Senin, 23 Mei 2016

APIKAL DOMINANSI DAN ABSISI JARINGAN TUMBUHAN



APIKAL DOMINANSI DAN ABSISI JARINGAN TUMBUHAN

RIMA MELATI (1310421092)
KELOMPOK III A (KELAS C)
Abstrak
Praktikum tentang apikal dominansi dan absisi jaringan tumbuhan dilakukan pada tanggal 3 Mei 2015. di Laboratorium  Teaching IV Jurusan Biologi Fakultas Matimatika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Andalas. Tujuan dari percobaan ini adalah mengamati hubungan antara aktivitas auksin dengan dominansi tunas apikal dan meneliti peranan auksin terhadap proses absisi daun. Pada praktikum ini dilakukan dua percobaan yaitu percobaan auksin dengan apikal dominan dan percobaan auksin dan absisi jaringan atau organ tumbuhan. Cara kerja dalam praktikum ini yaitu, dipilih beberapa pucuk Coleus sp, dipangkas dan diberi pasta vaselin dengan perlakuan yang sama, selanjutnya dimati selama 28 hari, percoban kedua tidak jauh berbeda dengan percobaan pertama. Hasil percobaan yang didapat adalah auksin sangat berpengaruh terhadap proses dominansin dan absisi pada tumbuhan.
Kata kunci       : Absisi, Auksin, Coleus sp, Dominansi, Tunas,       


PENDAHULUAN
Apikal dominansi merupakan partum buhan tunas lateral yang terhambat oleh tunas yang ada pada pucuk. Tunas pada pucuk merupakan pusat pembentukan auksin dan kemudian diedarkan ke bagian lain dibawahnya. Auksin disintesis dalam jumlah besar dalam tunas apikal tumbuhan dan bergerak secara basipetal (ke arah pangkal batang) keseluruhan bagian tumbuhan. Aliran auksin ini berpengaruh mendorong peman jangan sel batang dan sekaligus menghambat pertumbuhan tunas pada ketiak daun (tunas lateral). Hal ini menyebabkan pertumbuhan lateral ke atas cepat (Dwijose putro,1985).
Pemangkasan pada daun muda secara terus-menerus sama efeknya dengan pemangkasan ke seluruh apek tajuk. Hal itu menunjukkan bahwa suatu faktor dominansi yaitu zat penghambat terdapat di daun muda. Jika auksin ditambahkan pada sisa batang yang terpotong, setelah apeks tajuk dipangkas maka perkembangan kuncup samping dan arah pertumbuhan cabang yang tegak akan terhambat lagi. Pergantian kuncup atau daun muda oleh auksin menunjukkan bahwa zat penghambat yang dihasilkan adalah IAA atau auksin lain (Salisbury dan Ross, 1995). 
Banyak faktor yang mempe ngaruhi ekspresi dominansi apikal, yaitu faktor fisik dan faktok kimiawi. Faktor fisik antara lain yaitu karbondioksida, oligosakarida, protein, senyawa organik dan berbagai hormon. Terhambatnya pucuk lateral selama pucuk terminal tumbuh normal disebut apikal dominansi. Dominansi apikal adalah manifer dalam paling sedikit tiga cara yaitu: dengan menghambat sepenuhnya pada tunas axilaris, menghambat pertumbuhan dari suatu pucuk dimana terdapat tunas dominansi, memberi efek-efek bagian dari pucuk terhadap orientasi pada perkembangan organ lateral (Darmawan dan Baharsjah, 1983).
Pemberian auksin pada tumbuhan dapat menghambat pula perkembangan tunas lateral, suatu keadaan yang mirip dengan dominansi tunas apikal. Salah satu respon jaringan tumbuhan terhadap perlakuan auksin adalah pertumbuhan atau pembelahan sel secara acak, yang mengakibatkan terjadinya perbanyakan sel. Kumpulan sel yang tidak atau sedikit terorganisasi disebut kalus. Batang yang terluka atau dipotong sering didapati membentuk kalus bila diberi auksin (Noggle and Fritz, 1979).
Dosis tinggi pemberian IAA menyebabkan terjadinya pembelahan sel dan pemanjangan tunggul, menjadikan daerah tersebut menjadi penampungan hara sehingga dapat mengalihkan hara dari kuncup samping dan secara tidak langsung mencegah pertumbuhannya. Hormon IAA bergerak menuruni batang dari permukaan terpotong tapi tidak memasuki kucup samping. Kalaupun masuk jumlahnya sanangat kecil sehingga tidak terlacak. Pemberian IAA langsung pada kuncup samping tidak menghambat pertumbuhannya, bahkan terkadang dapat memacu (Salisbury dan Ross, 1995).
            Bercabang tidaknya suatu tumbuhan biasanya bergantung pada banyaknya auksin yang dihasilkan pada tunas apikal. Perkembangan tunas lateral tidak saja dapat dirangsang dengan menghilangkan tunas apikal tetapi juga dengan memberikan senyawa-senyawa tertentu atau dengan memberikan lingkungan fisik tertentu yang dapat menurunkan kandungan auksin tumbuhan. Pemangkasan pucuk untuk mengatasi dominansi apikal diterap kan dalam praktek budidaya tanaman dengan tujuan membentuk tanaman atau membuatnya tumbuh subur sehingga dapat  menyemak (Devlin, 1975).
Menurut Levitt (1969), absisi pemisahan bagian tumbuhan yang terjadi secara alami merupakan proses yang terjadi dibawah kontrol auksin. Ketika masih aktif daun menghasilkan auksin yang ditrans portasikan kedaerah tangkai daun (petiole) dan menghambat pemben tukan lapisan absisi. Setelah pema tangan, pembentukan auksin dihen tikan dan ketika kadar auksin men capai tingkat yang cukup rendah, lapisan absisi akan tebentuk. Pemben tukan lapisan ini juga didu kung oleh penguraian protein pada daun dan penguraian asam amino menuju keluar daun. Akan tetapi proses absisi jauh lebih rumit dari pada hal ini. Absisi dapat diransang (diinduksi) oleh absisi penghambat pertumbuhan atau zat penyebab dormansi dan auksin bisa jadi memacu atau menghambat absisi.
 Kemampuan auksin untuk memacu terjadinya absisi, dapat dilakukan dengan pemberian / pengo lesan pasta auksin pada jaringan sisi proksinal absisi. Pembe rian auksin pada konsentrasi rendah pada kedua sisi akan menyebabkan efek pema cuan pada salah satu sisi yang dengan kata lain semakin tinggi feel inhibitor pada daerah yang diberi auksin disebabkan oleh kesiapan pergerakan pada arah polar menuju kezona absisi (Leopold,1975).
Mekanisme kerja auksin berla ngsung secara biokimia. Terpa cunya koleptil atau batang oleh auksin terjadi secara cepat dan mendadak . Respon tersebut mulai tampak dalam waktu 10 menit hingga berjam-jam dimana pertumbuhan dapat meningkat lima sampai sepuluh kali lipat. Pertum buhan dengan atau tanpa auksin memerlukan penyerapan air yang berarti bahwa sel tersebut harus mem pertahankan potensia airnya agar selalu lebih negatif dari pada potensial air sekitarnya. Jadi auksin mengakibatkan pengenduran dinding yaitu suatu istilah mengenai sifat mudah melar atau sifat plastis dinding sel yang diberi auksin (Salisbury dan Ross, 1995).

PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat
Praktikum tentang apikal dominansi dan absisi jaringan tumbuhan pada tumbuhan dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 3 Mei 2015, yang bertempat di Laboratorium Teaching IV, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas, Padang.
Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini seperti pisau silet, kertas milimeter dan kertas label. Sedangkan bahan yang digunakan adalah 3 pot tanaman Coleussp. pasta vaselin dan pasta IAA vaselin.
Cara Kerja
a.      Hubungan Auksin dengan Apikal Dominansi
Dipilih 3 pucuk Coleus sp yang bagus. Pucuk pertama dibiarkan saja dan pucuk kedua dipotong lalu diberi pasta vaselin. Pucuk ketiga dipotong dan diberi pasta IAA vaselin. Pemotongan dilakukan tepat dibawah pucuk. Pada hari ketujuh vaselin dan pasta IAA

