I. PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Suksesi merupakan proses perubahan yang berlangsung
secara beruntun dari komunitas tumbuhan pelopor dengan biomassa kecil. Tetapi
lahan hidup di kawasan yang gersang dan kerdil menjadi komunitas belukar dan
kemudian menjadi hutan dengan biomassa lebih berat, setelah kawasan itu cukup
subur untuk mendukung kehidupan yang beranekaragam. Pohon di dalam hutan jauh
lebih besar dengan komunitas asalnya yang hanya terdiri atas jenis tumbuhan herba
seperti lumut kerak, lumut daun, paku-pakuan, dan sebagainya (Suharno, 1999)
Kecenderungan suksesional menyinggung
keanekaragaman, variasi jenis, yang dinyatakan sebagau nisbah jenis-jumlah atau
nisbah luasnya daerah, cenderung meningkat selama tahap-tahap dini dari
perkembangan komunitas. Perilaku komponen “kemerataan” dari keanekaragaman
kurang dikenal dengan baik. Sementara peningkatan keanekaragaman jenis
bersama-sama dengan penurunan dominansi oleh salah satu jenis atau kelompok
kecil jenis (yakni peningkatan pemerataan atau penurunan redunansi) dapat
diterima sebagai kemungkinan umum selama suksesi. Ada pula perubahan komunitas
lainnya yang dapat bekerja berlawanan dengan kecenderungan ini (Odum, 1996).
Suksesi dikatakan tingkat klimaks ini adalah komunitas telah mencapai
homeostatis. Ini dapat diartikan bahwa komunitas sudah dapat mempertahankan
kestabilan internalnya sebagai akibat dari tanggap (respon) yang terkoordinasi
dari komponen-komponennya terhadap setiap kondisi atau rangsangan yang
cenderung mengganggu kondisi atau fungsi normal komunitas. Jadi bila suatu
komunitas telah mencapai klimaks, perubahan yang searah tidak terjadi lagi. Proses suksesi sangat terkait dengan faktor
linkungan, seperti letak lintang, iklim, dan tanah. Lingkungan sangat
menentukan pembentukkan struktur komunitas klimaks. Misalnya, jika proses
suksesi berlangsung di daerah beriklim kering, maka proses tersebut akan
terhenti (klimaks) pada tahap komunitas rumput, jika berlangsung di daerah
beriklim dingin dan basah, maka proses suksesi akan terhenti pada komunitas
(hutan) conifer, serta jika berlangsung di daerah beriklim hangat dan basah,
maka kegiatan yang sama akan terhenti pada hutan hujan tropik (Resosoedarmo,1989)
Pada
dasarnya ada komunitas yang statis tetapi pada hakikatnya senantiasa berubah
dalam peredaran waktu. Perubahan itu dikenal dalam jenjang-jenjang; yang
pertama tentunya terjadi karena organisme tumbuh, berinteraksi atau mati.
Perubahan lain dalam jangka waktu lebih lama mengakibatkan perubahan besar pada
komposisi dan struktur suksesi ekologik, sebagai reaksi komunitas perubahan
faktor biotik fundamental dan evolusi komunitas (Soemarwoto, 1983)
1.2 Tujuan
Praktikum suskesi ini dilakukan untuk melihat pengaruh
suksesi pada suatu daerah dan mengamati proses pertambahan atau pengurangan
populasi secara bertingkat pada suatu lahan sebagai proses suksesi.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Seorang ahli biologi menyatakan bahwa suksesi
adalah perubahan yang terjadi pada suatu ekosistem yang berlangsung bertahap-
tahap dalam waktu yang lama. Namun yang dianut oleh ahli- ahli ekologi sekarang
adalah pandangan yang mengatakan bahwa suatu komunitas adalah merupakan suatu
gabungan dari beberapa organisme. Organisme dalam suatu komunitas saling
berhubungan, karena melalui proses- proses kehidupan yang saling berinteraksi.
Lingkungan disekitarnya sangat penting karena mempengaruhi kehidupan organisme.
Jika organisme tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, maka akan
berakibat fatal bagi organisme itu. Misalnya, tanah penting untuk tumbuhan
hidup karena mengandung mineral juga merupakan media bagi air dan
sebagai tempat tumbuhnya akar. Sebaliknya tanah juga dapat dipengaruhi
oleh tumbuhan, dapat mengurangi jumlah mineral dalam tanah dengan akar- akar
tanaman yang menembus tanah yang hanya mengandung beberapa zat organik (Resosoedarmo, 1989).
Para ahli biologi mencoba memberi nama pada
berbagai komunitas. Nama ini harus dapat memberikan keterangan mengenai sifat
komunitas itu. Mungkin cara yang sederhana adalah memberi nama dengan
menggunakan kata-kata yang dapat menunjukkan bagaimana wujud komunitas itu.
Kebanyakan orang dapat membayangkan apa yang dimaksud jika kita berbicara
mengenai “hutan” atau “padang rumput”. Nama ini menunjukkan bentuk dan wujud
komunitas ini dalam keseluruhannya. Sering kali di dalam suatu komunitas
terdapat satu atau dua tumbuhan dalam jumlah yang banyak, sehingga tumbuhan ini
merupakan wujud yang khas daripada komunitas ini. Organisme yang memberi wujud
khas kepada suatu komunitas dinamakan suatu spesies dominan dalam komunitas
ini (Wirakusumah,
2003).
Proses
perubahan dalam komunitas yang berlangsung menuju ke satu arah secara teratur
disebut suksesi. Suksesi terjadi sebagai akibat dari modifikasi lingkungan
fisik dalam komunitas atau ekosistem. Proses suksesi berakhir dengan sebuah
komunitas atau ekosistem yang disebut klimaks. Dikatakan bahwa dalam tingkat
klimaks ini komunitas telah mencapai homeostatis (Desmukh, 1992).
Menurut Irwan (1992), pemberian nama komunitas
dapat berdasarkan bentuk atau struktur utama seperti jenis dominan,
bentuk hidup, atau indikator lainnya seperti hutan pinus, hutan agathis, hutan
jati, atau hutan dipterocarpaceae. Dapat juga berdasarkan sifat tumbuhan
dominan seperti hutan sklerofil, di Indonesia hutan ini banyak di Flores.Berdasarkan habitat fisik komunitas, seperti komunitas hamparan lumpur, komunitas pantai pasir, komunitas lautan dan sebagainya. Berdasarkan sifat-sifat
atau tanda-tanda fungsional, misalnya tipe metabolisme komunitas. Berdasarkan
sifat lingkungan alam seperti iklim, misalnya terdapat di daerah tropik dengan
curah hujan yang tertinggi terbagi rata sepanjang tahun dan disebut hutan hujan
tropik.
Di antara banyak organisme yang membentuk suatu komunitas,
hanya beberapa spesies atau grup yang memperlihatkan pengendalian yang nyata
dalam memfungsikan keseluruhan komunitas. Kepentingan relatif organisme dalam
suatu komunitas tidak ditentukan oleh posisi taksonominya, namun oleh jumlah,
ukuran, produksi dan hubungan lainnya. Tingkat kepentingan suatu spesies
biasanya dinyatakan oleh indeks keunggulannya. Komunitas diberi nama dan
digolongkan menurut spesies atau bentuk hidup yang dominan, habitat fisik atau
kekhasan fungsional. Analisis komunitas dapat dilakukan pada setiap lokasi
tertentu berdasarkan perbedaan zone atau gradien yang terdapat dalam daerah
tersebut. Umumnya semakin curam gradien lingkungan, makin beragam komunitasnya
karena batas yang tajam terbentuk oleh perubahan yang mendadak dalam sifat
fisik lingkungannya (Michael,
1994).
Vegetasi yang terdapat di alam kebanyakan komunitas
hutan mempunyai suatu pola yang jelas. Di dalam komunitas hutan, daun-daun,
cabang-cabang dan bagian lain dari bermacam- macam pohon, semak dan lain-lain
tumbuhan membentuk beberapa lapisan. Masing-masing lapisan memiliki produsen,
konsumen dan makhluk pembusuk lain yang khas. Mikroklimat tiap lapisan pun
berlainan. Hal ini dapat dipahami karena cahaya, angin, dan hujan yang diterima
lapisan ini juga berbeda. Selain dari lapisan tumbuhan, permukaan tanah hutan
juga merupakan tempat hidup. Pada permukaan tanah hutan terdapat daun-daun,
ranting- ranting dan kayu yang membusuk. Zona-zona ini memiliki organisme yang
khas, demikian juga organisme yang ditemukan diperbatasan. Jumlah dan banyaknya
spesies sering kali lebih besar dalam suatu ekoton daripada komunitas
tetangganya. Disini terdapat suatu komunitas yang terdiri dari mikroorganisme,
lumut dan paku- pakuan. Juga terdapat bermacam-macam kumbang, kutu daun,
belalang dan mungkin ular ( Sastrodinoto, 1980).
Suatu daerah tidak tetap demikian untuk waktu yang lama. Diawali dengan
tumbuhan daerah itu segera dihuni oleh beragam spesies tumbuhan atau hewan.
Organisme-organisme ini mengubah habitat yang membuatnya sesuai bagi spesies
lain menjadi mantap. Masa pendewasaan perkembangan suatu daerah seringkali
mencapai suatu keadaan relatif stabil yang diberikan sebagai tahapan klimaks.
Selama masa perkembangan ini, penghunian suatu daerah baru, pertama-tama oleh
tumbuhan melandasi jalan bagi hewan-hewan untuk tinggal di dalamnya disebut
suksesi. Suksesi adalah suatu cara umum perubahan progresif dalam komposisi
spesies suatu komunitas yang sedang berkembang. Hal ini secara bertahap
disebabkan oleh reaksi biotik dan berlangsung melalui sederetan tahapan dari
tahapan pelopor menuju tahapan klimaks (Michael, 1994).
Adanya perubahan didalam masyarakat
tumbuhan terutama disebabkan oleh aktivitas masing-masing masyarakat tumbuhan
didalam lingkungannya sendiri. Dijelaskan lebih lanjut bahwa didalam hutan,
pohon-pohon akan meningkat dalam bentuk dan ukurannya, sehingga bersifat
menaungi dan akibatnya kelembaban akan bertambah tinggi. Tumbuhan mengambil hara
dari dalam tanah dalam bentuk yang berbeda. Akumulasi humus, perubahan pH tanah
dan kandungan air semuanya akan berubah, akibatnya habitat akan berubah pula.
Perubahan ini akan menciptakan keadaan habitat yang baik untuk pertumbuhan
jenis yang lain dari jenis yang sudah ada sebelumnya. Dengan demikian, jenis
yang berbeda dalam kondisi selanjutnya akan menguasai (Clarke, 1954).
Menururt Odum (1996), berdasarkan kondisi habitat pada awal suksesi, dapat
dibedakan dua macam suksesi yaitu; suksesi Primer dan suksesi sekunder. Suksesi
primer terjadi jika suatu komunitas mendapat gangguan yang mengakibatkan
komunitas awal hilang secara total sehingga terbentuk habitat baru. Gangguan
tersebut dapat terjadi secara alami maupun oleh campur tangan manusia. Gangguan
secara alami dapat berupa tanah longsor, letusan gunung berapi, dan endapan
lumpur di muara sungai. Gangguan oleh campur tangan manusia dapat berupa
kegiatan penambangan (batu bara, timah, dan minyak bumi).
Suksesi primer ini diawali tumbuhnya tumbuhan pionir, biasanya berupa lumut
kerak. Lumut kerak mampu melapukkan batuan menjadi tanah sederhana. Lumut kerak
yang mati akan diuraikan oleh pengurai menjadi zat anorganik. Zat anorganik ini
memperkaya nutrien pada tanah sederhana sehingga terbentuk tanah yang lebih
kompleks.Benih yang jatuh pada tempat tersebut akan tumbuh subur. Setelah itu.
akan tumbuh rumput, semak, perdu, dan pepohonan. Bersamaan dengan itu pula
hewan mulai memasuki komunitas yang haru terbentuk. Hal ini dapat terjadi
karena suksesi komunitas tumbuhan biasanya selalu diikuti dengan suksesi
komunitas hewan. Secara langsung atautidak langsung. Hal ini karena sumber
makanan hewan berupa tumbuhan sehingga keberadaan hewan pada suatu wilayah
komunitas tumbuhan akan senantiasa menyesuaikan diri dengan jenis tumbuhan yang
ada. Akhirnya terbentuklah komunitas klimaks atau ekosistem seimbang yang tahan
terhadap perubahan (bersifat homeostatis).Salah satu contoh suksesi primer
yaitu peristiwa meletusnya gunung Krakatau. Setelah letusan itu, bagian pulau
yang tersisa tertutup oleh batu apung dan abu sampai kedalaman rata – rata 30 m
(Odum, 1996).
Suksesi Sekunder terjadi jika suatu gangguan terhadap suatu komunitas tidak
bersifat merusak total tempat komunitas tersebut sehingga masih terdapat
kehidupan atau substrat seperti sebelumnya. Proses suksesi sekunder dimulai
lagi dari tahap awal, tetapi tidak dari komunitas pionir. Gangguan yang
menyebabkan terjadinya suksesi sekunder dapat berasal dari peristiwa alami atau
akibat kegiatan manusia. Gangguan alami misalnya angina topan, erosi, banjir,
kebakaran, pohon besar yang tumbang, aktivitas vulkanik, dan kekeringan hutan.
Gangguan yang disebabkan oleh kegiatan manusia contohnya adalah pembukaan areal
hutan (Sastrodinoto, 1980).
III.
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
3.1
Waktu
dan Tempat
Praktikum
mengenai Suksesi ini dilaksanakan pada hari Selasa tanggal
26 Maret 2015 sampai dengan tanggal 23 April 2015 di Arboretum Andaleh, Jurusan Biologi,
Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Andalas.
3.2
Alat
dan Bahan
adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini
yaitu pancang, tali rafia, meteran, palu, cangkul, dan alat tulis.
3.3
Cara
Kerja
Dibuat dua buah plot masing-masing berukuran 2x2 m, plot
pertama dibuat pada daerah yang ternaungi dan plot kedua pada daerah yang
terbuka atau tidak ternaungi. Masing-masing plot diberi pembatas menggunakan
pancang dan tali rafia. Setelah plot terbentuk kemudian diamati komposisi jenis
tumbuhan pada kedua plot tersebut. Kemudian kedua plot tersebut dibersihkan menggunakan cangkul sampai tidak ada vegetasi
di dalam plot kedua plot. Dilakukan pegamatan komposisi jenis tumbuhan setiap
minggunya sampai 4 kali pengamatan.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil
Adapun hasil yang didapatkan pada praktikum suksesi ini
adalah sebagai berikut ;
Tabel 16. Pengamatan suksesi plot tidak ternaungi
Minggu
|
Awal
|
I
|
II
|
III
|
IV
|
|||||
Tanggal
|
Spesies
|
Jumlah
|
Spesies
|
Jumlah
|
Spesies
|
Jumlah
|
Spesies
|
Jumlah
|
Spesies
|
Jumlah
|
|
Clitoria sp
|
14
|
Imperata cylindrica
|
10
|
Imperata cylindrica
|
24
|
Imperta cylindrica
|
25
|
Imperata cylindrica
|
71
|
|
Melastoma malabatricum
|
1
|
|
|
|
|
Cyperus
sp
|
1
|
Cyperus sp
|
2
|
|
Imperata cylindrica
|
35
|
|
|
|
|
Clitoria sp
|
10
|
Clitoria sp
|
15
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Mimosa sp
|
6
|
Tabel 17. Pengamatan suksesi plot ternaungi
Minggu
|
Awal
|
I
|
II
|
III
|
IV
|
|||||
Tanggal
|
Spesies
|
Jml
|
Spesies
|
Jml
|
Spesies
|
Jml
|
Spesies
|
Jml
|
Spesies
|
jml
|
|
Clitoria laurifolia
|
25
|
Imperata cylindrica
|
15
|
Imperata cylindrica
|
26
|
Imperata cylindrica
|
29
|
Imperata cylindrica
|
60
|
|
Imperata cylindrica
|
37
|
Cyperus sp
|
3
|
Cyperus sp
|
10
|
Cyperus sp
|
16
|
Cyperus sp
|
22
|
|
Melastoma malabatricum
|
4
|
|
|
|
|
Melastoma malabatricum
|
10
|
Melastoma malabatricum
|
19
|
|
Cyperus sp
|
20
|
|
|
|
|
|
|
Mimosa sp
|
1
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Clitoria laurifolia
|
4
|
4. 2 Pembahasan
Untuk praktikum kali ini suksesi yang dilakukan adalah suskesi sekunder.
Suksesi yang terjadi pada lahan garapan yang kami buat termasuk dalam jenis
suksesi sekunder. Suksesi sekunder muncul dari kerusakan alam yang parsial
saja, hal ini sesuai karena kerusakan yang timbul hanya disebabkan oleh proses
pencangkulan dan bukan karena kerusakan alam total yang umumnya terjadi akibat
bencana alam.
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan dapat
diketahui bahwa vegetasi yang pertama muncul adalah jenis rerumputan yaitu
ilalang. Hal ini disebabkan jenis suksesi merupakan suksesi sekunder, dimana
sudah terdapat kehidupan sebelumnya. Vegetasi yang biasanya muncul pertama kali
biasanya berupa tumbuhan pelopor atau pionir yaitu tumbuhan yang berkemampuan
tinggi untuk hidup pada lingkungan yang serba terbatas pada berbagai faktor
pembatas. Kehadiran kelompok pionir ini akan menciptakan kondisi lingkungan
tertentu yang memberikan kemungkinan hidup bagi tumbuhan lainnya. Jenis
tumbuhan pionir lainnya yaitu tumbuhan lumut kerak. Lumut kerak termasuk dalam
tumbuhan pionir sebab memiliki kemampuan dalam proses pembentukam lapisan tanah,
memecah batuan dengan akarnya dan membebaskan materi organik ketika terjadi
pelapukan dari bagian tumbuhan yang mati.
Komunitas baru yang terbentuk ini
terdiri dari 1
spesies yaitu Mimosa sp. Komunitas ini berbeda dengan komunitas awal yang terdiri
dari 3 jenis spesies. Dari komunitas awal, jenis spesies yang
kembali tumbuh pada komunitas baru adalah Imperata
cyclindrica, Melastoma malabathricum, dan
Clitoria sp. Ini menunjukkan
bahwa suksesi yang terjadi pada lahan garapan adalah suksesi sekunder, yaitu
suksesi yang terjadi jika suatu komunitas baru muncul dan berkembang pada
habitat yang pernah ditumbuhi oleh komunitas lain.
Berdasarkan kondisi habitat pada awal suksesi, dapat
dibedakan dua macam suksesi, yaitu suksesi primer dan suksesi sekunder. Suksesi
primer terjadi jika suatu komunitas mendapat gangguan yang mengakibatkan
komunitas awal hilang secara total sehingga terbentuk habitat baru. Gangguan
tersebut dapat terjadi secara alami maupun oleh campur tangan manusia. Gangguan
secara alami dapat berupa tanah longsor, letusan gunung berapi, dan endapan
lumpur di muara sungai. Gangguan oleh campur tangan manusia dapat berupa
kegiatan penambangan (batu bara, timah, dan minyak bumi). Suksesi primer ini
diawali tumbuhnya tumbuhan pionir, biasanya berupa lumut kerak. Lumut kerak
mampu melapukkan batuan menjadi tanah sederhana. Lumut kerak yang mati akan
diuraikan oleh pengurai menjadi zat anorganik. Zat anorganik ini memperkaya
nutrien pada tanah sederhana sehingga terbentuk tanah yang lebih kompleks (Desmukh, 1992).
Suksesi sekunder terjadi jika suatu gangguan
terhadap suatu komunitas tidak bersifat merusak total tempat komunitas tersebut
sehingga masih terdapat kehidupan / substrat seperti sebelumnya. Proses suksesi sekunder dimulai lagi dari tahap
awal, tetapi tidak dari komunitas pionir. Gangguan yang menyebabkan terjadinya
suksesi sekunder dapat berasal dari peristiwa alami atau akibat kegiatan
manusia. Gangguan alami misalnya angina
topan, erosi, banjir, kebakaran, pohon besar yang tumbang, aktivitas vulkanik,
dan kekeringan hutan. Gangguan yang disebabkan oleh kegiatan manusia contohnya
adalah pembukaan areal hutan. Proses suksesi sangat terkait dengan faktor
linkungan, seperti letak lintang, iklim, dan tanah. Lingkungan sangat
menentukan pembentukkan struktur komunitas klimaks. Misalnya, jika proses
suksesi berlangsung di daerah beriklim kering, maka proses tersebut akan
terhenti (klimaks) pada tahap komunitas rumput; jika berlangsung di daerah
beriklim dingin dan basah, maka proses suksesi akan terhenti pada komunitas
(hutan) conifer, serta jika berlangsung di daerah beriklim hangat dan basah,
maka kegiatan yang sama akan terhenti pada hutan hujan tropik (Odum, 1996).
V. KESIMPULAN
DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum ini adalah sebagai
berikut :
1. Suksesi yang kami lakukan ini merupakan jenis suksesi sekunder.
Karena telah ditemukan adanya kehidupan sebelumnya, yaitu berupa rumput-rumput
liar, yang kemudian dibersihkan dengan cara dicangkul sampai bersih hingga akar-akarnya.
Proses suksesi sekunder dimulai lagi dari tahap awal, tetapi tidak dari
komunitas pioner. Yaitu ada fase permulaan, fase awal, fase muda, dan diakhiri
dengan fase klimaks yang ditandai dengan matinya tanaman secara terus-menerus.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi suskesi yaitu iklim, topografi,
edatik dan biotik.
5.2
Saran
Adapun saran yang dapat diberikan yaitu pada pengamatan ditambahkan pengukuran tinggi tanaman
yang baru agar diketahui juga bagaimana kompetisinya diantara tumbuhan-tumbuhan
yang baru dalam ekosistem baru.
DAFTAR PUSTAKA
Clarke, G.L. 1954. Elements of Ecology. New York: John
Willey and Sons.
Desmukh, I.1992. Ekologi dan Biologi Tropika. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Irwan, Z. O.1992. Prinsip-prinsip Ekologi dan Organisasi
Ekosistem, Komunitas, Dan
Lingkungan. Jakarta: Bumi Aksara.
Michael, P. 1994. Metode Ekologi untuk Penyelidikan Lapangan
dan Laboratorium. Jakarta: UI
Press.
Odum, E. P. 1996. Dasar-dasar Ekologi Edisi Ketiga. UGM Press. Yogyakarta.
Resosoedarmo, R. S.1989. Pengantar Ekologi. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya.
Sastrodinoto,S.1980. Biologi Umum I. PT. Gramedia.Jakarta.
Soemarwoto. O. 1983. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan.
Djambatan. Jakarta.
Soeriatmadja, R.
E. 1977. Ilmu Lingkungan. ITB. Bandung.
Suharno. 1999. Biologi. Erlangga. Jakarta.
Wirakusumah, S. 2003. Dasar-dasar Ekologi; Menopang Pengetahuan
Ilmu-ilmu Lingkungan. UI Press.
Jakarta.
LAMPIRAN
A. Analisa
data pada plot ternaungi
Kepadatan(K) =
K. Melastoma malabatricum =

K. Melastoma malabatricum =

= 8,25 individu/m2
K.
Cyperus sp =

=


=
17,75
individu/m2
K. Imperata cylindrica = 

= 41,75 individu/m2
K.
Mimosa
sp = 

= 0,25 individu/m2
K.
Clitoria sp = 

= 7,25 individu/m2
Kerapatan
relatif dihitung dengan rumus sebagai berikut :
KR. Melastoma malabatricum =


=


=
10,96 %
KR
Cyperus sp =


=


=
23,58 %
KR
Imperata cylindrica = 

=


=
55,48 %
KR
Mimosa
sp 

=


=
0,33 %
KR
Clitoria sp = 

=


=
9,63 %
B.
Analisa data pada plot tidak ternaungi
K Cyperus rotundus
= 

= 1,5 Individu/m2
K Mimosa sp =


=
1,5 Individu/m2
K
Melastoma malabatricum = 

=
0.5 Individu/m2
K
Imperata cylindrica = 

=
41.25 Individu/m2
K
Clitoria sp =


=
9,75 Individu/m2
Kerapatan
relatif daerah plot tidak ternaungi adalah :
KR
Cyperus rotundus =


=
2,75 %
KR
Imperata
cylindrica = 

=
75.6 %
KR
Clitoria sp =


=
17.89%
KR
Melastoma malabathricum =


=
0,91 %
KR
Mimosa sp =


=
2,75 %
Tidak ada komentar:
Posting Komentar