Ular merupakan salah satu reptil yang paling sukses berkembang di dunia. Di gunung, hutan, gurun, dataran rendah, lahan pertanian, lingkungan pemukiman, sampai ke lautan, dapat ditemukan ular. Hanya saja, sebagaimana umumnya hewan berdarah dingin, ular semakin jarang ditemui di tempat-tempat yang dingin, seperti di puncak-puncak gunung, di daerah Irlanda dan Selandia baru dan daerah daerah padang salju atau kutub (Djuhanda, 1982).
Reptilia ada yang berbahaya, ada juga yang tidak. Kita harus mengetahui apa saja jenis reptil yang berbahaya dan harus diwaspadai. Selain itu kelas reptilia ini juga banyak memberikan manfaat untuk manusia, ada juga beberapa jenis yang patut dilindungi. Oleh karena itu sangat penting bagi kita untuk mengetahui tentang kelas reptilia karena dalam kehidupan sehari-hari kita sering berhubungan lengsung dengan hewan tersebut. Banyak jenis-jenis ular yang sepanjang hidupnya berkelana di pepohonan dan hampir tak pernah menginjak tanah. Banyak jenis yang lain hidup melata di atas permukaan tanah atau menyusup-nyusup di bawah serasah atau tumpukan bebatuan. Sementara sebagian yang lain hidup akuatik atau semi-akuatik di sungai-sungai, rawa, danau dan laut. Keunikan serta keragaman  hewan dari sub ordo serpentes inilah yang menyebabkan perlu diadakannya praktikum vertebrata mengenai morfologi, identifikasi dan kunci determinasi dari  sub ordo serpents

1.2. Tujuan praktikum
Adapun tujuan diadakam praktikum ini adalah untuk mengetahui ciri-ciri morfologi kelas reptilia menentukan klasifikasi dari masing-masing spesies serta membuat kunci determinasi dari masing-masing spesies.










