Senin, 23 Mei 2016

Laporan Suksesi



I.     PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Suksesi merupakan proses perubahan yang berlangsung secara beruntun dari komunitas tumbuhan pelopor dengan biomassa kecil. Tetapi lahan hidup di kawasan yang gersang dan kerdil menjadi komunitas belukar dan kemudian menjadi hutan dengan biomassa lebih berat, setelah kawasan itu cukup subur untuk mendukung kehidupan yang beranekaragam. Pohon di dalam hutan jauh lebih besar dengan komunitas asalnya yang hanya terdiri atas jenis tumbuhan herba seperti lumut kerak, lumut daun, paku-pakuan, dan sebagainya (Suharno, 1999)
Kecenderungan suksesional menyinggung keanekaragaman, variasi jenis, yang dinyatakan sebagau nisbah jenis-jumlah atau nisbah luasnya daerah, cenderung meningkat selama tahap-tahap dini dari perkembangan komunitas. Perilaku komponen “kemerataan” dari keanekaragaman kurang dikenal dengan baik. Sementara peningkatan keanekaragaman jenis bersama-sama dengan penurunan dominansi oleh salah satu jenis atau kelompok kecil jenis (yakni peningkatan pemerataan atau penurunan redunansi) dapat diterima sebagai kemungkinan umum selama suksesi. Ada pula perubahan komunitas lainnya yang dapat bekerja berlawanan dengan kecenderungan ini (Odum, 1996).
            Suksesi dikatakan tingkat klimaks ini adalah komunitas telah mencapai homeostatis. Ini dapat diartikan bahwa komunitas sudah dapat mempertahankan kestabilan internalnya sebagai akibat dari tanggap (respon) yang terkoordinasi dari komponen-komponennya terhadap setiap kondisi atau rangsangan yang cenderung mengganggu kondisi atau fungsi normal komunitas. Jadi bila suatu komunitas telah mencapai klimaks, perubahan yang searah tidak terjadi lagi. Proses suksesi sangat terkait dengan faktor linkungan, seperti letak lintang, iklim, dan tanah. Lingkungan sangat menentukan pembentukkan struktur komunitas klimaks. Misalnya, jika proses suksesi berlangsung di daerah beriklim kering, maka proses tersebut akan terhenti (klimaks) pada tahap komunitas rumput, jika berlangsung di daerah beriklim dingin dan basah, maka proses suksesi akan terhenti pada komunitas (hutan) conifer, serta jika berlangsung di daerah beriklim hangat dan basah, maka kegiatan yang sama akan terhenti pada hutan hujan tropik (Resosoedarmo,1989)
Pada dasarnya ada komunitas yang statis tetapi pada hakikatnya senantiasa berubah dalam peredaran waktu. Perubahan itu dikenal dalam jenjang-jenjang; yang pertama tentunya terjadi karena organisme tumbuh, berinteraksi atau mati. Perubahan lain dalam jangka waktu lebih lama mengakibatkan perubahan besar pada komposisi dan struktur suksesi ekologik, sebagai reaksi komunitas perubahan faktor biotik fundamental dan evolusi komunitas (Soemarwoto, 1983)

1.2 Tujuan
Praktikum suskesi ini dilakukan untuk melihat pengaruh suksesi pada suatu daerah dan mengamati proses pertambahan atau pengurangan populasi secara bertingkat pada suatu lahan sebagai proses suksesi.