vaselin diganti dan diamati efek yang terjadi. Kemudian tanaman dibiarkan tumbuh didalam labor sampai berumur 28 hari sesudah pemakaian IAA lanolin. Dan kemudian diukur panjang tunas samping yang tumbuh dan amati hal-hal yang lain.
b.      Auksin dan Absisi Jaringan atau Organ Tumbuhan
Dipilih dua pasang daun (empat daun) untuk masing-masing pot dan dipotong dengan pisau silet pada pangkal helaian daunnya, serta dibiarkan petiolnya. Dibubuhkan pasta vaselin pada ujung 4 petiol pot 1, dan pasta IAA vaselin pada ujung 4 petiol pot kedua. Untuk konrol adalah potongan tanpa pemberian pasta pada pot ketiga. Setiap petiol diberi label sesuai dengan perlakuannya. Diukur panjang petiol disaat percobaan dimualai, dan setiap 3 hari sekali selama 21 hari. Dicatat kapan petiol gugur. Untuki ini perlu diadakan pengamatan setiap hari.


HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Pengamatan Hubungan Auksin pada Apikal Dominansi
No
Perlakuan
Hari ke-7
Hari ke-14
Hari ke-21
Hari ke-28
1
Vaselin  P.I  
             P.II 
             P.III
Belum tumbuh
Belum tumbuh
Tumbuh
Tumbuh
Belum tumbuh
Belum tumbuh
Tumbuh
Tumbuh
Belum tumbuh
Belum tumbuh
Tumbuh
Tumbuh
2
IAA        P.I  
             P.II 
             P.III
Belum tumbuh
Belum tumbuh
Tumbuh
Tumbuh
Belum tumbuh
Belum tumbuh
Tumbuh
Tumbuh
Belum tumbuh
Belum tumbuh
Tumbuh
Tumbuh
3
Kontrol  P.I  
P.II
P.III     
Belum tumbuh
Belum tumbuh
Tumbuh
Tumbuh
Belum tumbuh
Belum tumbuh
Tumbuh
Tumbuh
Belum tumbuh
Belum tumbuh
Tumbuh
Tumbuh


Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pada percobaan pengaruh auksin pada apikal dominansi pada tanaman Coleus sp pada setiap perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh yang sama. Dapat dilihat pada tabel 1 bahwa pada hari ke 7 pada bagian pucuk Coleus sp yang dipotong belum dan diberi  perlakuan dengan vaselin, IAA, dan kontrol belum menunjukkan adanya pengaruh pemberian pada pucuk coleus yang dipotong tersebut. Begitupula pada hari ke 14. Pada tiap pucuk yang diberi perlakuan juga belum tumbuh. Pada hari ke 21 pada bagian pucuk Coleus sp yang dipotong sudah tumbuh tunas lateral, begitupula pada hari ke 28. Pada bagian pucuk Coleus sp yang dipotong pada tiap perlakuan menunjukaan tumbuhnya tunas lateral pada tiap percobaan yang diberikan dan pada tiap perlakuan yang diberikan. Hal ini menunjukkan bahwa pemangkasan pada daun muda secara terus-menerus sama efeknya dengan pemangkasan ke seluruh bagian apeks. Jika auksin ditambahkan pada sisa batang yang terpotong, setelah bagian  apeks dipangkas maka perkembangan kuncup samping dan arah pertumbuhan cabang yang tegak akan terhambat lagi. Pergantian kuncup atau daun muda oleh auksin menunjukkan bahwa zat penghambat yang dihasilkan adalah IAA atau auksin lain. Hal ini sesuai dengan pendapat Dwidjoseputro (1984), yang menyatakan, bahwa hambatan terhadap pertumbuhan pucuk samping ini ternyata disebabkan adanya produksi auksin pada ujung pucuk, pemangkasan ujung pucuk akan menyebabkan pertumbuhan tunas sanping. Selain itu, diperkirakan bahwa pertumbuhan tunas pucuk adalah karena kahat sitokinin, berarti bahwa tidak tumbuhnya tunas-tunas samping adalah karena defisiensi terhadap auksin dan sitokinin. Auksin disintesis dalam jumlah besar dalam tunas apikal tumbuhan dan bergerak secara basipetal (arah pangkal batang) keseluruh bagian tumbuhan. Aliran auksin ini berpengaruh mendorong pemanjangan sel batang dan sekaligus menghambat pertumbuhan tunas pada ketiak daun (tunas lateral). Hal ini mengakibatkan pertumbuhan keatas yang cepat. Pusat pembentukan auksin adalah pada ujung koleoptil, jika ujung koleoptil dibuang maka terhambat pertumbuhannya. Fungsi auksin pada tanaman adalah mengontrol gugur atau masaknya buah. Auksin dalam pertumbuhan berperan pada perbesaran batang dan dalam tubuh organ tanaman lain seperti akar dan buah.
            Pertumbuhan tunas lateral yang lambat dapat disebabkan karena produksi auksi pada bagian tunas pucuk terhambat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bidwel (1979), yang menyatakan bahwa Auksin berperan dalam aspek pertumbuhan dan perkembangan tanaman yaitu pembesaran sel yaitu koleoptil atau batang penghambatan mata tunas samping, dimana pada konsentrasi tinggi dapat menghambat pertumbuhan mata tunas untuk menjadi tunas absisi (pengguguran) daun aktivitas dari kambium dirangsang oleh IAA pertumbuhan akar pada konsentrasi tinggi dapat menghambat perbesaran sel-sel akar.
Burhan (1979) mengatakan bahwa jika auksin ditambahkan pada sisa batang yang terpotong setelah apek tajuk dipangkas, maka perkembangan kuncup samping akan terhambat. Penggantian kuncup samping oleh auksin menunjukkan bahwa zat penghambat yang dihasilkan adalah IAA atau auksin lain. Dosis tinggi pemberian IAA menyebabkan terjadinya pembelahan sel dan pemanjangan tunggul, menjadikan daerah tersebut wadah penampungan hara sehingga dapat mengalihkan hara dari kuncup samping dan secara tidak langsung untuk mencegah pertumbuhannya. Hormon IAA ini bergerak menuruni batang dari permukaan terpotong tetapi tidak memasuki kuncup samping. Kalupun masuk jumlahnya sangat kecil sehingga tidak terlacak. Pemberian IAA langsung pada kuncup samping tidak menghambat pertumbuhannya, bahkan dapat untuk memacu.