II. TINJAUAN PUSTAKA


Reptilia merupakan sekelompok vertebrata yang menysuaikan diri di tempat yang kering. Penandukan untuk menjaga banyak hilangnya cairan tubuh pada tempat yang kering. Namun kelas ini diambil dari cara hewan berjalan yaitu reptum yang artinya melata tau merayap. habitatnya, juga tergolong sebagai hewan berdarah dingin. Bedanya dengan klas Amphibia adalah melakukan pembiakan didarat (bukan diair), tubuh hewan ini tertutupi oleh sisik-sisik atau plat-plat dari bahan tanduk (Horny scales or plates)  (Jasin, 1992).
Reptilia memiliki ciri – ciri khusus yaitu tubuh dibungkus oleh kulit kering yang menanduk (tidak licin), biasanya dengan sisik atau carapace, beberapa ada yang memiliki kelenjar dipermukaan kulit, dua pasang anggota extremitas yang masing-masingnya memiliki lima jari dengan kuku-kuku yang cocok untuk berlari, mencengkram dan naik pohon. Golongan reptilian yang masih hidup di air, kakinya menyerupai bentuk dayung bahkan pada ular tidak memiliki kaki sama sekali. Skeleton reptilia mengalami penulangan secara sempurna, tempurung kepala mempunyai satu condylus occipitalis, jantung tidak sempurna, terdiri atas empat ruangan yaitu dua atrium dan satu ventriculus, sepasang archus aorticus, bererytrosit dengan bentuk oval biconvex dan pernafasan selalu dengan paru-paru. Pada umumnya reptilia merupakan hewan yang bersifat ovipar, dimana keturunanya tumbuh di dalam kulit telur. Ada yang perlu dierami dan ada yang tidak. Namun jenis ular laut memiliki sifat vivipar. Keturunannya langsung keluar berupa anak ular  (Pope, 1956).
Reptilia merupakan hewan buas pemangsa serangga. Giginya runcing dan seringnya mempunyai kelenjar racun. Alat gerak reptilia berupa kaki sedangkan pada ular, kaki menghilang. Alat tubuh yang tidak tumbuh atau mengecil disebut rudimenter. Adapula kakinya yang berubah serupa sirip untuk berenang (Djuhanda, 1982).
Kelas reptilia dibagai menjadi 4 ordo, yaitu testudinata / chelonia (contohnya: penyu, kura-kura, dan bulus rhyncocephalia (contohnya: tuatara), squamata (contohnya: serpentes, lacertilia, dan amphisbaena) dan crocodilia (contohnya: buaya, aligator, senyulong, dan caiman). Ordo pertama kelas reptil yaitu ordo testudinata memiliki bentuk tubuh bulat pipih dan umumnya relatif besar, mempunyai cangkang yang keras. terbungkus oleh perisai. Perisai sebelah dorsal cembung yang disebut carapace, dan perisai sebelah ventral datar yang disebut plastron. Kedua bagian perisai itu digabungkan pada bagian lateral bawah, dibungkus oleh kulit dengan lapisan zat tanduk tebal. Tidak mempunyai gigi, tetapi rahang berkulit tanduk sebagai gantinya. Termasuk hewan ovipar. Telurnya diletakkan dalam lubang pasir atau tanah. Ekstremitas sebagai alat gerak baik di darat maupun di air (Brotowidjoyo, 1998).
Ordo testudinata memiliki berapa famili diantaranya yaitu famili testudinidae, famili geoemydidae, dan famili trionychidae.   Famili testudinidae merupakan famili  terbagi menjadi be. Famili ini  memiliki banyak anggota, yang paling terkenal terdapat di Kepulauan Galapagos dan Kepulauan Seychelles. Pada kedua kepulauan tersebut mereka dikenal sebagai kura–kura purba dan kura-kura raksasa. Di Indonesia fosilnya hewan ini dijumpai di Jawa, Flores, Timor dan Sulawesi. Kura–kura Kuning di Sulawesi dan Baning yang terdapat di hutan–hutan Sumatera dan Kalimantan merupakan kerabat kedua anggota familia di Kepulauan Galapagos dan Kepulauan Secheyles yang masih hidup di Indonesia. Di Asia Tenggara terdapat tiga genus yaitu Indotestudo dan Manouria yang masih hidup dan diwakili oleh satu jenis saja di Indonesia, dan Geochelone yang ditemui dalam bentuk fosil di Jawa, Sulawesi dan Nusa Tenggara. Contohnya: Geochelone giganten, Testudo hermanii, Testudo elephantopus (Iskandar, 2000).
Geoemydidae atau lebih dikenal sebagai Bataguridae dianggap sebagai satu suku dengan suku kura–kura air tawar Amerika Selatan. Anggota yang terbesar, yaitu Bajuku atau Biuku, yang berada di Sumatera dan Kalimantan dapat mencapai 1170 mm. Genus Batagur, Callagur, Geoemyda, Malayemys, Notochelys, Orlitia, dan Siebenrockiella hanya mempunyai satu jenis saja. Genus  Coura memiliki lebih dari satu jenis anggota, namun di Indonesia hanya ada satu anggota saja dengan penyebaran yang paling luas. Marga Cyclemys dan  Heosemys di Indonesia hanya memiliki dua anggota saja (Iskandar, 2000).
Trionychidae merupakan kura-kura yang memiliki penyebaran paling luas di dunia. Tiap genus dari suku ini hanya memiliki satu sampai tiga anggota saja yang dapat dibedakan dengan mudah dari perisainya yang berasal dari tulang rawan dan ekornya yang agak panjang. Pada beberapa jenis, kaki belakangnya dapat disembunyikan dalam suatu katub perisai. Lehernya relatif panjang, sehingga kepalanya hampir dapat mencapai bagian belakang tubuhnya. Lubang hidungnya terletak pada ujung moncong yang kecil dan pendek. Ukurannya dapat mencapai panjang satu meter, dengan berat satu kuintal. Marga Amyda, Dogania, dan Pelodiscus hanya diwakili satu jenis saja di Indonesia, sedangkan marga Chitra, Pelochelys diwakili dua jenis saja di Indonesia (Iskandar, 2000).
Ordo yang kedua kelas reptilia yaitu ordo rhynchocephalia. Karakteristik dari ordo ini yaitu tengkoraknya bersifat diapsid (mempunyai dua cekungan didaerah temporal ) tulangtulang gostralia (tulangtulang perut) berkembang dengan baik. Celah kloaka melintang di atap kepala terdapat mata parietal dengan lensa dan retina. mempunyai  1 famili yaitu sphenodobtidae. Contoh spesies pada famili ini yaitu Sphenodon punctatus (Radiopoetra, 1996).
Ordo ketiga kelas reptilia yaitu ordo quamata dibedakan menjadi 3 sub ordo yaitu subordo lacertilia/ sauria, subordo serpentes/ ophidia, subordo amphisbaenia. Adapun ciri-ciri umum anggota ordo Squamata antara lain tubuhnya ditutupi oleh sisik yang terbuat dari bahan tanduk. Sisik ini mengalami pergantian secara periodik yang disebut molting. Sebelum mengelupas, stratum germinativum membentuk lapisan kultikula baru di bawah lapisan yang lama. Pada subordo ophidia, kulit/ sisiknya terkelupas secara keseluruhan, sedangkan pada Subordo Lacertilia, sisiknya terkelupas sebagian. Bentuk dan susunan sisik-sisik ini penting sekali sebagai dasar klasifikasi karena polanya cenderung tetap. Pada ular sisik ventral melebar ke arah transversal, sedangkan pada tokek sisik mereduksi menjadi tonjolan atau tuberkulum. Anggota squamata memiliki tulang kuadrat, memiliki ekstrimitas kecuali pada subordo ophidia, subordo amphisbaenia, dan beberapa spesies ordo lacertilia. Perkembangbiakan ordo squamata secara ovovivipar atau ovipar dengan vertilisasi internal. Persebaran Squamata sangat luas, hampir terdapat di seluruh dunia kecuali Arktik, Antartika, Irlandia, Selandia Baru, dan beberapa pulau di Oceania (Zug, 1993).
Squamata dibedakan menjadi 3 sub ordo yaitu Subordo Lacertilia atau Sauria, Subordo Serpentes atau Ophidia dan Subordo Amphisbaenia. Adapun ciri-ciri umum anggota ordo Squamata antara lain tubuhnya ditutupi oleh sisik yang terbuat dari bahan tanduk. Sisik ini mengalami pergantian secara periodik yang disebut molting. Sebelum mengelupas, stratum germinativum membentuk lapisan kultikula baru di bawah lapisan yang lama. Pada Subordo Ophidia, kulit atau sisiknya terkelupas secara keseluruhan, sedangkan pada Subordo Lacertilia, sisiknya terkelupas sebagian.Bentuk dan susunan sisik-sisik ini penting sekali sebagai dasar klasifikasi karena polanya cenderung tetap. Pada ular sisik ventral melebar ke arah transversal, sedangkan pada tokek sisik mereduksi menjadi tonjolan atau tuberkulum (Radiopoetra. 1996).