II.   TINJAUAN PUSTAKA
Seorang ahli biologi menyatakan bahwa suksesi adalah perubahan yang terjadi pada suatu ekosistem yang berlangsung bertahap- tahap dalam waktu yang lama. Namun yang dianut oleh ahli- ahli ekologi sekarang adalah pandangan yang mengatakan bahwa suatu komunitas adalah merupakan suatu gabungan dari beberapa organisme. Organisme dalam suatu komunitas saling berhubungan, karena melalui proses- proses kehidupan yang saling berinteraksi. Lingkungan disekitarnya sangat penting karena mempengaruhi kehidupan organisme. Jika organisme tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, maka akan berakibat fatal bagi organisme itu. Misalnya, tanah penting untuk tumbuhan hidup karena mengandung mineral juga merupakan media bagi air dan  sebagai tempat tumbuhnya akar. Sebaliknya tanah juga dapat dipengaruhi oleh tumbuhan, dapat mengurangi jumlah mineral dalam tanah dengan akar- akar tanaman yang menembus tanah yang hanya mengandung beberapa zat organik (Resosoedarmo, 1989).
            Para ahli biologi mencoba memberi nama pada berbagai komunitas. Nama ini harus dapat memberikan keterangan mengenai sifat komunitas itu. Mungkin cara yang sederhana adalah memberi nama dengan menggunakan kata-kata yang dapat menunjukkan bagaimana wujud komunitas itu. Kebanyakan orang dapat membayangkan apa yang dimaksud jika kita berbicara mengenai “hutan” atau “padang rumput”. Nama ini menunjukkan bentuk dan wujud komunitas ini dalam keseluruhannya. Sering kali di dalam suatu komunitas terdapat satu atau dua tumbuhan dalam jumlah yang banyak, sehingga tumbuhan ini merupakan wujud yang khas daripada komunitas ini. Organisme yang memberi wujud khas kepada suatu komunitas dinamakan suatu spesies dominan dalam komunitas ini (Wirakusumah, 2003).
           Proses perubahan dalam komunitas yang berlangsung menuju ke satu arah secara teratur disebut suksesi. Suksesi terjadi sebagai akibat dari modifikasi lingkungan fisik dalam komunitas atau ekosistem. Proses suksesi berakhir dengan sebuah komunitas atau ekosistem yang disebut klimaks. Dikatakan bahwa dalam tingkat klimaks ini komunitas telah mencapai homeostatis (Desmukh, 1992).
            Menurut Irwan (1992), pemberian nama komunitas dapat berdasarkan bentuk atau struktur utama seperti jenis dominan, bentuk hidup, atau indikator lainnya seperti hutan pinus, hutan agathis, hutan jati, atau hutan dipterocarpaceae. Dapat juga berdasarkan sifat tumbuhan dominan seperti hutan sklerofil, di Indonesia hutan ini banyak di Flores.Berdasarkan habitat fisik komunitas, seperti komunitas hamparan lumpur, komunitas pantai pasir, komunitas lautan dan sebagainya. Berdasarkan sifat-sifat atau tanda-tanda fungsional, misalnya tipe metabolisme komunitas. Berdasarkan sifat lingkungan alam seperti iklim, misalnya terdapat di daerah tropik dengan curah hujan yang tertinggi terbagi rata sepanjang tahun dan disebut hutan hujan tropik.           
Di antara banyak organisme yang membentuk suatu komunitas, hanya beberapa spesies atau grup yang memperlihatkan pengendalian yang nyata dalam memfungsikan keseluruhan komunitas. Kepentingan relatif organisme dalam suatu komunitas tidak ditentukan oleh posisi taksonominya, namun oleh jumlah, ukuran, produksi dan hubungan lainnya. Tingkat kepentingan suatu spesies biasanya dinyatakan oleh indeks keunggulannya. Komunitas diberi nama dan digolongkan menurut spesies atau bentuk hidup yang dominan, habitat fisik atau kekhasan fungsional. Analisis komunitas dapat dilakukan pada setiap lokasi tertentu berdasarkan perbedaan zone atau gradien yang terdapat dalam daerah tersebut. Umumnya semakin curam gradien lingkungan, makin beragam komunitasnya karena batas yang tajam terbentuk oleh perubahan yang mendadak dalam sifat fisik lingkungannya (Michael, 1994).                                                                                 
Vegetasi yang terdapat di alam kebanyakan komunitas hutan mempunyai suatu pola yang jelas. Di dalam komunitas hutan, daun-daun, cabang-cabang dan bagian lain dari bermacam- macam pohon, semak dan lain-lain tumbuhan membentuk beberapa lapisan. Masing-masing lapisan memiliki produsen, konsumen dan makhluk pembusuk lain yang khas. Mikroklimat tiap lapisan pun berlainan. Hal ini dapat dipahami karena cahaya, angin, dan hujan yang diterima lapisan ini juga berbeda. Selain dari lapisan tumbuhan, permukaan tanah hutan juga merupakan tempat hidup. Pada permukaan tanah hutan terdapat daun-daun, ranting- ranting dan kayu yang membusuk. Zona-zona ini memiliki organisme yang khas, demikian juga organisme yang ditemukan diperbatasan. Jumlah dan banyaknya spesies sering kali lebih besar dalam suatu ekoton daripada komunitas tetangganya. Disini terdapat suatu komunitas yang terdiri dari mikroorganisme, lumut dan paku- pakuan. Juga terdapat bermacam-macam kumbang, kutu daun, belalang dan mungkin ular ( Sastrodinoto, 1980).   
Suatu daerah tidak tetap demikian untuk waktu yang lama. Diawali dengan tumbuhan daerah itu segera dihuni oleh beragam spesies tumbuhan atau hewan. Organisme-organisme ini mengubah habitat yang membuatnya sesuai bagi spesies lain menjadi mantap. Masa pendewasaan perkembangan suatu daerah seringkali mencapai suatu keadaan relatif stabil yang diberikan sebagai tahapan klimaks. Selama masa perkembangan ini, penghunian suatu daerah baru, pertama-tama oleh tumbuhan melandasi jalan bagi hewan-hewan untuk tinggal di dalamnya disebut suksesi. Suksesi adalah suatu cara umum perubahan progresif dalam komposisi spesies suatu komunitas yang sedang berkembang. Hal ini secara bertahap disebabkan oleh reaksi biotik dan berlangsung melalui sederetan tahapan dari tahapan pelopor menuju tahapan klimaks (Michael, 1994).
Adanya perubahan didalam masyarakat tumbuhan terutama disebabkan oleh aktivitas masing-masing masyarakat tumbuhan didalam lingkungannya sendiri. Dijelaskan lebih lanjut bahwa didalam hutan, pohon-pohon akan meningkat dalam bentuk dan ukurannya, sehingga bersifat menaungi dan akibatnya kelembaban akan bertambah tinggi. Tumbuhan mengambil hara dari dalam tanah dalam bentuk yang berbeda. Akumulasi humus, perubahan pH tanah dan kandungan air semuanya akan berubah, akibatnya habitat akan berubah pula. Perubahan ini akan menciptakan keadaan habitat yang baik untuk pertumbuhan jenis yang lain dari jenis yang sudah ada sebelumnya. Dengan demikian, jenis yang berbeda dalam kondisi selanjutnya akan menguasai (Clarke, 1954).
Menururt Odum (1996), berdasarkan kondisi habitat pada awal suksesi, dapat dibedakan dua macam suksesi yaitu; suksesi Primer dan suksesi sekunder. Suksesi primer terjadi jika suatu komunitas mendapat gangguan yang mengakibatkan komunitas awal hilang secara total sehingga terbentuk habitat baru. Gangguan tersebut dapat terjadi secara alami maupun oleh campur tangan manusia. Gangguan secara alami dapat berupa tanah longsor, letusan gunung berapi, dan endapan lumpur di muara sungai. Gangguan oleh campur tangan manusia dapat berupa kegiatan penambangan (batu bara, timah, dan minyak bumi).
Suksesi primer ini diawali tumbuhnya tumbuhan pionir, biasanya berupa lumut kerak. Lumut kerak mampu melapukkan batuan menjadi tanah sederhana. Lumut kerak yang mati akan diuraikan oleh pengurai menjadi zat anorganik. Zat anorganik ini memperkaya nutrien pada tanah sederhana sehingga terbentuk tanah yang lebih kompleks.Benih yang jatuh pada tempat tersebut akan tumbuh subur. Setelah itu. akan tumbuh rumput, semak, perdu, dan pepohonan. Bersamaan dengan itu pula hewan mulai memasuki komunitas yang haru terbentuk. Hal ini dapat terjadi karena suksesi komunitas tumbuhan biasanya selalu diikuti dengan suksesi komunitas hewan. Secara langsung atautidak langsung. Hal ini karena sumber makanan hewan berupa tumbuhan sehingga keberadaan hewan pada suatu wilayah komunitas tumbuhan akan senantiasa menyesuaikan diri dengan jenis tumbuhan yang ada. Akhirnya terbentuklah komunitas klimaks atau ekosistem seimbang yang tahan terhadap perubahan (bersifat homeostatis).Salah satu contoh suksesi primer yaitu peristiwa meletusnya gunung Krakatau. Setelah letusan itu, bagian pulau yang tersisa tertutup oleh batu apung dan abu sampai kedalaman rata – rata 30 m (Odum, 1996).
Suksesi Sekunder terjadi jika suatu gangguan terhadap suatu komunitas tidak bersifat merusak total tempat komunitas tersebut sehingga masih terdapat kehidupan atau substrat seperti sebelumnya. Proses suksesi sekunder dimulai lagi dari tahap awal, tetapi tidak dari komunitas pionir. Gangguan yang menyebabkan terjadinya suksesi sekunder dapat berasal dari peristiwa alami atau akibat kegiatan manusia. Gangguan alami misalnya angina topan, erosi, banjir, kebakaran, pohon besar yang tumbang, aktivitas vulkanik, dan kekeringan hutan. Gangguan yang disebabkan oleh kegiatan manusia contohnya adalah pembukaan areal hutan (Sastrodinoto, 1980).


III.         PELAKSANAAN PRAKTIKUM

3.1    Waktu dan Tempat
Praktikum mengenai Suksesi ini dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 26 Maret 2015 sampai dengan tanggal 23 April 2015  di Arboretum Andaleh,  Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas.
3.2    Alat dan Bahan
adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu pancang, tali rafia, meteran, palu, cangkul, dan alat tulis.
3.3    Cara Kerja
Dibuat dua buah plot masing-masing berukuran 2x2 m, plot pertama dibuat pada daerah yang ternaungi dan plot kedua pada daerah yang terbuka atau tidak ternaungi. Masing-masing plot diberi pembatas menggunakan pancang dan tali rafia. Setelah plot terbentuk kemudian diamati komposisi jenis tumbuhan pada kedua plot tersebut. Kemudian kedua plot tersebut dibersihkan  menggunakan cangkul sampai tidak ada vegetasi di dalam plot kedua plot. Dilakukan pegamatan komposisi jenis tumbuhan setiap minggunya sampai 4 kali pengamatan.


IV.         HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1    Hasil
Adapun hasil yang didapatkan pada praktikum suksesi ini adalah sebagai berikut ;
Tabel 16. Pengamatan suksesi plot tidak ternaungi
Minggu
Awal
I
II
III
IV
Tanggal
Spesies
Jumlah
Spesies
Jumlah
Spesies
Jumlah
Spesies
Jumlah
Spesies
Jumlah

Clitoria sp
14
Imperata cylindrica
10
Imperata cylindrica
24
Imperta cylindrica
25
Imperata cylindrica
71

Melastoma malabatricum
1




Cyperus sp
1
Cyperus sp
2

Imperata cylindrica
35




Clitoria sp
10
Clitoria sp
15









Mimosa sp
6

Tabel 17. Pengamatan suksesi plot ternaungi
Minggu
Awal
I
II
III
IV
Tanggal
Spesies
Jml
Spesies
Jml
Spesies
Jml
Spesies
Jml
Spesies
jml

Clitoria laurifolia
25
Imperata cylindrica
15
Imperata cylindrica
26
Imperata cylindrica
29
Imperata cylindrica
60

Imperata cylindrica
37
Cyperus sp
3
Cyperus sp
10
Cyperus sp
16
Cyperus sp
22

Melastoma malabatricum
4




Melastoma malabatricum
10
Melastoma malabatricum
19

Cyperus sp
20






Mimosa sp
1









Clitoria laurifolia
4

4. 2 Pembahasan
Untuk praktikum kali ini suksesi yang dilakukan adalah suskesi sekunder. Suksesi yang terjadi pada lahan garapan yang kami buat termasuk dalam jenis suksesi sekunder. Suksesi sekunder muncul dari kerusakan alam yang parsial saja, hal ini sesuai karena kerusakan yang timbul hanya disebabkan oleh proses pencangkulan dan bukan karena kerusakan alam total yang umumnya terjadi akibat bencana alam.
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa vegetasi yang pertama muncul adalah jenis rerumputan yaitu ilalang. Hal ini disebabkan jenis suksesi merupakan suksesi sekunder, dimana sudah terdapat kehidupan sebelumnya. Vegetasi yang biasanya muncul pertama kali biasanya berupa tumbuhan pelopor atau pionir yaitu tumbuhan yang berkemampuan tinggi untuk hidup pada lingkungan yang serba terbatas pada berbagai faktor pembatas. Kehadiran kelompok pionir ini akan menciptakan kondisi lingkungan tertentu yang memberikan kemungkinan hidup bagi tumbuhan lainnya. Jenis tumbuhan pionir lainnya yaitu tumbuhan lumut kerak. Lumut kerak termasuk dalam tumbuhan pionir sebab memiliki kemampuan dalam proses pembentukam lapisan tanah, memecah batuan dengan akarnya dan membebaskan materi organik ketika terjadi pelapukan dari bagian tumbuhan yang mati.
Komunitas baru yang terbentuk ini terdiri dari 1 spesies yaitu Mimosa sp. Komunitas ini berbeda dengan komunitas awal yang terdiri dari 3 jenis spesies. Dari komunitas awal, jenis spesies yang kembali tumbuh pada komunitas baru adalah Imperata cyclindrica, Melastoma malabathricum, dan Clitoria sp. Ini menunjukkan bahwa suksesi yang terjadi pada lahan garapan adalah suksesi sekunder, yaitu suksesi yang terjadi jika suatu komunitas baru muncul dan berkembang pada habitat yang pernah ditumbuhi oleh komunitas lain.
Berdasarkan kondisi habitat pada awal suksesi, dapat dibedakan dua macam suksesi, yaitu suksesi primer dan suksesi sekunder. Suksesi primer terjadi jika suatu komunitas mendapat gangguan yang mengakibatkan komunitas awal hilang secara total sehingga terbentuk habitat baru. Gangguan tersebut dapat terjadi secara alami maupun oleh campur tangan manusia. Gangguan secara alami dapat berupa tanah longsor, letusan gunung berapi, dan endapan lumpur di muara sungai. Gangguan oleh campur tangan manusia dapat berupa kegiatan penambangan (batu bara, timah, dan minyak bumi). Suksesi primer ini diawali tumbuhnya tumbuhan pionir, biasanya berupa lumut kerak. Lumut kerak mampu melapukkan batuan menjadi tanah sederhana. Lumut kerak yang mati akan diuraikan oleh pengurai menjadi zat anorganik. Zat anorganik ini memperkaya nutrien pada tanah sederhana sehingga terbentuk tanah yang lebih kompleks (Desmukh, 1992).
Suksesi sekunder terjadi jika suatu gangguan terhadap suatu komunitas tidak bersifat merusak total tempat komunitas tersebut sehingga masih terdapat kehidupan / substrat seperti sebelumnya. Proses suksesi sekunder dimulai lagi dari tahap awal, tetapi tidak dari komunitas pionir. Gangguan yang menyebabkan terjadinya suksesi sekunder dapat berasal dari peristiwa alami atau akibat kegiatan manusia. Gangguan alami misalnya angina topan, erosi, banjir, kebakaran, pohon besar yang tumbang, aktivitas vulkanik, dan kekeringan hutan. Gangguan yang disebabkan oleh kegiatan manusia contohnya adalah pembukaan areal hutan. Proses suksesi sangat terkait dengan faktor linkungan, seperti letak lintang, iklim, dan tanah. Lingkungan sangat menentukan pembentukkan struktur komunitas klimaks. Misalnya, jika proses suksesi berlangsung di daerah beriklim kering, maka proses tersebut akan terhenti (klimaks) pada tahap komunitas rumput; jika berlangsung di daerah beriklim dingin dan basah, maka proses suksesi akan terhenti pada komunitas (hutan) conifer, serta jika berlangsung di daerah beriklim hangat dan basah, maka kegiatan yang sama akan terhenti pada hutan hujan tropik (Odum, 1996).



V.       KESIMPULAN DAN SARAN
5.1    Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum ini adalah sebagai berikut :
1.  Suksesi yang kami lakukan ini merupakan jenis suksesi sekunder. Karena telah ditemukan adanya kehidupan sebelumnya, yaitu berupa rumput-rumput liar, yang kemudian dibersihkan dengan cara dicangkul sampai bersih hingga akar-akarnya. Proses suksesi sekunder dimulai lagi dari tahap awal, tetapi tidak dari komunitas pioner. Yaitu ada fase permulaan, fase awal, fase muda, dan diakhiri dengan fase klimaks yang ditandai dengan matinya tanaman secara terus-menerus.
2.  Faktor-faktor yang mempengaruhi suskesi yaitu iklim, topografi, edatik dan biotik.
5.2     Saran
Adapun saran yang dapat diberikan yaitu pada pengamatan ditambahkan pengukuran tinggi tanaman yang baru agar diketahui juga bagaimana kompetisinya diantara tumbuhan-tumbuhan yang baru dalam ekosistem baru.


DAFTAR PUSTAKA

Clarke, G.L. 1954. Elements of Ecology. New York: John Willey and Sons.

Desmukh, I.1992. Ekologi dan Biologi TropikaJakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Irwan, Z. O.1992. Prinsip-prinsip Ekologi dan Organisasi Ekosistem, Komunitas, Dan Lingkungan. Jakarta: Bumi Aksara.

Michael, P. 1994. Metode Ekologi untuk Penyelidikan Lapangan dan LaboratoriumJakarta: UI Press.

Odum, E. P. 1996. Dasar-dasar Ekologi Edisi Ketiga. UGM Press. Yogyakarta.

Resosoedarmo, R. S.1989. Pengantar Ekologi. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya.

Sastrodinoto,S.1980. Biologi Umum I. PT. Gramedia.Jakarta.

Soemarwoto. O. 1983. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Djambatan. Jakarta.

Soeriatmadja, R. E. 1977. Ilmu Lingkungan. ITB. Bandung.

Suharno. 1999. Biologi. Erlangga. Jakarta.

Wirakusumah, S. 2003. Dasar-dasar Ekologi; Menopang Pengetahuan Ilmu-ilmu  Lingkungan. UI Press. Jakarta.


LAMPIRAN

A.    Analisa data pada plot ternaungi
Kepadatan(K)                        =
K. Melastoma malabatricum =
                                             = 8,25 individu/m2
K. Cyperus sp             =
                                                =
                                                                = 17,75 individu/m2
K. Imperata cylindrica            = 
                                               = 41,75 individu/m2
K. Mimosa sp                          = 
                                    = 0,25 individu/m2
K. Clitoria sp                          = 
                                    = 7,25 individu/m2



Kerapatan relatif dihitung dengan rumus sebagai berikut :
KR. Melastoma malabatricum =
                                                   =
                                                   = 10,96 %
KR Cyperus sp                          =
                                                   =
                                                   = 23,58 %
KR Imperata cylindrica             =
                                                   =
                                                   = 55,48 %
KR Mimosa sp                          
                                                   =
                                                   = 0,33 %
KR Clitoria sp                           =
                                                   =
                                                   = 9,63 %

B. Analisa data pada plot tidak ternaungi
K Cyperus rotundus                 =
                                                   = 1,5 Individu/m2
K Mimosa sp                            =
                                                  = 1,5 Individu/m2
K Melastoma malabatricum     =
                                                  = 0.5 Individu/m2
K Imperata cylindrica              =
                                                  = 41.25 Individu/m2
K Clitoria sp                             =
                                                  = 9,75 Individu/m2

Kerapatan relatif daerah plot tidak ternaungi adalah :
KR Cyperus rotundus               =
                                                  = 2,75 %
KR Imperata cylindrica            =
                                                  = 75.6 %
KR Clitoria sp                          =
                                                  = 17.89%
KR Melastoma malabathricum =
                                                  = 0,91 %
KR Mimosa sp                          =
                                                  = 2,75 %

Tidak ada komentar:

Posting Komentar