Tabel 2. Auksin dan Absisi Jaringan atau Organ Tumbuhan

Perlakuan
H-3
H-6
H-9
H-12
H-15
H-18
H-21
Vaselin  P.I  
              P.II 
              P.III
              P.IV
3,3
Lepas
Belum tbh
Belum tbh
Belum tbh
Belum tbh
Belum tbh
1,9
Lepas
Belum tbh
Belum tbh
Belum tbh
Belum tbh
Belum tbh
1,4
Lepas
Belum tbh
Belum tbh
Belum tbh
Belum tbh
Belum tbh
1,6
Lepas
Belum tbh
Belum tbh
Belum tbh
Belum tbh
Belum tbh



IAA        P.I  
              P.II 
              P.III
              P.IV
2
2,5
Lepas
Belum tbh
Belum tbh
Belum tbh
Belum tbh
2,9
2,3
Lepas
Belum tbh
Belum tbh
Belum tbh
Belum tbh
1,7
2,2
Lepas
Belum tbh
Belum tbh
Belum tbh
Belum tbh
1,5
2,2
Lepas
Belum tbh
Belum tbh
Belum tbh
Belum tbh
Kontrol P.I  
P.II
            P.III
            P.IV     
1,8
Lepas
Belum tbh
Belum tbh
Belum tbh
Belum tbh
Belum tbh
2,3
Lepas
Belum tbh
Belum tbh
Belum tbh
Belum tbh
Belum tbh
1
Lepas
Belum tbh
Belum tbh
Belum tbh
Belum tbh
Belum tbh
0,7
Lepas
Belum tbh
Belum tbh
Belum tbh
Belum tbh
Belum tbh



Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pada tiap perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap absisi jaringan pada tumbuhan.pengamatan berikutnya sampai terakhir petiol sudah jatuh semua. Sedangkan pada perlakuan diberi vaselin IAA petiol tidak ada yang jatuh atau tidak ada yang mengalami absisi sampai akhir pengamatan.
Lakitan (2007) menyatakan bahwa bercabang tidaknya suatu tumbuhan biasanya bergantung pada banyaknya auksin yang dihasilkan  pada tunas apikal. Pertumbuhan tunas lateral tidak saja dapat dirangsang dengan menghilangkan tunas apical tetapi juga dengan memberikan senyawa-senyawa kimia tertentu atau dengan memberikan lingkungan fisik tertentu yang dapat menurunkan kandungan auksin tumbuhan. Pemangkasan pucuk untuk mengatasi dominansi apikal diterapkan dalam praktek budaya tanaman dengan tujuan membentuk tanaman atau membuatnya tumbuh. Penghambatan laju tunas lateral disebuah tangkai dikotiledon menurut sejarah merupakan penghambatan pertum buhan yang pertama terbukti oleh auksin. Tersedianya auksin membatasi perluasan pucuk lateral yang mulur yang masih merupakan subjek dari penghambatan tumbuhan korelatif, tetapi terdapat komponen lain dari dominansi apikal yang menentukan pertumbuhan cepat dari awal dari tunas-tunas axileri.
Devlin (1975) menyatakan bahwa banyak penelitian yang telah dilakukan terhadap zat pengatur absisi. Senyawa yang paling banyak dikenal adalah auksin dan etilen. Auksin menghambat absisi jika dibutuhkan setelah absisi dibentuk, namun belum mengalami pelemahan struktural. Aktivitas auksin mengalir dari pucuk ke dasar batang suatu tanaman yang ikut dalam proses prototropisme. Apabila auksin tidak berkurang, maka akan terbentuk suatu lapisan khusus yang disebut dangan zona ambibisi, yang merupakan tempat lepasnya tangkai daun. Absisi

adalah gugurnya suatu organ tanaman seperti daun , bunga, buah yang dipengaruhi oleh auksin. Absisi terjadi dengan pecahan jaringan pembuluh secara fisiologis. Zona absisi tidak akan terbentuk selama auksin yang dihasilkan masih cukup untuk dikirim ketangkai daun.
            Pada sudut yang terbentuk antara masing-masing daun dan batang terdapat suatu tunas aksiler (axillary bud), yang memiliki potensi untuk membentuk suatu tunas cabang. Sebagian besar tunas aksiler yang masih muda adalah dorman. Dengan demikian, pertumbuhan tunas yang masih muda umumnya dipusatkan pada bagian apeksnya (ujungnya), dimana terdapat tunas terminal (terminal bud) dengan daun yang sedang berkembang dan suatu rentetan padat buku dan ruas. Adanya pucuk sedikit banyak bertanggung jawab terhadap terhambatnya pertumbuhan tunas aksiler, suatu fenomena yang disebut dominansi apikal (apical dominance) (Bidwell, 1974.



KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan sebagai berikut: Pada pengamatan hubungan auksin pada apikal dominansi diperoleh bahwa padaa perlakuan dengan diberikan pasta IAA lebih cepat tumbuh pucuk lateral tunas. Pada percobaan auksin
dan absisi jaringan atau organ tumbuhan yang paling cepat lepas saat diberikan perlakuan dengan pasta IAA, sedangkan untuk perlakuan control dan pemberian vaselin memberikan pengaruh yang lambat terhadap lepasnya petiol daun.



DAFTAR PUSTAKA
Bidwell, 1974. Plant Physiologi. Mac New York: Millan Publishingco. Inc.
Campbell dan Reece. 2003. Biologi Edisi Kelima Jilid 2. Erlangga. Jakarta.
Darmawan, I dan J. Baharsjah. 1983. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuha Semarang: Suryadan.
Devlin, Robert M. 1975. Plant Physiology Third Edition. New York: D. Van Nostrand.
Heddy, Suwasono.  1989.  HormonTumbuhan.  Jakarta : CV Rajawali
Kimball, J.W. 1995. Biologi Jilid I. Jakarta: Erlangga.
Kimball, John W.  1994.  BiologiJilid 2.  Jakarta :Erlangga
Noggle, Ray, R dan Fritzs, J. George. 1979. Introductor Plant Physiology. New Delhi: Mall of India Private Ilmited..
Salisbury, Frank B dan Ross, Cleon W.  1995.  FisiologiTumbuhanJilid 3. Bandung: ITB
Salisbury, J.W. dan Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid I. Bandung: ITB.




























































Tidak ada komentar:

Posting Komentar