Subordo Lacertilia atau Sauria terbagi menjadi beberapa famili yaitu famili gekkonidae, Famili scincidae, dan famili agamidae. Famili agamidae memiliki ciri badan pipih, tubuhnya ditutup sisik bentuk bintil atau yang tersusun seperti genting, demikian pula dengan kepalanya penuh tertutup sisik.Lidahnya pendek, tebal, sedikit berlekuk di ujung serta bervilli.Jari-jarinya kadang bergerigi atau berlunas Tipe gigi acrodont. Habitatnya di pohon dan semak (Zug, 1993).
Famili scincidae badannya tertutup oleh sisik sikloid yang sama besar, demikian pula dengan kepalanya yang tertutup oleh sisik yang besar dan simetris. Lidahnya tipis dengan papilla yang berbentuk seperti belah ketupat dan tersusun seperti genting. Tipe giginya pleurodont. Matanya memiliki pupil yang membulat dengan kelopak mata yang jelas. Ekornya panjang dan mudah putus (Radiopoetra, 1996).
Famili gekkonidae banyak ditemukan di iklim yang hangat. Memiliki keunikan yang berbeda dengan famili yang lain dari vokalisasinya, ketika bersosialisasi dengan gecko yang lain. Banyak spesies anggota gekkonidae yang memiliki jari khusus yang termodifikasi untuk memudahkannya memanjat permukaan vertikal maupun melewati langit-langit dengan mudah. Kebanyakan Gecko berwarna gelap namun ada pula yang berwarna terang. Beberapa spesies dapat mengubah warna kulitnya untuk membaur dengan lingkungannya ataupun dengan temperatur lingkungannya. Beberapa spesies dapat melakukan parthenogenesis dan juga beberapa spesies betina dapat berkembang biak tanpa pembuahan (Zug, 1993).
Subordo serpentes dikenal dengan keunikannya yaitu merupakan reptilia yang seluruh anggotanya tidak berkaki (kaki mereduksi) dari ciri-ciri ini dapat diketahui bahwa semua jenis ular termasuk dalam subordo ini. Ciri lain dari subordo ini adalah seluruh anggoanya tidak memiliki kelopak mata. Sedangkan fungsi pelindung mata digantikan oleh sisik yang transparan yang menutupinya. Berbeda dengan anggota Ordo Squamata yang lain, pertemuan tulang rahang bawahnya dihubungkan dengan ligament elastis (Zug, 1993).
Pada ular terdapat 3 jenis bisa yang digunakan untuk melumpuhkan mangsa, perlindungan diri ataupun untuk membantu pencernaannya, yaitu  Haemotoxin merupakan bisa yang menyerang sistem peredaran darah yaitu dengan cara menyerang sel-sel darah, contoh famili yang memiliki bisa tipe ini adalah Colubridae dan Viperidae. Cardiotoxin, masih berkaitan dengan sistem peredaran darah, bisa jenis ini menyerang jantung dengan cara melemahkan otot-otot jantung sehingga detaknya melambat dan akhirnya dapat berhenti, contoh famili yang memiliki bisa jenis ini tidak spesifik. Dalam arti, banyak famili yang sebagian anggotanya memiliki bisa jenis ini. Neurotoxic merupakan bisa yang menyerang syaraf, menjadikan syaraf mangsanya lemah sehingga tidak dapat bergerak lagi dan dapat dimangsa dengan mudah. Famili Elapidae dan Hydrophiidae adalah contoh famili yang memiliki bisa tipe ini (Jasin, 1992 ).
Famili Colubridae memiliki ciri yang dapat membedakan dengan famili yang lain diantaranya sisik ventralnya sangat berkembang dengan baik, melebar sesuai dengan lebar perutnya. Kepalanya biasanya berbentuk oval dengan sisik-sisik yang tersusun dengan sistematis. Ekor umumnya silindris dan meruncing. Famili ini meliputi hampir setengah dari spesies ular di dunia. Kebanyakan anggota famili Colubridae tidak berbisa atau kalaupun berbisa tidak terlalu mematikan bagi manusia. Gigi bisanya tipe proteroglypha dengan bisa haemotoxin Genusnya antara. lain: Homalopsis, Natrix, Ptyas, dan Elaphe ( Djuhanda, 1982).
Famili Boidae dikenal sebagai famili ular pembelit, habitatnya biasanya arboreal. Dengan persebaran di Columbia, Suriname, Bolivia, Argentina, dan Asia. Pembuluh darah dan organ pernafasannya masih primitive, memiliki sisa tungkai belakang yang vestigial. Moncongnya dapat digerakkan. Tipe giginya aglypha. Famili ini memiliki genus diantaranya: Acrantophis, Boa, Candoia, Corallus, Epicrates, Eryx, Eunectes, Gongylophis, dan Sanzinia (Radiopoetra, 1996).
            Famili  Elapidae merupakan famili yang anggotanya kebanyakan ular berbisa yang banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis.terdiri dari 61 genus dengan 231 spesies yang telah diketahui. Biasanya memiliki gigi bisa tipe Solenoglypha dan ketika menutup gigi bisanya akan berada pada cekungan di dasar bucal. Bisa tipe neurotoxin. Dekat kekerabatannya dengan Famili Hydrophiidae. Pupil mata membulat karena kebanyakan merupakan hewan diurnal. Famili ini dapat mencapai ukuran 6m (Ophiophagus hannah) dan biasanya ovipar namun adapula yang ovovivipar (Hemachatus) (Iskandar, 2000).
Famili Viperidae memiliki gigi bisa solenoglypha dengan bisa jenis haemotoxin. Famili ini kebanyakan merupakan ular terran yang hidup di gurun. Namun ada pula yang hidup di daerah tropis. Tersebar hampir di seluruh dunia. Sisiknya biasanya termodifikasi menjadi lapisan tanduk tebal dengan pergerakan menyamping. Memiliki facial pit sebagai thermosensor. Kebanyakan anggota familinya merupakan hewan yang ovovivipar dan beberapa ada yang bertelur. Subfamili yang ada di Indonesia adalah Crotalinae yang terdiri dari 18 genus dan 151 spesies (Brotowijiyo, 1998).
            Pythonidae merupakan famili dari ular tidak berbisa. Beberapa mengelompokkannya sebagai subfamili dari Boidae yaitu Pythoninae. Pythonidae dibedakan dari Boidae karena mereka punya gigi di bagian premaxila, semacan tulang kecil di bagian paling depan dan tengah dari rahang atas. Kebanyakan hidup di daerah hutan hujuan Tropis. Merupakan ular yang tercatat mampu mencapai ukuran paling besar, 10m (Python reticulatus). Beberapa spesies menunjukkan adanya tulang pelvis dan tungkai belakang yang vestigial berupa taji di kanan dan kiri kloaka. Taji ini lebih besar pada yang jantan dan berguna untuk merangsang pasangannya pada saat kawin (Djuhanda, 1982).
Ordo ketiga ordo crocodilia mencakup hewan reptil yang berukuran paling besar di antara reptil lain. Kulit mengandung sisik dari bahan tanduk. Di daerah punggung sisik-sisik itu tersusun teratur berderet ke arah ternversal dan mengalami penulangan membentuk perisai dermal. Sisik pada bagian dorsal, pada bagian lateral bulat dan pada bagian ventral berbentuk segi empat. Kepala berbentuk piramida, keras dan kuat, dilengkapi dengan gigi-gigi runcing bertipe gigi tecodont. Mata kecil terletak di bagian kepala yang menomornjol ke dorso-lateral. Pupil vertikal dilengkapi selaput mata, tertutup oleh lipatan kulit yang membungkus tulang sehingga lubang tersebut hanya nampak seperti celah. Lubang hidung terletak pada sisi dorsal ujung moncong dan dilengkapi dengan suatu penutup dari otot yang dapat berkontraksi secara otomatis pada saat buaya menyelam. Ekor panjang dan kuat. Tungkai relatif pendek tetapi cukup kuat. Tungkai belakang lebih panjang, berjari 4 dan berselaput. Tungkai depan berjari 5 tanpa selaput (Iskandar, 2000).
Keunikan lain yang dimiliki oleh subordo ini adalah seluruh organ tubuhnya termodifikasi memanjang. Dengan paru-paru yang asimetris, paru-paru kiri umumnya vestigial atau mereduksi. Memiliki organ perasa sentuhan (tactile organ) dan reseptor yang disebut organ jacobson ada pula pada beberapa jenis yang dilengkapi dengan thermosensor. Ada sebagian famili yang memiliki gigi yang fungsi utamanya untuk melumpuhkan mangsa dengan jalan mengalirkan bisa ke dalam aliran darah mangsa (Bassu, 2008).


           


III. PELAKSANAAN PRAKTIKUM


3.1  Waktu dan Tempat
Praktikum  morfologi dan identifikasi kelas reptil  dilaksanakan pada hari Selasa, 24 Maret dan 14 April 2015 d pukul 13.00 – 15.30 WIB di laboratorium Taksonomormi Hewan, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas, Padang.

3.2  Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah penggaris, spons hitam, kamera dan worksheet. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu Bronchocela cristatella, Gonocephalus grandis, Draco melanoporgon, Dogonia sublana, Eutropis multifasciata, Eutropis rudis, Gekko monarchus, Hemidactylus frenatus, Heosemys spinosa, Trachemys scripta, Cuora amboinensis, Dendrelaphis caudalineatus, Ahaetulla prasina, Ahaetulla mycterizans, Boiga cynodon, Naja sumatrana, Python reticulata, Tropidolaenus wagleri, Chrysopelia pelias, Popeia barati

3.3  Cara kerja
3.3.1 Non Serpentes
Objek diletakkan pada bak bedah Objek diamati dan kemudian dilakukan pengukuran serta perhitungan terhadap karakteristiknya, yaitu sebagai berikut total length (TL), snout-to-vent length (SVL), tail length (TAIL), tympanium diameter (TD), eye diameter (ED), head width (HW), head length (HL), snout length (SL), fore foot length (FFL), limb front-foot length (LFL), upper front-foot length (UFL), hind foot length (HFL), limb hint-foot length (LHL), upper hind-foot length (UHL), body length (BL), wing span (WS), total supra labial scales (TSLS), total infra labial scales (TILS), total vertebral shell turtle (TVST), total pleural shell turtle (TPST), total marginal shell turtle (TMST).

3.3.2 Serpentes
Objek diletakkan pada bak bedah dengan posisi kepala disebelah kiri. Objek itu diamati, dan difoto. Kemudian dilakukan pengukuran serta perhitungan terhadap karakteristiknya, yaitu sebagai berikut : total length (TL), snomorut-to-vent length (SVL), tail length (TAIL), fore foot length (FFL), hind foot length (HFL), head length (HL), head width (HW), snomorut length (SL), eye diameter (ED), tympanium diameter (TD), wing span (WS), limb font-foot length (LFL), upper front-foot length (UFL), limb hind-foot length (LHL), upper hind-foot length (UHL), body length (BL), total supra labial SECales (TSLS), total infra labial SECales (TILS), total vertebrals shell turtle (TVST), total pleural shell turtle (TPST), total marginal shell turtle (TMST), panjang ekor (TaL), panjang moncong (Snl), panjang lubang hidung (D-In), jarak antar sisik supra ocular (D-spOc), jumlah sisik selingkar badan (MSR), jumlah sisik ventral (VEN), jumlah sisik supralabial (SEC), jumlah sisik infralabial (IL) warna dan corak tubuh. Setelah dilakukan pengukuran, diidentifikasi dan dibuat klasifikasinya.















IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.2 Deskripsi reptil serpents
Dari praktikum yang telah dilakukan tentang identifikasi dan morfologi reptil subordo serpents yaitu:
4.2.1 Famili Colubridae
4.2.1.1  Dendrelaphis caudalineatus
Kingdo            : Animalia
Filum               : Chordata
Kelas               : Reptil           
Ordo                : Squamata
 Gambar 14. Dendrelaphis caudalineatus
 
Famili              : Colubridae               
Genus              : Dendrelaphis
Species            : Dendrelaphis caudalineatus (Gmelin, 1789)     
Sumber            : Reptile database.org
Status              :    -
Dari hasil pengukuran dan pengamatan Dendrelaphis caudalineatus di peroleh hasil sebagai berikut: panjang standar (SVL) 600 mm, panjang ekor (TaL) 180 mm, panjang total (TL) 780 mm, panjang moncong (Snl) 20 mm, diameter mata (ED) 4 mm, lebar kepala (HW) 10 mm, panjang lubang hidung (D-In) 5 mm, jarak antar sisik supra ocular (D-spOc) 8 mm, jumlah sisik selingkar badan (MSR) 16 Buah, jumlah sisik ventral (VEN) 136 buah, jumlah sisik ekor (SEC) 85 pasang, jumlah sisik supralabial (SSL) 8, jumlah sisik infralabial (IL) 8, panjang kepala (Hl) 20 mm, bentuk pupil rounded, bentuk sisik smooth, anal plate devided, bentuk sisik ekor doble raw, bentuk kepala medium, bentuk rostral rounded, bentuk tubuh rounded,  sisik loreal 2, tidak ada loreal pit, bentuk sisik anal devided, habitat diarboreal, bagian atas ular berwarna coklat bagian bawah tubuhnya berwarna kuning kehitaman.
Menurut Stuebing (1999), Dendrelaphis caudalineatus merupakan jenis ular yang kurus ramping, panjang hingga sekitar 1,5 m, meskipun pada umumnya kurang dari itu. Ekornya panjang, mencapai sepertiga dari panjang tubuh keseluruhan. Coklat zaitun seperti logam perunggu di bagian punggung. Hal ini sesuai dengan data yang diperoleh pada saat pengamatan bahwa Dendrelaphis caudalineatus memiliki panjang total tubuh 780 mm. Terdapat warna-warna peringatan berupa bintik-bintik hijau terang kehijauan di bagian leher hingga tubuh bagian muka, yang biasanya tersembunyi di bawah sisik-sisik hitam atau perunggu dan baru nampak jelas apabila si ular merasa terancam. Sisik-sisik ventral putih kekuningan atau kehijauan.
Menurut Tweedie (1983), ciri yang mencolok dari Dendrelaphis caudalineatus memiliki kepala yang lebih terang dari pada badan dengan ukuran mata yang besar. Bagian dorsal memiliki skala sisik yang berbeda. Ukuran baris dorsal bagian tengah semakin kebawah semakin besar atau lebar. Perut dengan tipe scute sangat lebar yang memfasilitasi pada saat mendaki atau memanjat. Memiliki ekor yang panjang. Hewan jenis ini terdapat di hutan basah, hutan pegunungan dan juga hidup di hutan-hutan bambu. Terkadang jenis ini mengikuti habitat manusia Di daerah Himalaya termasuk Indocina, Hainan dan pilipina diperkirakan terdapat empat sub spesies dari jenis ini.
4.2.1.2  Ahaetulla prasina
1397537125288Kingdom         : Animalia
Filum               : Chordata
Kelas               : Reptil
Ordo                : Squamata                             
Famili              : Colubridae
Genus              : Ahaetulla                                          Gambar 15. Ahaetulla prasina
Spesies            : Ahaetulla prasina (Boie, 1827)
Sumber            : Reptil-database.org
Status              : -
Dari hasil pengukuran dan pengamatan Ahaetulla prasina di peroleh hasil sebagai berikut: panjang standar (SVL) 985 mm, panjang ekor (TaL) 580 mm, panjang total (TL) 1570 mm, panjang moncong (Snl) 5 mm, diameter mata (ED) 5 mm, lebar kepala (HW) 15 mm, panjang lubang hidung (D-In) 4 mm, jarak antar sisik supra ocular (D-spOc) 10 mm, jumlah sisik selingkar badan (MSR) 17 buah, jumlah sisik ventral (VEN) 198 buah, jumlah sisik ekor (SEC) 143 pasang, jumlah sisik supralabial (SSL) 5, jumlah sisik infralabial (IL) 5, panjang kepala (Hl) 45 mm, bentuk pupil lomjong, bentuk sisik smooth, anal plate devided, bentuk sisik ekor doble raw, bentuk kepala segitiga, bentuk rostral segitiga, bentuk tubuh pipih, sisik loreal ada, tidak ada loreal pit, bentuk sisik anal devided, habitat diarboreal, bagian atas ular berwarna hijau dan bagian bawah tubuhnya berwarna hijau cerah.
Menurut David dan Vogel (1997), Dendrelaphis caudalineatus merupakan ular berwarna hijau, panjang dan amat ramping. Terkadang ada pula yang berwarna coklat kekuningan atau krem atau keputihan, terutama pada hewan muda. Panjang tubuh keseluruhan mencapai 2 m, meski kebanyakan sekitar 1,5 m atau lebih, lebih dari sepertiganya adalah ekornya yang kurus seperti cambuk perisai (sisik-sisik besar) di bibir atas (supralabial) 8-9 buah, yang nomor 4 sampai 6 menyentuh mata. Sisik-sisik dorsal dalam 15 deret, 13 deret di dekat ekor. Sisik-sisik ventral 189-241 buah sisik anal berbelah, jarang tunggal  sisik-sisik subkaudal 169-183 buah.
Berdasarkan hasil praktikum yang didapatkan sewaktu praktikum terlihatlah perbedaan karakteristik yang didapatkan pada saat pengukuran dengan pendapat David dan Vogel (1997),  . Jumlah sisik ventral yang didapatkan sewaktu praktikum adalah 198 buah dan jumlah sisik supra labial nya dalah 5 pasang, hal ini ternyata berbeda dengan yang ada pada pendapat David dan Vogel (1997),  . walaupun sebenarnya perbedaan ini tidak terlalu jauh. pendapat David dan Vogel (1997), Dendrelaphis caudalineatus mempunyai jumlah sisik ventral sebanyak 189-241  buah, sedangkan jumlah sisik supralabial (sisik di bibir atas) adalah 8-9 pasang. Hal ini dapat terjadi karena kurang telitinya praktikan dalam melakukan pengukuran.






4.2.1.3  Ahaetulla mycterizans
Kingdom         : Animalia
Filum               : Chordata
Kelas               : Reptil                       
Ordo                : Squamata                             
Famili              : Colubridae
Genus              : Ahaetulla                              Gambar 16. Ahaetulla mycterizans
Spesies            : Ahaetulla mycterizans (Linnaeus, 1758)
Sumber            : Reptil-database.org
Status              : -
Dari hasil pengukuran dan pengamatan Dendrelaphis caudalineatus di peroleh hasil sebagai berikut: panjang standar (SVL) 920 mm, panjang ekor (TaL) 960 mm, panjang total (TL) 420 mm, diameter mata (ED) 5 mm, lebar kepala (HW) 14 mm, panjang lubang hidung (D-In) 3 mm, jarak antar sisik supra ocular (D-spOc) 10 mm, jumlah sisik selingkar badan (MSR) 20 buah, jumlah sisik ventral (VEN) 218 buah, jumlah sisik ekor (SEC) 75 pasang, jumlah sisik supralabial (SSL) 10, jumlah sisik infralabial (IL) 11, panjang kepala (Hl) 3 mm, bentuk pupil lonjong, bentuk sisik smooth, anal plate devided, bentuk sisik ekor doble raw, bentuk kepala segitiga, bentuk rostral segitiga, bentuk tubuh pipih, sisik loreal ada, tidak ada loreal pit, bentuk sisik anal devided, habitat diarboreal, bagian atas ular berwarna hijau dan bagian bawah tubuhnya berwarna hijau cerah.
            Menurut Djuhanda (1982), Ahaetulla mycterizans memiliki ciri badanya langsing dan kepalanya berbentuk segitiga yang cukup runcing dengan sisik-sisik yang tersusun dengan sistematis. Memiliki warna yang menyerupai daun-daunan diatas pohon atau batang pohon dengan variasi warna hiajau terang hingga coklat. Selain itu ular ini memiliki bola mata yang horizontal dengan bentuk pupil lonjong. Hal ini sesuai dengan data yang diperoleh pada saat praktikum bahwa Ahaetulla mycterizansperti memiliki bentuk pupil yang lonjong dan warna hijau terang seperti daun. 

4.2.1.4  Boiga cynodon
Kingdom         : Animalia
Filum               : Chordata
Kelas               : Reptil           
Ordo                : Squamata                                         
Famili              : Colubridae               
Gambar 17. Boiga cynodon
 
Genus              : Boiga
Spesies            : Boiga cynodon Boie, 1827
Sumber            : Reptil-database.org                                                
Dari hasil pengukuran dan pengamatan pada Boiga cynodon maka di peroleh hasil sebagai berikut: panjang standar (SVL) 1778 mm, panjang ekor (TaL) 493 mm, panjang total (TL) 2271 mm, panjang moncong(Snl) 35 mm, diameter mata (ED) 6 mm, lebar kepala (HW) 25 mm, panjang lubang hidung (D-In) 7  mm, jarak antar sisik supra ocular (D-spOc) 12 mm, jumlah sisik selingkar badan (MSR) 17 buah, jumlah sisik ventral (VEN) 286, jumlah sisik ekor (SEC) 144, jumlah sisik supralabial (SSL) 9, jumlah sisik infralabial (IL) 14, panjang kepala (Hl) 50 mm, pupil vertikal, bentuk sisik keeled, anal plate devided, bentuk sisik ekor double raw, bentuk kepala medium head, bentuk rostral rounded, bentuk tubuh silinder, ada sisik loreal 1, tidak ada loreal pit, sisik anal devided, habitat arboreal, bagian atas ular berwarna coklat bergaris hitam.
Menurut Stubeing (1999), Boiga cynodon panjang total tubuhnya mencapai 2450 mm. Jenis ini mempunyai pola warna dasar orange kecoklatan  (kecuali ekor), hanya bagian atas dan bawah badan saja berwarna hitam. Kepala dan badannya berwarna coklat muda atau kekuning-kuningan dengan garis-garis melintang berwarna hitam (gelap) kadangkala ada bintik-bintik putih (terang) yang semakin lebar ke arah ekornya. Pada kepala terdapat garis yang berasal dari mata sampai ke tengkuk. Perut berwarna coklat muda (terang). Ular ini biasanya ditemukan pula dalam bentuk seluruh tubuhnya berwarna hitam, hal ini sesuai dengan dat yang diperoleh pada saat pengamatan bahwa Boiga cynodon memiliki tubuh yang panjang, 2271 mm.
Boiga cynodon disebut juga dengan ular mangrove, ular pohon dari family colubridae. Dapat ditemui di hutan kering dan hutan hujan tropic serta daerah mangrove. Bagian dorsal dari spesies ini berwarna terang dan sisik saling berhimpitan. Beberapa jenis boiga memiliki perubahan warna yang mencolok sebagai tanda pertumbuhan dari kecil menuju dewasa. Sebagian besar dari jenis ini memakan burung-burung kecil (Tweedie, 1983).
4.2.1.5  Chrysopelia pelias
Kingdom         :  Animalia
Filum               : Chordata
Kelas               : Reptilia                     
Ordo                : Squamata
Famili              : Colubridae
Gambar 18. Chrysopelia pelias
 
Genus              : Chrysopelia
Speies              : Chrysopelia pelias Smith 1930
Sumber            : www.iucnredlist.org
Status              : Least concern
Dari hasil pengukuran dan pengamatan pada Boiga cynodon maka di peroleh hasil sebagai berikut: panjang standar (SVL) 290 mm, panjang ekor (TaL) 140 mm, panjang total (TL) 430 mm, panjang moncong(Snl) 4 mm, diameter mata (ED) 3mm, lebar kepala (HW) 15 mm, panjang lubang hidung (D-In) 4  mm, jarak antar sisik supra ocular (D-spOc) 6 mm, jumlah sisik selingkar badan (MSR) 16 buah, jumlah sisik ventral (VEN) 165, jumlah sisik ekor (SC) 72 jumlah sisik supralabial (SSL) 9, jumlah sisik infralabial (IL) 8, panjang kepala (Hl) 17 mm, pupil rounded, bentuk sisik smooth, anal plate devided, bentuk sisik ekor double raw, bentuk kepala medium head, bentuk rostral tumpul, bentuk tubuh silinder, ada sisik loreal 3, tidak ada loreal pit, sisik anal devided, habitat arboreal.
                  Rodrigues (2003) bahwa  Chrysopelea pelias adalah spesies ular terkecil terbang, mencapai hingga dua meter panjangnya. warna dasar adalah abu-abu hitam atau gelap, dan seluruh tubuh ditutupi dengan kuning merah dan tipis tebal dengan pita hitam. Genus Chrysopelea juga memiliki garis ventrolateral berwarna krem, sementara ventrals berwarna hijau pucat. Meskipun kecil, itu tidak diragukan lagi salah satu spesies ular paling langka terbang dalam jangkauan. Hal ini juga,sangat mungkin, glider terbaik di antara semua ular terbang.
4.2.2 Famili Elapidae
4.2.2.1 Pelamis platurus
Kingdom         :  Animalia
Filum               : Chordata
Kelas               : Reptilia
Ordo                : Squamata
Gambar 19. Pelamis platurus
 
Famili              : Elapidae                   
Genus              : Pelamis
Speies              : Pelamis platurus Linnaeus, 1766
Sumber            : www.iucnredlist.org
Status              : Least concern
Dari hasil pengukuran dan pengamatan pada Pelamis platurus maka di peroleh hasil sebagai berikut: panjang standar (SVL) 320 mm, panjang ekor (TaL) 43 mm, panjang total (TL) 415 mm, , diameter mata (ED) 3 mm, lebar kepala (HW) 12 mm, panjang lubang hidung (D-In) 3 mm, jarak antar sisik supra ocular (D-spOc) 7 mm, jumlah sisik selingkar badan (MSR) 69 Buah, jumlah sisik ventral (VEN) 10, jumlah sisik ekor (SC) 87, jumlah sisik supralabial (SSL) 22, jumlah sisik infralabial (IL) 21, panjang kepala (HL) 20mm, bentuk pupil rounded, bentuk sisik smooth, anal plate entired, bentuk sisik ekor singel, bentuk kepala medium, bentuk rostral triangular,tidak ada sisik loreal,  tidak memiliki loreal pit, bentuk sisik anal divided, habitat arboreal.
Menurut Zug ( 1993), Pelamis platurus merupakan ular yang pada bagian atas tubuh ular ini berwarna hitam atau coklat gelap dan bagian bawahnya berwrna kuning cerah. Ular ini merupakan spesies pelagik yang tidak pernah meninggalkan lautan. Ular ini pun jarang menyerang manusia, namun ia akan menyerang jika diganggu. Racun mereka bersifat neurotoksin dan sangat mematikan. Habitat  ular ini hampir di seluruh lautan kecuali samudra Atlantik.  Pelamis platurus merupakan ular yang memiliki panjang tubuh rata-rata 0.7 meter, maksimum 1.1 meter. Penyebaran ular ini sepanjang samudra pasifik, mulai dari kepulauan pasifik, hawaii dan sampai costa rica dan panama.
4.2.3 Famili Pythonidae         
4.2.3.1  Python curtus
Kingdom         : Animalia
Filum               : Chordata
Kelas               : Reptil                       
Gambar 20. Python curtus
 
Ordo                : Squamata                             
Famili              : Pythonidae   
Genus              : Python                                 
Species            : Python curtus Sechneider,1801
Sumber            : Reptil-database.org
Status              : -
Dari hasil pengukuran dan pengamatan pada Python curtus maka di peroleh hasil sebagai berikut: panjang standar (SVL) 130 mm, panjang ekor (TaL) 100 mm, panjang total (TL) 1320 mm, diameter mata (ED) 5 mm, lebar kepala (HW) 30 mm, panjang lubang hidung (D-In) 12 mm, jarak antar sisik supra ocular (D-spOc) 27 mm, jumlah sisik selingkar badan (MSR) 55 Buah, jumlah sisik ventral (VEN) 170, jumlah sisik ekor (SEC) 27, jumlah sisik supralabial (SSL) 10, jumlah sisik infralabial (IL) 60, panjang kepala (Hl) 40 bentuk pupil lonjong, bentuk sisik smooth, anal plate entire, bentuk sisik ekor doble raw, bentuk kepala segitiga, bentuk rostral tumpul, bentuk tubuh stoud, sisik loreal ada, memiliki loreal pit, bagian atas ular berwarna coklat.
Menurut Stuebing (1999), Python curtus merupakan ular yang bisa mencapai panjang lebih dari 10 meter. Ular ini memiliki bintik kehitaman pada warna kulitnya yang berwarna coklat. Bentuk tubuh ular ini tipical dengan kepala yang meruncing. Ular ini memiliki sisik-sisik dorsal dalam 21 deret, 18 deret di dekat ekor. sisik-sisik ventral 210-283 buah. Hal ini tidak sesuai dengan data yang diperoleh pada saatpengukuran. Pada saat pengukuran diperoleh hasil bahwa Python curtus memiliki bentuk tubuh stoud hal ini dapat disebabkan karena kurang pahamnya praktikan tentang macam-macam bentuk tubuh pada ular. Untuk jumlah sisik ventral juga berbeda, hal ini dapat disebabkan karena kurang telitinya praktikan dalam menghitung jumlah sisik ventral Python curtus atau dapat juga disebabkan karena ukuran ular yang dilakukan perhitungan morfometrik oleh Stuebing (1999), tidak sama dengan ular yang digunakan pada saat praktikum.
Python curtus biasa dikenal dengan sebutan ular sanca kembang ini memiliki warna menarik, terdapat kaki rudimenter (kaki yang tereduksi). Ular sanca termasuk ular yang berumur panjang, hingga lebih dari 25 tahun. Kelebihan ular sanca kembang adalah memiliki penciuman yang tajam. Phyton hidup di hutan-hutan tropis yang lembab. Ular-ular berukuran besar dilaporkan memangsa anjing, monyet, babi hutan, rusa, bahkan manusia yang tersesat ke tempatnya menunggu mangsa (Pope, 1956).
4.2.4 Famili Viperidae
4.2.4.1  Tropidolaenus wagleri
Kingdom         : Animalia
Filum               : Chordata                              
Kelas               : Reptil
Ordo                : Squamata
Famili              : Viperidae                 
Genus              : Tropidolaenus                       Gambar 21. Tropidolaenus wagleri
Species            : Tropidolaenus wagleri Muller, 1830
Sumber            : Reptil-database.org
Dari hasil pengukuran dan pengamatan pada Tropidolaemus wagleri maka di peroleh hasil sebagai berikut: panjang standar (SVL) 515 mm, panjang ekor (TaL) 105 mm, panjang total (TL) 620 mm, , diameter mata (ED) 3 mm, lebar kepala (HW) 34 mm, panjang lubang hidung (D-In) 10 mm, jarak antar sisik supra ocular (D-spOc) 20 mm, jumlah sisik selingkar badan (MSR) 148 Buah, jumlah sisik ventral (VEN) 1, jumlah sisik ekor (SEC) 35, jumlah sisik supralabial (SSL) 19, jumlah sisik infralabial (IL) 20, bentuk pupil lonjong, bentuk sisik smooth, anal plate entired, bentuk sisik ekor double raw, bentuk kepala segitiga, bentuk rostral segitiga, bentuk tubuh stoud, tidak ada sisik loreal, memiliki loreal pit.
Menurut Pope (1956), Tropidolaemus wagleri memiliki bentuk kepala triangular, bentuk pupil ventrikal, bentuk tubuh tumpul, ular ini memiliki sisik lingkar badan sebanyak 22 buah, sisik ventral 110 buah, dan jumlah sisik ekor 56 buah. Ular ini aktif pada malam hari, siang hari umumnya terletak melingkar di pepohonan. Ular jenis ini memiliki racun jenis haemotoxic, berarti itu adalah racun untuk sistem darah. Ular jantan bisa mencapai panjang 75 cm, namun ular betina bisa mencapai panjang hingga 3 meter.
Berdasrkan prktikum yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa Tropidolaemus wagleri memiliki bentuk kepala yang segitiga. Hal ini sesui dengan pernyataan Pope (1956), yang menyatakan bahwa Tropidolaemus wagleri memiliki bentuk kepala triangular. Tetapi untuk jumlah sisik ventral yang diperoleh pada saat praktikum tidak sesuai dengan pernyataan Pope (1956), yang menyatakan bahwa Tropidolaemus wagleri memiliki sisik ventral 110 buah, sedangkan pada saat pengamatan hanya diperoleh jumlah sisik ventral hanya 1 buah. Hal ini dapat disebabkan karena kesalahan praktikan dalam menghitung jumlah sisik ventral dan dapt juga disebabkan kareana kurangnya pengetahuan praktikan dalam mengetahuai bagian dari sisik ventral tersebut.
4.2.4.2 Popeia barati
Kingdom         :  Animalia
Filum               : Chordata
Kelas               : Reptilia
Ordo                : Squamata
Famili              : Viperidae
Gambar 22. Popeia barati
 
Genus              : Popeia          
Speies              : Popeia barati (Regennas & Kramer, 1981)
Sumber            : www.iucnrelist.org
Status              : Least concern
Dari hasil pengukuran dan pengamatan pada Popeia barati maka di peroleh hasil sebagai berikut: panjang standar (SVL) 540 mm, panjang ekor (TaL) 160 mm, panjang total (TL) 845 mm, , diameter mata (ED) 2 mm, lebar kepala (HW) 20 mm, panjang lubang hidung (D-In) 10 mm, jarak antar sisik supra ocular (D-spOc) 20 mm, jumlah sisik selingkar badan (MSR) 14 Buah, jumlah sisik ventral (VEN) 1, jumlah sisik ekor (SC) 35, jumlah sisik supralabial (SSL) 19, jumlah sisik infralabial (IL) 20, panjang kepala (HL) 40mm, bentuk pupil lonjong, bentuk sisik smooth, anal plate entired, bentuk sisik ekor double raw, bentuk kepala segitiga, bentuk rostral triangular, bentuk tubuh spoud, tidak ada sisik loreal, memiliki loreal pit.
Menurut Pope (1956), Popeia barati  merupakan spesies dengan tubuh memanjang, silindris, kepala segitiga,  jelas berbeda dari leher, moncong panjang sisik dorsal terletak pada baris 17-19, jumlah sisik ventral pada ular jantan yaitu 142-157 dan pada ular betina yaitu 146-160 sisik subcaudal memiliki jumlah 9-11 scales.Spesies ini dapat ditemukan  di Indonesia di Sumatera ( Barat Kabupaten ) , Kepulauan Mentawai ( Siberut pada , Pagai Utara dan Pagai Selatan ) , dan Simeulue ( Simalur ) . Jenis lokalitas yang diberikan adalah Solok  Sumatera.














V. KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dialkukan dapat disimpulkan:
1.      Draco melanomorpogon berwarna abu-abu , permukaan dorsal dengan bintik-bintik hitam, mempunyai sayap
2.      Gonocepharus grandis memiliki tubuh yang panjang yaitu 480 mm dengan bentuk tubuh ramping dan memiliki warna kecoklatan dengan garis-garis belang kuning kehijauan
3.      Broncochela cristatella memiliki tubuh yang ramping dan ekor yang panjang dengan jenis lainnya dan tubuhnya berwarna hijau.
4.      Draco volans corak tubuh berwarna abu- abu bercak hitam dan mempunyai sayap.
5.      Eutropis multifasiata berwarna coklat mengkilat, memiliki garis warna orange dan coklat muda, ventral putih.
6.      Eutropis rudis berwarna coklat kehitaman dengan garis pinggir yang berwarna terang
7.      Gecko monarchus memiliki tubuh berwarna coklat muda, terdapat bercak-bercak hitam. Jari-jari kaki depan dan belakang dilengkapi dengan bantalan pengisap yang disebut scansor, yang terletak di sisi bawah jari.
8.      Hemydactylus Sp 1 memiliki tubuh berwarna cream pada bagian atas dan bagian bawah berwarna krem. Bertubuh lebih kurus. Ekornya bulat, dengan enam deret tonjolan kulit serupa duri, yang memanjang dari pangkal ke ujung ekor warna abu-abu, tidak mempunyai cakar dan scansor.
9.      Hemidactylus Sp 2  memiliki tubuh berwarna coklat muda dengan warna kepala cream, warna pada mulut coklat. Jenis ini sangat umum dijumpai, dikenal sebagai cicak rumah biasa, terutama dijumpai sekitar perumahan
10.  Trachemys scripta berwarna hijau dengan corak kekuningan memiliki ekor, pada plastrum terdapat tubuh dengan motif lingkaran kecil-kecil dan permukaan tubuh bergaris
11.  Cuora amboinensis dorsal berwarna hitam kekuningan dan terdapat cakar pada kakinya karapaks berwarna gelaap atau hitam.
12.  Heosemys spinosa, memiliki tubuh yang membulat terbungkus oleh perisai, carapace kasar dan plastronnya keras.
13.  Dogania subplana memiliki tubuh berwarna coklat, terdapat carapaks dan plastron lunak.
14. Dendrelaphis caudolineatus memilikki bentuk pupil yang rounded, bagian lateral memiliki dua garis berwarna kuning dan hitam.
15. Ahaetulla prasina memilikki anal plate divided, dengan lekukan serupa saluran horizontal ke arah hidung.
16. Chrysopelia pelias memiliki kemampuan terbang berpindah dari tempat yang satu ke tempat yang lai, dan merupakan salah satu spesies yang langka dapat terbang.
17. Ahaetulla mycterizans memilikki bola mata yang horizontal, anal plate entired.
18. Boiga cynodon memilikki benturk sisik yang keeled, dan bentuk pupil yang vertical.
19. Phyton reticulates memilikki kaki yang mengalami reduksi, memilikki penciuman yang tajam
20. Tropidolaemus waglerii merupakan ular yang nocturnal dan arboreal, sangat lamban karena mereka bergerak untuk sisa jangka waktu yang lama menunggu mangsa lewat.
21. Pelamis platurus memilikki ekor yang mirip dengan duyung yang berfungsi untuk membantu pergerakannya dalam air.
22. Popeia barati memilikki bisa yang paling tinggi si famili viperidae.





5.2 Saran
Disarankan kepada praktikan agar pada praktikum selanjutnya lebih cepat dalam bekerja dan dalam melakukan pengukuran. Sebaiknya untuk praktikum selanjutnya untuk pengukuran data morfometrik gunakan alat vernier califer dalam pengukuran dan sehingga data yang diperoleh lebih akurat.
























DAFTAR PUSTAKA


Bassu, L.; V. Nulchis, M. G. Satta, C. Fresi & C. Corti. 2008. Atlas of Amphibians
and Reptils of Sardinia - State of the Art and General Considerations. Herpetologia Sardiniae (Claudia Corti, ed.), Edizioni Belvedere, 504 pp.
Brotowidjojo, M. D. 1998. Zoologi Dasar. Erlangga, Jakarta.
David, P. & G. Vogel. 1997. The Snakes of Sumatra. An annomortated checklist and key withnatural history nomortes.Edition Chimaira.Frankfurt.
Djuhanda, T. 1982. Anatomi dari Empat Spesies Hewan Vertebrata. Amico. Bandung
Iskandar, D. T. 2000. Buaya dan Kura-kura Indonesia. Puslitbang Biologi LIPI. Bogor. Indonesia.
Jasin, M. 1992. Zoologi Vertebrata Untuk Perguruan Tinggi. Surabaya. Sinar Wijaya
Pope, CH. 1956. The Reptil World. Routledge and Kegal Paul Ltd. London
Reptil-DataBase.2014.Reptil.http://reptil-database.org. 1 April 2014
Stuebing, R.B. & R.F. Inger. 1999. A Field Guide to The Snakes of Borneo. Natural History Publications (Borneo). Kota Kinabalu. p. 140-141
Tweedie, M.W.F. 1983. The Snakes of Malaya. The Singapore National Printers. Singapore. p.63.
Zug, G. R. 1993. Herpetology : an Introductory Biology of Ampibians and Reptils . Academic Press. London, p : 357 – 358.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar