Senin, 23 Mei 2016

AIR SEBAGAI KOMPONEN TUMBUHAN



AIR SEBAGAI KOMPONEN TUMBUHAN

RIMA MELATI  (1310421092)
KELOMPOK 3 A
Jurusan Biologi, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas, Padang

ABSTRAK

Air merupakan salah satu komponen yang penting bagi tanaman. Di dalam tubuh tanaman air berfungsi sebagai pelarut, dan berinteraksi secara langsung dalam metabolisme didalam sel. Dinding sel merupakan bagian terluar sel tumbuhan. Didalam dinding sel dapat terjadi peristiwa difusi yang dapat menyebabkan terjadi peristiwa osmosis dan plasmolisis.
Pratikum ini dilaksanakan pada tanggal 2 Maret 2015, di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan, Universitas Andalas, Padang. Metode yang digunakan pada praktikum ini yaitu experiment dengan tiga percobaan yaitu percobaan pertama plasmolisis dan deplasmolisis pada jaringan epidermis untuk melihat peristiwa plasmolisis dan deplasmolisis pada jaringan epidermis Rhoe discolor, percobaan kedua penentuan tekanan osmotik cairan sel untuk menghitung tekanan osmosis cairan sel, dan percobaan ketiga mengukur potensial air jaringan dengan metode chardakov untuk mengetahui cara mengukur potensial air dengan metode chardakov. Pada percobaan pertama plasmolisis  dan deplamolisis pada Rhoe discolor yang paling cepat ditetesi dengan Sukrosa 1 M dan paling lama NaCl 1 M. Percobaan kedua sel yang mengalami insipient plasmolisis hampir mendekati 50 % yaitu  pada konsentrasi 0,16 M dan 0,24 M. Percobaan ketiga larutan sukrosa yang di tetesi methilen blue maka terjadi terjadi arah pergerakan yang sama yaitu pada konsentrasi 0,2, 0,3, 0,4 ,0,5 melayang.

Keyword : plasmolisis dan deplasmolisis, tekanan osmotik, potensial air, chardakov,  dan Rhoe discolor.

I. PENDAHULUAN

Air merupakan komponen utama dalam tumbuhan, diman air menyusun 60-90 % dari berat daun. Jumlah air yang dikandung tiap tanaman berbeda-beda, hal ini bergantung pada habitat dan jemis spesies tumbuhan tersebut. Tumbuhan herba lebih banyak mengandung air daripada tumbuhan perdu. Tumbuhan yang berdaun tebal mempunyai kadar air antara 85-90 %, tumbuhan hidrofik 85-98 % dan tumbuhan mesofil mempunyai kadar air antara 100-300 % (Bidwel, 1979).
Peranan air sebagai pelarut dalam organisme hidup. Seperti proses osmosis, misalnya bergantung pada bahan terlarut yang ada didalam sel, pergerakan berbagai bahan terlarut dengan cara difusi dan aliran massa dalam tumbuhan. Molekul air secara aktif terlibat dalam reaksi kimia yang menjadi dasar kehidupan. Pada potensial air digunakan untuk menyatakan status air dalam tumbuhan. Semakin rendah potensial air dari suatu sel atau jaringan tumbuhan akan semakin besar kemampuannya untuk mengabsorbsi air. Sebaliknya semakin tinggi potensial air, maka semakin besar pula kemampuan jaringan tersebut untuk memberikan air kepada sel atau jaringan tumbuhan yang kandungan airnya lebih rendah (Lakitan, 2004).
            Molekul air dan zat terlarut yang berada dalam sel selalu bergerak. Oleh karena itu terjadi perpindahan terus-menerus dari molekul air, dari satu bagian ke bagian yang lain. Pada keadaan seimbang hasil akhir dari pergerakan molekul-molekul di dalam suatu medium ini tidak akan menimbulkan efek apapun. Akan tetapi bila keadaan tidak seimbang atau lebih banyak molekul akan bergerak ke satu arah dan sebaliknya akan menimbulkan difusi, atau dengan kata lain difusi merupakan pergerakan molekul sejenis dari daerah konsentrasi timggi ke konsentrasi rendah (Bidwell, 1979).
            Difusi suatu substansi melintasi membran biologis disebut transpor pasif, karena sel tidak harus mengeluarkan energi untuk membuat hal itu terjadi. Gradien konsentrasi itu sendiri merupakan energi potensial dan mengarahkan difusi. Akan tetapi, harus diingat bahwa membran itu permeabel selektif sehingga mempengaruhi laju difusi berbagai molekul. Suatu molekul yang berdifusi secara bebas melintasi sebagian besar membran ialah ialah air, suatu kenyataan yang memiliki akibat penting bagi sel (Campbell, 2002).
            Proses fisika difusi (dengan osmosis sebagai bagian khususnya) mempunyai peranan yang sangat penting pada fisiologi tumbuhan, sehingga pengertian yang jelas mengenai proses ini perlu sekali untuk diketahui dan juga agar mudah dimengerti beberapa sifat umum materi harus diperhatikan. Telah diketahui bahwa semua zat baik unsur maupun senyawa pada hakikatnya tersusun atas partikel-partikel kecil yang memiliki dua sifat umum yang penting yaitu kemampuan untuk bergerak bebas dan kecenderungan bagi partikel yang sama untuk tarik menarik. Kemampuan untuk bergerak bebas cenderung untuk memisahkan partikel penyusun suatu zat, sedangkan gaya tarik-menarik cenderung untuk mempersatukan partikel-partikel itu (Loveles,1991).
            Jika partikel suatu zat dapat bergerak bebas tanpa terhambat oleh gaya tarik, maka dalam jangka waktu tertentu partikel-partikel itu akan tersebar merata dalam ruang yang ada sampai distribusi merata, seperti itu terjadi akan terdapat lebih banyak partikel yang bergerak dari daerah tempat partikel pada arah tertentu disebut difusi. Semakin besar perbedaan konsentrasi antara dua daerah yaitu semakin tajam gradiasi konsentrasinya, semakin besar kecepatan difusinya. Jika keseimbangan telah tercapai maka partikel terus bergerak seperti semula tetapi tidak terjadi lagi difusi. Hal ini disebabkan oleh partikel-partikel suatu zat tetap bergerak, maka kemampuan difusi itu merupakan sifat semua gas. Difusi gas dapat  diperlihatkan bila sebuah kran gas dibuka di salah satu sudut ruangan dan bau gas di buka di salah satu ruangan itu (Fetter,1998).
            Kemampuan air dapat dibedakan atas potensial tekanan dan osmotik. Potensial tekanan timbul karena adanya tambahan tekanan  sama dengan tekanan nyata dari bagian system tertentu. Dan potensial osmotik (potensial zat terlarut) terjadi karena adanya unsure terlarut. Plasmolisis adalah peristiwa mengkerutnya sitoplasma dan lepasnya membran plasma dari dinding sel tumbuhan jika sel dimasukkan ke dalam larutan hipertonik (larutan garam lebih dari 1%). Plasmolisis merupakan proses yang secara nyata menunjukkan bahwa pada sel, sebagai unit terkecil kehidupan, terjadi sirkulasi keluar-masuk suatu zat. Adanya sirkulasi ini menjelaskan bahwa sel dinamis dengan lingkungannya (Meyer,1952 ) . Jika memerlukan materi dari luar maka sel harus mengambil            materi itu dengan segala cara, misalnya dengan mengatur tekanan agar terjadi perbedaan tekanan sehingga materi dari luar bisa masuk (Salisbury and Ross, 1995).
Plasmolisis merupakan dampak dari peristiwa osmosis. Jika sel tumbuhan diletakkan pada larutan hipertonik, sel tumbuhan akan kehilangan air dan tekanan turgor, yang menyebabkan sel tumbuhan lemah. Tumbuhan dengan kondisi sel seperti ini disebut layu. Kehilangan air lebih banyak lagi menyebabkan terjadinya plasmolisis : tekanan terus berkurang sampai di suatu titik di mana sitoplasma mengerut dan menjauhi dinding sel. Sehingga dapat terjadi chytorisis yaitu  runtuhnya dinding sel. Tidak ada mekanisme di dalam sel tumbuhan untuk mencegah kehilangan air secara berlebihan, juga mendapatkan air secara berlebihan,tetapi plasmolisis dapat dibalikkan jika sel diletakkan di larutan hipotonik.Plasmolisis biasanya terjadi pada kondisi yang ekstrim, dan jarang terjadi di alam. Biasanya terjadi secara sengaja di laboratorium dengan meletakkan sel pada larutan bersalinitas tinggi ataupun larutan gula untuk menyebabkan ekosmosis (Lakitan, 2004).
Adanya potensial osmosis cairan sel air murni cenderung untuk memasuki sel, sedangkan potensial turgor yang berada di dalam sel mengakibatkan air untuk cenderung meninggalkan sel. Saat pengaturan potensial osmosis maka potensial turgor harus sama dengan 0. Agar potensial turgor sama dengan 0 maka haruslah terjadi plasmolisis. Plasmolisis adalah suatu proses lepasnya protoplasma dari dinding sel yang diakibatkan keluarnya sebagian air dari vakuola (Salisbury and Ross, 1992).
Plasmolisis adalah peristiwa terlepasnya membran sel pada sel tumbuhan akibat sel berada pada lingkungan yang bersifat hipertonis. Plasmolisis juga merupakan peritiwa lepasnya plasmalemma atau membrane plasma dari dinding sel karena dehidrasi (sel kehilangan air). Kondisi sel yang hipotonis terhadap lingkungan mengakibatkan terjadinya peristiwa osmosis dari sel ke lingkungan. Akibatnya kadar air di dalam sel menurun drastis dan membran sel terlepas dari dinding sel.Plasmolisis biasanya terjadi pada kondisi yang ekstrim, dan jarang terjadi di alam. Plasmolisis adalah suatu proses yang secara riil bisa menunjukkan bahwa sel sebagai unit terkecil kehidupan ternyata terjadi sirkulasi keluar masuk suatu zat, artinya suatu zat atau materi bisa keluar dari sel, dan bisa masuk melalui membrannya.Dalam sirkulasi ini bisa menjelaskan bahwa sel tidak diam, ternyata dalam lingkungan berubah menjadi dinamis, jika memerlukan materi dari luar maka ia harus mengambil materi itu dengan segala cara, yaitu mengatur tekanan agar terjadi perbedaan tekanan sehingga materi dari luar itu bisa masuk.Kondisi sel tidak selalu berada pada keadaan yang normal yang dengan mudah ia mengaturnya ia bisa mencapai homeostatis (seimbang) (Wilkins, 1989).
Terkadang sel juga bisa berada di lingkungan yang ekstrem menyebabkan semua isi sel dapaksakan keluar karena diluar tekanan lebih besar, jika terjadi demikian maka terjadilah lisis (plasmolisis) yang membawa sel itu mati. Tapi ketika tanaman tersebut plasmolisis belum parah dan lingkungan sel segera berubah menjadi hipotonik terhadap cairan sel sehingga terjadi endoosmosis, yang akhirnya sel mengalami deplasmolisis. Dan jika Tumbuhan dengan sel dalam kondisi seperti ini layu. Kehilangan air lebih banyak akan menyebabkan terjadinya plasmolisis: tekanan terus berkurang sampai di suatu titik di mana protoplasma sel terkelupas dari dinding sel, menyebabkan adanya jarak antara dinding sel dan membran. Akhirnya runtuhnya seluruh dinding sel dapat terjadi. Tidak ada mekanisme di dalam sel tumbuhan untuk mencegah kehilangan air secara berlebihan, juga mendapatkan air secara berlebihan, tetapi plasmolisis dapat dibalikkan jika sel diletakkan di larutan hipotonik (Salisbury and Ross, 1992).

1.1  Tujuan
Percobaan ini dilakukan untuk melihat peristiwa plasmolisis dan deplasmolisis pada jaringan epidermis, untuk menentukan tekanan osmosis cairan sel, melihat pengaruh fisik kimia terhadap permeabilitas dan untuk mengukur potensial air jaringan dengan metoda Chardakov.

II. PELAKSANAAN PRAKTIKUM

2.1 Waktu dan Tempat
Praktikum air sebagai komponen tumbuhan dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 2 Maret 2015, yang bertempat di LaboratoriumTeaching IV, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, UniversitasAndalas, Padang..

2.2 Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini seperti Mikroskop, kaca objek dan glass objek, pipet tetes silet, cutter, pipet tetes, tabung reaksi, sikat botol , dan alumunium foil. Sedangkan bahan yang digunakan adalah Rhoe discolor, Ipomea batatas, Daucus carota, Solanum tuberosum, Raphanus sativus, dan Phyrhizus  erosus. Sedangkan larutan yang digunakan adalah sukrosa, senyawa metanol dan aseton.

2.3 Cara kerja
Percobaan A. Plasomilis dan desaplomilis pada jaringan epidermis.
Disayat selapis tipis permukaan epidermis bawah Rhoe discolor dengan menggunakan silet yang tajam. Potongan tersebut diletakkan pada gelas preparat dan ditetesi 2-3 tetes air. Kemudian di tutup dengan menggunakan cover glass dan amati dibawah mikroskop dengan menggunakan perbesaran yang rendah. Sel-sel berwarna didekat tepi irisan diamati antara lain adanya sel-sel yang tidak berpigmen, adanya nukleus, dan partikel subsel lainnya didalam sel. Kemudian ditambah dengan 2 tetes sukrosa 1M diantara gelas preparat dan kaca penutup melaui salah satu sisanya. Air yang berlebihan diserap kertas tissu ditepi kaca yang berlawanan. Penambahan tetesan larutan sukrosa terus dilakukan sehingga ikut terserap oleh kertas tissu kesalam kaca. Kemudian diamati penurunan volume protoplas dan perhatikan benang-benang sitoplasmatik tak berpigmen tetap melekat pada dinding sel. Kemudian digambar 2 buah sel yang  terplasmolisis. Kemudian hisap larutan sukrosa tadi dengan menggunakan tissue dan teteskan  dengan air di sisi kaca yang berlawanan. Kemudian diamati proses deplomosis  yang terjadi dan cacat waktu yang diperlukan untuk berlangsungnya proses tersebut pada satu sel.

Percobaan B. Penentuan Tekanan osmosis cairan sel
Disiapkan 8 tabung reaksi dan kemudian diisi larutan glukosa kedalam tabung reaksi kira-kira 1/3 bagian, satu tabung reaksi untuk satu konsentrasi. Sayatlah lapisan epidermis yang berwarna dari tanaman dengan menggunakan pisau silet, diusahakan menyayatnya selapis saja. Kemudian diamati dibawah mikroskop apakah sayatan kita cukup baik untuk digunakan. Jiak cukup representatif , dimasukkan ke dalam tabung reaksi sayatan tersebut dan cacat waktu mulai perendaman. Diabiarkan sayatan dalam larutan selama 30 menit diperiksa sayatan epidermis dibawah mikroskop dengan reagen larutan sukrosa dimana sayatan tadi disimpan. Dicari konsentrasi sukrosa dimana 50% dari jumlah sel epidermis tadi telah terplasmolisis. Keadaan ini desebut dengan insipien Plasmolisis. Sel dalam keadaan insipien Plasmolisis memiliki potensial osmotik larutan yang digunakan. Kemudian ditentuakan potensial osmotik sel pada insipien Plasmolisis.

Percobaan C. Komposisi kimia Membran sel dan faktor yang mempengaruhi permeabilitas.
Plih salah satu umbi yang telah disediakan, cuci bersih dengan air. Dengan bantuan bor yang bergaris tengan 1 cm (tengahnya berlubang), potong 12 bentuk slinder dari satu umbi yang sama jika mungkin. Dipotong umbi tersebut dengan keteblan 3 cm. cucu semua potongan umbu dibawah air mengalir selama 10-15 menit untuk menghilangkan pigmen pada permukaan. Pada percobaan ini diberikan 3 jenis  perlakuan yaitu :
1. Perlakuan panas
Disiapkan penangas air dengan mengisi2/3 bagian dari gelas pialan yang berukuran 1000 ml dengan air, dan dipanaskan diatas api, dengan pinset dimasukkan potongan umbi Raphanus sativus kedalam gelas yang telah dipanaskan sampai suhu 400 C, kemudian pindahkan potongan umbi dari gelas piala kesuatu tabung, lalu dimasukkan potongan umbi Raphanus sativus kedalam suhu 40°, 50°, 60° ,70°, 80° C. Kemudian pindahkan potongan umbi Raphanus sativus dari gelas piala kedalam suatu tabung reaksi yang berisi 15 ml air pad suhu kamar. Biarkan air berangsur-angsur menjadi dingin , masukkan potongan umbi Raphanus sativus masing-masing 1 potong pada suhu  40°, 50°, 60° ,70°, 80° C.  Kemudian pad bulir pertama pindahkan potongan-potongan umbi Raphanus sativus yang direndam dalam air panas kedalam tabung reaksi yang berisi  destilasi pada suhu kamar, sebagai control, letakkan satu potng umbi Raphanus sativus kedalam tabung berisi 15 ml air destilata. Setelah diinkubasi selama 1 jam , kocok tabung reaksi dan tuangkan rendaman tadi kedalam kuvet dan diukur nilai absorban pada spektrofotometer. Lakukan pada sampel A6 untuk masing-masing air rendaman (7 perlakun panas).
2. Perlakuan dingin
Potongan umbi Raphanus sativus dimasukkan kedalam freezer sehingga umbi tersebut menjadi beku. Kemudian umbi yang sudah membeku itu dicuci dengan cepat dengan menggunakan air kran dan dimasukkan kedalam tabung reaksi dengan 15 ml air.  Sebagai control letakkan satu potongan umbi yang tidak diinginkan pada tabung reaksi dengan 15 ml air. Setelah diinkubasi selama 1 jam , ukur jumlah pigmen relative dan larutan perendaman dengan spektrofotometer.
2      Perlakuan dengan senyawa kimia
Latakkan satu potong silinder Raphanus sativus kedalam 15 ml larutan methanol dan aseton. Sebagai control diletakkan satu potong Raphanus sativus kedalam 15 ml air destilata, diinkubasi selama satu jam kemudian diukur nilai absorbannya.

Percobaan D. Mengukur potensial air dengan metoda Chardakov.
Diisi tabung reaksi dengan larutan sukrosa yang telah disediakan masing-masung sebanyak 10ml. dibuat potongan umbi Solanum tuberosum dengan menggunakan pengebor gabus. Kemudian dimasukkan kedalam masing-masing tabung reaksi 10 potongan jaringan tadi. Tabung reaksi tersebut ditutup dan dibiarkan selama 80 menit. Setiap 20 menit tabung tersebut digoyang perlahan-lahan untuk mempercepat terjadinya keseimbangan. Setelah 80 menit dikeluarkan potongan umbi tersebut dengan menggunakan pinset, setiap tabung gunakan pinset yang berbeda.  Kemudian larutan sisa ditetes dengan larutan asal yang konsentrasinya sama dan telah diwarnai dengan metilen blue. Kemudian pipet ditetesi pengetes diatas sisa larutan tadi secara perlahan-lahan dan diamati gerakan larutan pengetes tadi. Dilihat larutan tersbut apakah jauh kedasar larutan, melayang, atau tenggelam. Kemudian ditentuakan potensial osmotik sel dengan melihat tabel tekanan osmotik pada larutan sukrosa pada suhu 4ºC. dibandingakan nilai potensial air jaringan yang diperoleh dengan kelompok lain.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil
Dari praktikum yang telah dilaksanakan didapatkan hasil sebagai berikut :
Hasil percobaan 1, Plasomilis dan desaplomilis pada jaringan epidermis pada daun Rhoe discolor
        


                                                           
           


Gambar 1. Sel normal             Gambar 2. Plasmolisis        

Tabel 1. Percobaan plasmolisis dan deplasmolisis pada jeringan epidermis Rhoe discolor.
Perlakuan
Deskripsi pengamatan sel
Waktu
Plasmolisis
Deplasmolisis
     Air
Mengalami deplamolisis
-
1 menit 40 menit
Sukrosa 1 M
Mengalami plasmolisis
1 menit, 20 detik
-
NaCl 1 M
Mengalami plasmolisis
1 menit
-

Tabel 2. percobaan Penentuan Tekanan osmosis cairan sel

Molaritas
Sel awal
Sel akhir setelah 1 jam
% plasmolisis
Kontrol
56
32
42,9 %
0,10  M
324
230
32,7 %
0,12  M
316
190
39,9  %
0,14  M
360
240
33,3  %
0,16  M
184
127
35,3 %
0,28  M
325
200
38,5  %
0,20  M
107
84
21,5 %
0,24  M
51
33
35,3 %

% sel plasmolisis = Unit sel awal – unit sel akhir  x 100 %


Unit sel awal
 
 



Tabel 3. Perlakuan panas terhadap permeabilitas membran sel

No.
Perlakuan
Absorban (nm)
1.     
Suhu kontrol (170C)
0
2.     
Suhu 400C
0
3.     
Suhu 500C
0
4.     
Suhu 600C
0
5.     
Suhu 700C
0
6.     
Suhu 800C
0

Tabel 4. Perlakuan dingin terhadap permeabilitas membran sel
No.
Perlakuan
Absorban (nm)
  1
Suhu dingin (40C)
0,01

Tabel 5. Perlakuan dengan senyawa kimia terhadap permeabilitas membran sel

No.
Perlakuan
Absorban (nm)
1.     
Aseton
-0,01
2.     
Methanol
0

Tabel 6. Perlakuan Mengukur potensial air dengan metoda Chardakov.

No
konsentrasi
Hasil pengujian
1
0.2 M
Melayang
2
0.3 M
Melayang
3
0.4 M
Melayang
4
0.5 M
Kelompok 3 b, kelas c
 
Melayang


3.2 Pembahasan

3.2.1 Plasmolisis dan Deplasmolisis Pada Jaringan Epidermis
Jaringan epidermis yang digunakan adalah jaringan epidermis dari daun Rhoe discolor yang ditetesi dengan 2-3 tetes aquades. Sel yang berpigmen (berwarna ungu) mengalami plasmolisis dalam waktu kurang 2 menit, sel lebih pekat dan mengerut karena tertariknya air dari sel yang disebabkan karena adanya perbedaan kosentrasi dimana kosentrasi NaCl 1 M lebih besar dari pada kosentrasi air. Sel   mengalami deplasmolisis selama 1 menit 40 detik untuk dapat kembali seperti semula.      Sedangkan untuk larutan sukrosa 1M dari hasil yang didapat bahwa sel mengalami plasmolisis selama lebih kurang 2 menit untuk terplasmolisis seutuhnya untuk deplasmolisisnya butuh waktu 40 detik. Salisbury dan Ross (1995), Menyatakan terlepasnya protoplas dari dinding sel disebabkan oleh penyusutan atau pengurangan volume, karena cairan di dalam protoplas sudah menjadi lebih pekat dan karenanya berpotensial osmotik lebih negatif.
Apabila dua sistem dipisahkan oleh suatu membran yang permiabel terhadap pelarut maupun terhadap air maka perbedaan potensial air bukanlah gaya gerak yang dapat memberikan tarik geser di air dan tarik ini dinyatakan gaya ekstra. Sel dikatakan mengalami plasmolisis apabila tekanan hidrostatif negatif tidak dapat dipertahankan perbedaan tekanan apapun dipermukaannya. Berarti protoplasma yang diplasmolisis sesuai dengan volumenya dan bukan osmotik menjadi sama dengan tekanan osmotik eksternal (Wilkins, 1989).
Plasmolisis adalah suatu peristiwa dimana protoplas dalam sel kehilangan air sehingga volumenya menyusut dan akhirnya dapat terlepas dari dinding sel. Sel yang mengalami plasmolisis biasanya dapat disehatkan dengan memasukkannya ke dalam air murni (Dwijoseputra, 1980).
Setelah sel mengalami plsmolisis kemudian ditetesi dengan air, air diserap menggunakan tissue, dan mulailah terjadi deplasmolisis namun dengan waktu yang tidak  terlalu lama yaitu  untuk dapat kembali seperti semula. Menurut Salisbury dan Ross (1995), pada saat proses deplasmolisis ini sel bergerak secara perlahan-lahan mulai membentuk sel itu kembali kebentuknya semula dengan rentang waktu yang tidak lama.
Hal ini menandakan bahwa sel akan kembali pulih jika diberikan penetralan atau dibilas dengan pelarut murni seperti air.  Air dapat melarutkan lebih banyak jenis bahan kimia dibandingkan dengan zat cair lainnya. Sifat ini disebabkan karena air memiliki konstanta dielektrik yang sangat tinggi . Konstanta merupakan ukuran untuk menetralisisr daya tarik menarik antara molekul atau atom yang bermuatan listrik berbeda (Lakitan, 2004).  Peristiwa ini dikenal dengan istilah deplasmolisis.  
Deplasmolisis merupakan kebalikan dari plasmolisis, yaitu menyatunya kembali membran plasma yang telah lepas dari dinding sel. Deplasmolisis terjadi jika sel tumbuhan diletakkan di larutan hipotonik,sel tumbuhan akan menyerap air dan juga tekanan turgor meningkat. Banyaknya air yang masuk ke dalam sel akan menyebabkan terjadinya deplasmolisis. Membran plasma akan mengembang sehingga akan melekat kembali pada dinding sel (Campbell, 2002).

3.2.2 Penentuan Tekanan Osmotik Cairan Sel
Pada percobaan kedua yaitu tentang  penentuan tekanan osmotic. Pertama epidermis Rhoe discolor  dihitung dibawah mikroskop. Setelah itu masukan kedalam larutan sukrosa yang telah disediakan, rendam selama 30 menit dengan konsentrasi yang berbeda-beda. Setelah itu amati kembali dibawah mikroskop kemudian hitung jumlah sel. Dari praktikum yang  telah dilakukan dapat dilihat pada tabel, maka dapat diketahui bahwa tekanan osmotik yang diberikan oleh masing-masing konsentrasi akan berbeda-beda. Hal itu dapat dilihat pada presentase plasmolisis yang terjadi pada daun Rhoeo discolor  yang juga berbeda. Penentuan ini dilakukan dengan cara menghitung jumlah sel yang berwarna ungu di awal dan sel yang berwarna ungu diakhir setelah dilakukan perendaman dalam kosentrasi larutan yang berbeda. Pada table dapat dilihat bahwa pada daun Rhoe discolor  yang diberi perlakuan control memiliki jumlah nilai yang terplasmolisis paling besar yaitu 42,9 %. Sedangkan pada Pada table dapat dilihat bahwa pada daun Rhoe discolor  yang diberi perlakuan dengan memberikan larutan sukrosa dengan konsentrasi yang berbeda-beda menunjukkan  memiliki jumlah nilai yang terplasmolisis yang bervariasi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada umumnya makin tinggi konsentrasi larutan maka makin banyak sel-sel yang akan terplasmolisis.
Apabila terjadi keseimbangan antara presentase plasmolisis maka dikenal dengan istilah insipient plasmolisis. Pada percobaan, insipient plasmolisis terjadi pada percobaan dengan konsentrasi 0,16 M dan 0,24 M. Hal ini sesuai menurut Lakitan (2004) Pada dasarnya sel yang berada saat insipient plasmolisis atau konsentrasi 50% dari jumlah sel epidermis yang terplasmolisis memilikim potensial osmotik sama dengan potensial osmotic larutan yang digunakan.
Sel pada keadaan Insipien Plasmolisis memiliki potensial osmotik sama dengan potensial osmotik larutan yang digunakan. Hal ini sesuai menurut Salisbury dan Ross (1995) bahwa masalah yang timbul dari pemerasan sel hidup adalah diperolehnya air yang hampir murni akibat terjadinya penyaringan osmotik. Jika cairan di setiap jaringan tumbuhan berada dalam kesetimbangan osmotik dengan larutan di sekelilingnya pada tekanan atmosfer dan tak ada tekanan atau tegangan di dalam jaringan, maka potensial osmotik cairan tersebut akan sama dengan potensial osmotik larutan sekitar. Masalah yang dihadapi dari pengukuran semacam ini ialah memperoleh tekanan nol dalam jaringan tanpa mengubah lagi sifat osmotik lainnya bila tidak diperlukan (yang mungkin bisa terlalu banyak). Metode ini untuk mengukur potensial osmotik dengan mengamati plasmolisis insipien.
3.2.3 Perlakuan panas terhadap permeabilitas membran sel
Dari pengamatan yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa pada perlakuan yang diberikan untuk menguji nilai absorban pada umbi Raphanus sativus, didapatkan hasil bahwa pada 6 perlakuan yang diberikan berbeda, menunjukkan nilai absorban yang sama yaitu memiliki nilai absorban 0 nm. Hal ini dapat disebabkan pada perlakuan panas terdapat nilai absorban di atas nol. Ini berarti terjadi respon larutan atau terjadinya difusi. Underwood (1988) menyatakan bahwa difusi merupakan perpindahan cairan dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Pada waktu dipanaskan suhu air akan naik, sehingga konsentrasinya turun, konsentrasi yang berbeda ini menyebabkan air di luar sel masuk ke dalam sel. Sehingga konsentrasi air di dalam jaringan akan naik dan larutan akan menjadi encer.

3.2.4 Perlakuan dingin terhadap permeabilitas membran sel
Pada pengamatan yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa pada perlakuan diberikan untuk menguji nilai absorban pada umbi Raphanus sativus, didapatkan hasil bahwa pada Perlakuan dingin terhadap permeabilitas membran sel diperoleh nilai absorban 0,01 nm. Hal ini menunjukkan bahwa suhu sangat mempengaruhi terjadinya permeabilitas membran sel. Dapat dibandingkan dengan Pembeian perlakuan panas terhadap permeabilitas membran sel dengan pemberian perlakuan dingin terhadap permeabilitas membran sel sangat dipengaruhi oleh suhu. Artinya semakin panas suhu semakin tinggi juga nilai absorban, sedangkan semakin dingin (rendah) artinya semakin rendah juga nilai absorbanya.

3.2.5 Perlakuan dengan senyawa kimia terhadap permeabilitas membran sel
Pada pengamatan yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa pada perlakuan diberikan untuk menguji nilai absorban pada umbi Raphanus sativus, didapatkan hasil bahwa pada perlakuan dengan senyawa kimia terhadap permeabilitas membran sel  diperoleh nilai absorban yang berbeda. Pada perlakuan pemberian senyawa kimia yang berupa aseton diperoleh nilai absorban sebesar -0,01, sedangkan pada perlakuan pemberian senyawa kimia yang berupa metanol diperoleh nilai absorban sebesar 0. Artinya nilai absorban senyawa kimia methanol lebih besar dari pada nilai absorban pemberian senyawa kimia aseton.
Perbedaan permeabilitas membran sangat bergantung pada besar kecilnya molekul yang lewat dan ditentukan dengan besarnya pori-pori membran, tapi pada membran plasma sel hidup, besarnya molekul tidak berpengaruh. Hal ini disebabkan oleh adanya larutan antara kelarutan zat itu dalam salah satu komponen membran (Dwijoseputra,1980)

3.2.6 Mengukur Potensial Air dengan Metode Chardakov
Pada percobaan ini, potensial air memiliki pengaruh yang sangat besar. Pada waktu perendaman, yang dilakukan pada konsentrasi yang berbeda telah terjadi pemindahan air dari jaringan tumbuhan ke luar jaringan atau sebaliknya. Hal itu dapat diamati pada saat perbedaan yang terjadi saat dilakukan uji coba dalam tes menentukan arah gerak yang terjadi pada larutan sisa hasil perendaman. arah pergerakan dari masing-masing konsentrasi memberikan hasil yang berbeda, hal itu tergantung pada saat perendaman sampel dalam konsentrasi yang berbeda. Arah pergerakan dari larutan penguji adalah melayang. Larutan melayang ini  ditemukan pada semua konsentrasi.Larutan penguji melayang dikarenakan antara larutan tersebut tidak terjadi perubahan selama perendaman.


IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Setelah dilakukan percobaan dan didapatkan hasil, dapat disimpulkan bahwa :
1.  Plasmolisis sel pada epiermis Rhoe discolor   berangsung cepat  pada larutan NaCl.
2. Peristiwa deplasmolisisnya terjadi karena air akan masuk secara perlahan ke dalam sel dan mengakibatkan sel kembali ke bentuk semula.
3. Sel mendekati insipien plasmolisis pada konsentrasi 0,16 M dan 0,24 M.
4. Percobaan ketiga larutan pengetes mendekati posisi melayang terjadi pada semua konsentrasi.

4.2 Saran
Diharapkan kepada semua praktikan untuk lebih cekatan dalam melaksanakan praktikum agar waktu yang sedikit tersebut dapat digunakan semaksimal mungkin. Dan sebaiknya praktikan belajar sebelum praktikum dimulai agar pratikan mengerti dan paham apa yang dipratikumkan. Selain itu, praktikan hendaknya lebih teliti dalam mengamati setiap percobaan yang di lakukan terutama dalam menghitung jumlah sel yang terplasmolisis.

DAFTAR PUSTAKA

Bidwell, R.G.S. 1979. Plant Physiology Second Edition. Max Million Publiching. New York.
Campbell dan Reece. 2002 . Biologi Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta : Erlangga.

Dwijoseputra, D. 1980. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia : Jakarta.

Fetter,A.H.1998. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.

Lakitan, B. 2004.Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan.Raja Grafindo Persada : Jakarta.

Loveles, A.R.1987. Prinsip - Prinsip Biologi Tumbuhan Untuk Daerah Tropik.Gramedia
Meyer, S.B. Anderson.1987. Plant Physiology. D. Vant Nostrad Company Inc Princeton :New
                        .
Salisbury, F.B dan Cleon, W.Ross.1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid I. ITB :Bandung
Wikins, B. 1989. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Bina Aksara : Jakarta.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar