HUBUNGAN TUMBUHAN DENGAN AIR,
TRANSPIRASI, DAN EVAPORASI
RIMA MELATI
(1310421092)
KELOMPOK 3 A
(KELAS C)
Jurusan
Biologi, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas,
Padang
ABSTRAK
Air merupakan salah satu komponen yang penting
bagi tanaman. Di dalam tubuh tanaman air berfungsi sebagai pelarut juga
merupakan penyusun utama tubuh tanaman seperti sitoplasma. Kemudian air pada
tanama juga akan mengalami peristiwa traspirasi dan evaporasi. Praktikum ini dilakukan pada tanggal 16 Maret
2015, Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tumbuhan dengan air
serta mengetahui konsep transpirasi dan evaporasi. Pengamatan ini dilakukan untuk mengetahui
hubungan tumbuhan dengan air, transpirasi, dan evaporasi pada tumbuhan.
Pengamatan ini dilakukan dengan tiga percobaan, yaitu mengukur kadar air yang
ada pada bagian tanaman, mengukur turgiditas relatif dan defisit air dari
jaringan tumbuhan, dan menghitung luas daun, laju evaporasi serta transpirasi
dari lembar daun. Hasil yang didapatkan yaitu berat setelah di oven lebih kecil
dibandingkan dengan berat sampel sebelum di oven.Hasil dari pengamatan kedua adalah berat
daun sebelum dijemur lebih besar dibandingkan dengan berat setelah dijemur, trasnpirasi stomata lebih cepat dari pada trasnpirasi
kutikula, dan apabila daun diberi sukrosa
stomata akan membuka serta jika diberi NaCl stomata akan menutup.
Kata kunci: defisit, evaporasi, turgid, transpirasi,
PENDAHULUAN
Air
merupakan substansi yang sangat penting bagi tumbuhan, tanpa air maka tumbuhan
tidak dapat hidup. Hampir setiap proses dalam tumbuhan dipengaruhi secara
langsung maupun tidak langsung oleh ada dan tidaknya ketersediaan air pada
tumbuhan. Air merupakan salah satu komponen organik. Di dalam tubuh tumbuhan
air berfungsi sebagai penyusun protoplasma, pelarut dan transportasi zat
makanan (Kramer,1980).
Tanaman
dapat menyerap air dari tanah yang merupakan campuran kompleks dari fase
padat,cair dan gas yang porsi relatifnya berbeda dari satu tanah dengan tanah
lainnya. Air di dalam tanah dan hubungan dengan zat-zat padat, baik untuk
penggabungan untuk koloid-koloid tanah maupun mengisi pori-pori sempit tanah.
Air sangat diperlukan bagi tanaman, kebutuhan pada tanaman untuk transpirasi,
evapotranspirasi, dan fotosintesis karena air merupakan pelarut utama dari
unsur hara tanaman, sebagai pembawa unsur hara dari tanah dan dari suatu
jaringan ke jaringan lain (Dwidjoseputro,1993).
Air
dapat melarutkan lebih banyak jenis bahan kimia dibandingkan dengan zat cair
lainnya. Sifat ini disebabkan karena air memiliki konstanta dielektrik yang
paling tinggi. Konstanta dielektrik merupakan ukuran dari kemampuan tanaman
untuk menetralisir daya tarik menarik antara molekul dan atom yang bermuatan
listrik berbeda. Oleh sebab itu, air merupakan pelarut yang sangat baik bagi
ion-ion yang bermuatan positif ataupun negatif. Sisi positif molekul air dapat
mengikat anion sedangkan sisi negatifnya akan mengikat kation. Sehingga
molekul-molekul air seolah-olah membentuk pembungkus bagi ion-ion tersebut. Fenomena
ini menyebabkan ion-ion tersebut tidak dapat menyatu untuk membentuk kristal
atau endapan (Salisbury dan Ross,1995).
Air
tidak saja masuk ke dalam jaringan tanaman, tetapi juga keluar berupa uap air.
Proses ini disebut transpirasi dan jika keluar berupa cairan disebut gutasi.
Dari sejumlah air yang diserap hanya 0,1-0,3% yang dilepaskan. Akibat masuknya
air kedalam jaringan tanaman menyebabkan terjadinya pengembangan dinding sel. Yang
akhirnya akan menimbulkan terjadinya desakan untuk tekanan tersebut. Tekanan
itu disebut tekanan turgor dan sel dalam keadaan turgid (Dwidjoseputro,1993).
Fungsi penting air dalam tumbuhan
adalah untuk menjaga turgiditas sel. Ada 3 macam tipe transpirasi yaitu
transpirasi stomata, kutikula, dan lentisel. Transpirasi stomata merupakan
bentuk paling umum dan kira-kira 90 % total transpirasi. Stomata terdapat pada
permukaan daun, epidermis batang muda dan buah yang muda. Lentisel terdapat
pada periderm batang berkayu dan buah sebagai ventilator. Transpirasi melalui
lentisel hanya kurang lebih 8%.Transpirasi kutikula terjadi sekitar 10% dari
transpirasi total. Transpirasi kutikula umumnya sangat sulit terjadi karena
kebanyakan daun memiliki kutikula yang tidak permeabel terhadap air (Suseno,
1972).
Dalam
hal hubungan tanah dengan air, ada beberapa hal yang penting antara lain yaitu
kapasitas lapang dan laju atau titik laju permanen. Kapasitas lapang merupakan
kadar air tanah apabila hujan tidak lagi mengalir ke bawah atau daya
absorbsinya seimbang dengan daya tarik bumi. Kapasitas lapang ini berbeda
menurut jenis tanah, tanah pasir kapasitas lapangnya 3%, sedangkan pada tanah
liat kapasitas lapangnya adalah 40% (Dermawan dan Baharsyah,1983).
Air
diserap masuk ke jaringan tanaman melalui proses difusi, osmosis dan imbibisi.
Kekurangan air bagi tumbuhan tidaklah sama. Hal ini tergantung kepada ketahanan
pada masing-masing tanaman terhadap kekeringan, yang dipengaruhi oleh
sifat-sifat fisiologi, anatomi dan morfologi tanaman tersebut
(Dwijoseputro,1993).
Transpirasi
adalah hilangnya air dari tubuh-tumbuhan dalam bentuk uap melalui stomata,
kutikula atau lentisel. Ada dua tipe transpirasi, yaitu (1) transpirasi
kutikula adalah evaporasi air yang terjadi secara langsung melalui kutikula
epidermis; dan (2) transpirasi stomata, yang dalam hal ini kehilangan air
berlangsung melalui stomata. Kutikula daun secara relatif tidak tembus air, dan
pada sebagian besar jenis tumbuhan transpirasi kutikula hanya sebesar 10 persen
atau kurang dari jumlah air yang hilang melalui daun-daun. Oleh karena itu,
sebagian besar air yang hilang melalui daun-daun (Wilkins, 1989).
Kecepatan
transpirasi berbeda-beda tergantung kepada jenis tumbuhannya. Bermacam cara
untuk mengukur besarnya transpirasi, misalnya dengan menggunakan metode
penimbangan. Sehelai daun segar atau bahkan seluruh tumbuhan beserta potnya
ditimbang. Setelah beberapa waktu yang ditentukan, ditimbang lagi. Selisih
berat antara kedua penimbangan merupakan angka penunjuk besarnya transpirasi.
Metode penimbangan dapat pula ditujukan kepada air yang terlepas, yaitu dengan
cara menangkap uap air yang terlepas dengan dengan zat higroskopik yang telah
diketahui beratnya. Penambahan berat merupakan angka penunjuk besarnya
transpirasi (Tjitrosoepomo, 1998).
Proses
transpirasi ini selain mengakibatkan penarikan air melawan gaya gravitasi bumi,
juga dapat mendinginkan tanaman yang terus menerus berada di bawah sinar
matahari. Mereka tidak akan mudah mati karena terbakar oleh teriknya panas
matahari karena melalui proses transpirasi, terjadi penguapan air dan penguapan
akan membantu menurunkan suhu tanaman. Selain itu, melalui proses transpirasi,
tanaman juga akan terus mendapatkan air yang cukup untuk melakukan fotosintesis
agar kelangsungan hidup tanaman dapat terus terjamin (Sitompul, 1995).
Evaporasi merupakan proses penguapan
air yang berasal dari permukaan bentangan air atau dari bahan padat yang
mengandung air (Lakitan, 1994). Sedangkan evaporasi (penguapan) adalah
perubahan air menjadi uap air. Air yang ada di bumi bila terjadi proses
evaporasi akan hilang ke atmosfer menjadi uap air. Faktor iklim yang
mempengaruhi evaporasi : radiasi matahari, suhu udara, kelembaban udara dan
angin. Tempat-tempat dengan radiasi matahari tinggi mengakibatkan evaporasi
tinggi, karena evaporasi memerlukan energi. Umumnya radiasi matahari tinggi
diikuti suhu udara tinggi dan kelembaban udara rendah. Kedua hal ini dapat
memacu terjadinya evaporasi. Angin yang kencang membuat kelembaban udara
rendah, hal ini pun memacu evaporasi. Laju evaporasi sangat tergantung pada masukan
energi yang diterima. Semakin besar jumlah energi yang diterima, maka akan
semakin banyak molekul air yang diuapkan. Sumber energi utama untuk evaporasi
adalah radiasi matahari. Oleh sebab itu, laju evaporasi yang tinggi tercapai
pada waktu sekitar tengah hari (solar noon). Selain masukan energi, laju
evaporasi juga dipengaruhi oleh kelembaban udara di atasnya. Laju evaporasi
akan semakin terpacu jika udara diatasnya kering (kelembaban rendah),
sebaliknya akan terhambat jika kelembaban udaranya tinggi (Lakitan, 1994).
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Praktikum air sebagai komponen
tumbuhan dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 16 Maret 2015, yang bertempat di
Laboratorium Teaching IV,
Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas, Padang.
Dalam praktikum ini digunakan alat-alat sebagai berikut kotak
karton, timbangan, oven, cork borer, petridish, jepitan kertas, dan gunting.
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini antara lain daun dan
ranting Morinda citrifolia, daun kecambah Zea mays umur 14 hari, daun
Dendrobium sp. aquadest, dan vaselin.
Dalam praktikum ini ada tiga percobaan yang dilakukan, antara lain:
Pengukuran
Kadar Air Jaringan Tumbuhan
Ditimbang
bahan yang segar seberat 10 gram dan dibuat 3 sampel. Kemudian masing-masing
sampel disimpan dalam kotak karton dan selanjutnya dipanaskan dalam oven dengan
suhu 80oC. Pemanasan dilakukn sampai berat konstan. Berat yang hilang dari
bahan yang dipanaskan, merupakan berat air yang dikandung bahan tersebut. Lalu
kadar air tumbuhan dengan rumus sebagai berikut :
% BB =

% BK =

Pengukuran
Turgiditas Relatif Jaringan Tumbuhan
Dibuat potongan daun dengan
menggunakan cork borer sebanyak 10 buah dari tanaman yang tanahnya dalam
keadaan kapasitas lapang dan 10 buah lagi dari tanaman yang tanahnya agak
kering. Berat masing-masing potongan daun ditimbang dan dicatat berapa
beratnya. Berat ini disebut berat segar (BS). Kemudian potongan- potongan daun
dimasukkan ke dalam petridish dan diisi aquadest. Petridish ditutup dan
diletakkan pada ruangan dengan penerangan lampu neon yang berintensitas +25
lumen / sq-ft selama 3 jam. Setelah 3 jam, potongan daun diambil, kelebihan air
dihilangkan dengan menggunakan kertas dengan meletakkan potongan daun di atas
kertas saring, lalu berat daun ditimbang. Berat ini disebut dengan Berat Turgid
(BT). Selanjutnya potongan daun dikeringkan dalam oven dengan suhu 800C sampai
kering, lalu berat kering (BK) ditimbang. Dihitung berapa besar Turgiditas
Relatif (TR) dan Water Defisit (WD) dari daun dengan rumus:
TR =


Besarnya
defisit air dihitung dengan rumus :
Wd = 

WD =
water defisisit dari daun.
Perhitungan
Luas Permukaan Daun, Perkiraan Laju Evaporasi, Transpirasi Permukaan Dorsiventral
Daun
a.
Menghitung Luas Daun
Diambil lembaran daun dari tanaman Switenia
mahagoni (3 lembar), lalu tempelkan pada selembar kertas yang telah
diketahui berat dan luasnya. Selanjutnya lembaran daun jiplakan pada kertas
tersebut. Kemudian jiplakan gambar daun digunting dan ditimbang. Dengan
demikian luas daun dapat dihitung dengan rumus :

b.
Perkiraan Kecepatan Evaporasi Daun
Diambil lembaran daun yang telah
diketahui luas permukaannya tadi, kemudian ditimbang dan digantung dengan
jepitan kertas di dalam ruangan atau sinar matahari langsung. Dalam interval
waktu tertentu (30 menit) dilakukan penimbangan terhadap daun tersebut
(penimbangan dilakukan sebanyak 3 kali). Lalu buat daftar penimbangan
pengurangan berat daun selama evaporasi. Lalu masukkan ke dalam rumus :

c. Perkiraan
Laju Respirasi Daun Permukaan Dorsiventral
Diambil
dua lembar daun yang telah diketahui luasnya pada percobaan a lalu ditimbang
dan kemudian direndam dalam air dan dikeringkan dengan kertas tissue. Daun
pertama diolesi vaselin pada permukaan atasnya dan yang kedua pada permukaan
bawahnya, dan ditimbang kembali. Kedua daun tersebut diletakkan pada panas
matahari selama 1 jam atau lebih, dan ditimbang kembali. Lalu bandingkan hasil
antara transpirasi kutikula dari permukaan atas dan transpirasi stomata dari
permukaan bawah.
Struktur Stomata dan Aktifitas Membuka-Menutup Stomata
Diambil daun Dendrobium sp, kemudian daun disayat untuk diambil jaringan
epidermisnya. Setelah itu sayatan daun yang telah diperoleh diletakkan daiatas
kaca objek kemudian diamati dibawah mikroskop. Setelah diperoleh aktivitas
stomata kemudian ditambahkan sukrosa dan amati lagi dibawah mikroskop dan amati
aktivitas membuka-menutup stomata. Setelah diketahui hasilnya kemudian ditambahkan Nacl
dan amati lagi dibawah mikroskop dan
amati aktivitas membuka-menutup stomata. Tiap stomata yang tampak pada mikroskop tiap
masing-masing percobaan lalu didokumentasikan.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Dari praktikum yang telah dilakuakn
diperoleh hasil sebagai berikut
:
3.1 Pengukuran
Kadar Air Jaringan Tumbuhan
Hasil
pengukuran kadar air jaringan tumbuhan dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel
1.Hasil pengukuran
kadar air jaringan tumbuhan
Bagian
|
Berat Basah (gr)
|
Berat Kering (gr)
|
Kadar Air (%)
|
|
%BB
|
%BK
|
|||
Ranting 1
|
10
|
1,38
|
86,2
|
624,6
|
Ranting 2
|
10
|
1,50
|
85
|
566,6
|
Ranting 3
|
10
|
1,79
|
82,5
|
458,6
|
rerata
|
10
|
15,5
|
84,5
|
549,9
|
Daun 1
|
10
|
2,00
|
80
|
400
|
Daun 2
|
10
|
1,95
|
80,5
|
412,8
|
Daun 3
|
10
|
2,15
|
78,5
|
365,1
|
Rerata
|
10
|
2,03
|
79,6
|
392,6
|
Dari
tabel dapat dilihat bahwa kadar air untuk tiap-tiap jenis tanaman berbeda-beda.
Kadar air pada ranting
lebih kecil dibanding kadar air pada daun.
Pada bagian ranting juga dapat dilhat bahwa dimana berat awal dari ranting ini
adalah 10 gram, setelah dioven beratnya berkurang. Pada sampel pertama beratnya
1,38 gr, pada sampel kedua 1,50 gr, pada
sampel ketiga 1,79 gr.
Dari berat kering tersebut dapat dihitung berat air yang terkandung di dalam
ranting kayu itu adalah 7 sampai
8
gram. Dari sini dapat kita lihat
perbandingan yang terdapat pada berat air di dalam ranting dan di dalam daun.
Pada daun banyak terdapat kandungan air karena pada daun air sangat berperan
penting dalam melakukan proses fotosintesis.
Pada daun
Morinda citrifolia berat pertama dari
masing-masing sampel daun adalah 10 gram tetapi setelah dioven berat tersebut berkurang
menjadi 2,00 gram pada sampel pertama, 1,95 pada sampel kedua, dan pada sampel ketiga 2,15. Dari berat
kering itu dapat dihitung berat kandungan air yang terdapat pada daun itu
adalah dimana berat awalnya 10 gram dikurang dengan berat kering tersebut maka
didapatkan hasil berat air. Disini dapat kita buktikan bahwa kandungan air di
dalam tubuh tumbuhan sangat banyak terbukti bahwa kadar air pada daun saja
dapat mencapai6
sampai 8
gram air. Dari
segi bentuk daun juga dapat mempengaruhi banyaknya air yang terdapat di dalam
daun tersebut. Sesuai dengan yang
diungkapkan Masdar (2003), kandungan air di daun juga dipengaruhi tebal dan luas daun, atau dalam arti
kata jumlah parenkim yang mampu menampung sejumlah air. Semakin banyak sel
parenkim daun maka kandungan airnya semakin banyak pula.
Air dapat diserap
dari pori di atas ke dalam sitoplasma melalui cara osmosis melintasi membran
semi-permeabel. Potensi osmosis dalam sitoplasma tergantung pada meta-bolisme.
Proses-proses seperti penye-rapan ion secara aktif, sinteisis asam organik dan
sintesis gula akan menurunkan potensi osmosis (air) dalam sel dan berakibat
mening-katkan penyerapan air (Masdar,
2003).
3.2 Pengukuran Turgiditas Relatif Jaringan Tumbuhan
Hasil
pengukuran turgiditas relatif jaringan tumbuhan dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel
2. Hasil pengukuran
turgiditas relatif dan WaterDefisit
Keadaan
|
BS (gr)
|
BK (gr)
|
BT (gr)
|
TR (%)
|
DA (%)
|
Kering (gr)
|
0,03
|
0,04
|
0,00
|
25
|
75
|
Basah (gr)
|
0,05
|
0,04
|
0,01
|
-0,02
|
1
|
Keterangan : BS =
berat segar
BK
= berat kering
BT
= berat turgid
TR
= turgiditas relatif
DA
= defisit relatif
Dari
tabel diatas dapat diketahui bahwa turgiditas relatif tanaman Zea mays pada tanah yang basah berbeda dari turgiditas tanaman pada
tanah kering (tanaman yang tidak disiram selama 2 hari.Sedangkan
waterdefisit lebih besar pada tanaman
yang tanahnya kering daripada tanah yang basah. Hal ini dapt disebabkan karena
sel tumbuhan kehilangan air sehingga terjadi proses pengupan. Hal ini didukung
oleh pernyataa Khairunna (2000), yang menyatakan bahwa lingkungan yang kering mengakibatkan sel tumbuhan kehi-langan air dari jalur
metabolisme ataupun penguapan. Kondisi kekura-ngan ini menyebabkan tingginya
defisit relatif. Hal ini terjadi seiring dengan berkurangnya turgiditas sel
karena potensial air dinding sel berkurang. Hal sebaliknya terjadi pada
lingkungan dengan lingkungan yang basah.
Sedangkan besar nilai turgiditas
relative diperoleh bahwa niali turgiditas relatife nay tidak sama besar. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa pada daun yang tidak disiram selama 2 hari,
kamampuan jaringan tanaman untuk mempertahankan jumlah air dan penurunan
kuantitasa dalam jaringan tumbuhan tersebut
tidak seimbang.
Menurut
Devlin dan Withan (1983), turgiditas relatif adalah perkiraan isi
sel terhadap dinding sel dan waterdefisit
adalah perkiraan kekurangan air pada sel tersebut. Menurut Noggle dan Fritz
(1979), yang menyatakan bahwa tumbuhan seakan mengalami turgiditas apabila berada
pada lingkungan yang banyak airnya sehingga air tersebut akan masuk ke dalam
sel sampai dinding sel tidak mampu membesar.

Gambar 1. Saat
disinari neon

Gambar 2. Setelah
disinari neon
3.3 Perhitungan
Luas Permukaan Daun, Perkiraan Laju Evaporasi dan Transpirasi Permukaan
Dor-siventral Daun
Tabel
3. Menghitung Luas Daun
Daun
|
Berat
|
Luas
|
||
Kertas
|
Daun
|
Kertas
|
Daun
|
|
1
|
4,84
|
1,76
|
624,56
|
227,11
|
2
|
4,48
|
2,73
|
624,5
|
349,36
|
3
|
4,36
|
1,84
|
624,56
|
263,57
|
Berdasarkan
hasil pratikum yang tertera pada tabel 3, dapat
diketahui masing-masing luas permukaan daun Morinda
citrifolia relatif berbeda, perbedaan yang sangat bervariasi karena
pemilihan ukuran daun yang diambil secara acak. Wilkins (1984) menyatakan
bahwa luas suatu permukaan daun dapat dihitung berdasarkan perbandingan berat
replika daun dengan berat total kertas. Metoda ini dipilih didasarkan pada
teknis dan prinsipnya yang sederhana.
Tabel 4. Perkiraan Kecepatan eva-porasi Daun
(waktu 20 menit)
Daun
|
BP (gr)
|
LD (cm2)
|
E(gr/cm2/menit)
|
1
|
0,26
|
338
|
16,9
|
2
|
0,59
|
501,5
|
25,075
|
3
|
0,11
|
388,5
|
19,425
|
Tabel 5. Perkiraan
Kecepatan eva-porasi Daun
(waktu 40 menit)
Daun
|
BP (gr)
|
LD (cm2)
|
E(gr/cm2/menit)
|
1
|
-366,06
|
0,02
|
457,57
|
2
|
0,69
|
2 x 10 -4
|
862,5
|
3
|
0,11
|
6 x 10 -4
|
429,16
|
Tabel 6. Perkiraan
Kecepatan eva-porasi Daun
(waktu 60 menit)
Daun
|
BP (gr)
|
LD (cm2)
|
E(gr/cm2/menit)
|
1
|
0,85
|
4 x 10 -4
|
354,16
|
2
|
0,05
|
1 x 10 -4
|
833,3
|
3
|
0,92
|
3 x 10 -4
|
511,1
|
Keterangan : BP = besar penguapan
LD
= luas permukaan daun
E
= kecepatan evaporasi
Berdasarkan hasil pengamatan dapat
dilihat bahwa kecepatan evaporasi dari masing-masing daun berbeda. Tumbuhan
akan mengalami evaporasi dari dalam tumbuhan (transpirasi) sehingga tumbuhan
tersebut akan mengeluarkan uap air. Karena uap air dikeluarkan, maka akan
terjadi pengurangan berat dari tumbuhan tersebut. Besar pengurangan tersebut dalam interval waktu tertentu dibagi dengan
luas permukaan daun itulah disebut kecepatan transpirasi.
Dari tabel diatas dapat diketahui
bahwa untuk mengetahui kecepatan evaporasi yang terjadi pada daun Morinda citrifolia dilkukan 3 percobaan
yang sama dengan waktu yang berbeda.
Pada tabel 4,5 dan 6 dapat diketahui bahwa daun Morinda citrifolia memiliki kecepatan evaporasi yang berbeda-beda.
Pada rentan waktu 20 menit kecepatan evaporasi dari ke 3 daun yang digunakan
yaitu 16,9, 25,075, dan 19,425 gr/cm2/menit. Dari data tersebut dapat dikatakan
abhwa kecepatan evaporasi sangat dipengaruhi oleh oleh luas permukaan daun.
Begitu juga dengan kecepatan evaporasi pada daun dengan rentan waktu 40 menit
dan 60 menit juga diperoleh kecepatan evaporasi yang terjadi pada daun
berbeda-beda. Artinya kecepatan evaporasi tidak dipengaruhi oleh lamanya waktu
yang digunakan untuk proses transpirasi melainkan sanagt dipengaruhi oleh
besarnya penguapan dan luas permukaan daun.
Menurut
Salisbury dan Ross (1995), faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan
transpirasi antara lain faktor luar yaitu radiasi, temperatur, kebasahan udara,
tekanan udara, dan angin. Sedangkan faktor dari dalam tumbuhan itu sendiri
antara lain ukuran tebal tipisnya permukaan daun, ada tidaknya lapisan lilin,
jumlah, bentuk, dan lokasi stomata, serta ada tidaknya bulu pada permukaan
daun.
Tabel 7. Perkiraan Laju Respirasi Daun
Permukaan Dorsiventral
Daun
|
Sampel
|
Berat
awal (sebelum diolesi vaselin)
|
Berat
akhir (setelah diolesi vaselin)
|
Dipermukaan
atas
|
D1
|
3,64
gr
|
3,76
gr
|
Dipermukaan
bawah
|
D2
|
3,40 gr
|
3,42
gr
|
Pada percobaan ini dapat dilihat bahwa transpirasi stomata
lebih cepat dari pada transpirasi kutikula, ini mungkin disebabkan jumlah
stomata lebih banyak dari pada kutikula, dan dikarenakan letak kutikula di atas
permukaan daun, masih ada organ tambahan pada tumbuhan yang dapat menghambat
transpirasi di kutikula, seperti bulu-bulu halus di permukaan daun. Daun
yang diolesi vaselin pada permukaan atas daun lebih berat yaitu 3,64 gram dari
pada permukaan daun bagian bawah 3,40 gram. Setelah dijemur transpirasi
langsung berjalan dengan lambat. Hal ini dibuktikan dengan naiknya berat daun.
Hal ini dapt disebabkan karena daun tidak terkena sinar matahari secara langsung melainkan malah daun
diletakkan ditempat yang tidak ada sinar mataharinya.
Transpirasi
dan evaporasi dapat menyebabkan gerakkan air dari akar ke daun dan daun dapat
menentukan jumlah distribusi suatu jumlah/ jenis tanaman di dunia dan begitu
juga dengan produktivitasnya. Untuk menjaga kestanbilan suhu tubuh tumbuhan
karena siang hari melakukan fotosintesis, tumbuhan melakukan transpirasi
(Dwijoseputro, 1993).
Menurut Khairunna (2000), Daun menyerap energi radiasi matahari
sebanyak 1-5% digunakan untuk fotosintesis dan 75-85% digunakan untuk
memanaskan daun dan untuk transpirasi. Peningkatan temperatur meningkatkan
kapasitas udara untuk menyimpan air, yang berarti tekanan atmosfer yang lebih
besar. Makin besar kandungan air di udara maka kelembaban relatif menurun. Transpirasi
terjadi apabila air berdifusi melalui stomata. Apabila aliran udara (angin)
menghembus udara lembab di permukaan daun, perbedaan potensial air di dalam dan
tepat di luar lubang stomata akan meningkat dan difusi bersih air dari daun
juga meningkat
Proses
transpirasi dapat diterangkan dengan mengacu sifat fisik air . Molekul air akan
melakukan tarik menarik dengan molekul air lainnya melalui proses kohesi.
Selain itu molekul air juga dapat melakukan tarik menarik dengan dinding xilem
melalui proses adhesi. Penguapan air melalui stomata akan menarik kolom air
yang ada di dalam xilem, dan molekul air baru akan masuk ke dalam rambut akar.
Teori kehilangan air melalui traspirasi ini disebut juga teori tegangan adhesi
dan kohesi (Lakitan, 1994).
3.4 Struktur Stomata dan Aktifitas Membuka-Menutup
Stomata
Tabel 8 aktifitas membuka-Menutup stomata
Perlakuan
|
Pengamatan
Stomata
|
Aquades
|
Tidak
terdapat aktivitas pada stomata
|
Sukrosa
|
Stomata
membuka
|
NaCl
|
Stomata
menutup
|
Pada percobaan ini, diamati bagaimana
aktifitas menutup dan mambuka stomata pada daun Dendrobium sp ketika diberikan perlakuan senyawa kimia tertentu.
Pada parktikum ini stomata ketika diberikan akuades (air), tidak terjadi aktivitas pada stomata. Sedangkan
jika diberi sukrosa maka stomata membuka dan diberi NaCl stomata menutup. Hal
ini berbeda dengan literatur yang mengatakan ketika diberi NaCl maka stomata
membuka. Menurut Suseno (1972), pemberian NaCl mengakibatkan kelarutan zat di
dalam sel berkurang sehingga sel menjadi lebih potensial terhadap air, proses
ini mengakibatkan air masuk ke sel penjaga, sel menjadi turgid dan stomata
membuka. Ketidak sesuaian ini dimung-kinkan karena konsentrasi NaCl yang
diberikan tidak tepat mempengaruhi terbukanya stomata, namun kedua reaksi
dengan aquades dan sukrosa memperlihatkan reaksi yang benar.
Salisbury
dan Ross (1995) menyatakan bahwa hal ini terjadi karena adanya perbedaan
konsentrasi antara lingkungan yaitu larutan sukrosa dengan dalam sel epidermis.
Ketika konsentrasi lingkungan lebih tinggi daripada konsentrasi didalam
jaringan, maka stomata akan menutup untuk mencegah terjadinya penge-luaran air
Menurut Pandey
dan Sinha (1983), faktor utama yang mempengaruhi pembukaan dan penutupan
stomata dalam kondisi lapangan ialah tingkat cahaya dan kelembapan. Jumlah dan
ukuran stomata. Jumlah dan ukuran stomata, dipengaruhi oleh genotipe dan
lingkungan mempunyai pengaruh yang lebih sedikit terhadap transpirasi total
daripada pembukaan dan penutupan stomata. Jumlah daun.juga mempengaruhi
transpirasi, makin luas daerah permukaan daun, makin besar evapotranspirasi.
![]() |
Gambar 3. a.
ditetesi aquades, b. ditetesi sukrosa, c. ditetesi NaCl
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari
percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Kadar air daun
Morinda citrifolia lebih
besar dari
pada kadar air yang terdapat pada ranting. Kadar air daun
dengan rata-rata %BB 84,5% sedangkan rata-rata %BB ranting 79,6%
kemudian untuk turgiditas relatif tanaman Zea mays pada tanah yang yang
kering atau yang tidak disiram selama 2 hari lebih
besar daripada turgiditas tanaman pada tanaman Zea mays pada
tanah yang basah yaitu pada tanah yang kering yaitu 25% sedangkan pada tanah
yang basah -0,02%. 2.Kecepatan evaporasi daun memiliki kecepatan yang
berbeda-beda. 3. Berat daun setelah diolesi vaselin mengalami pertambahan berat
daun dari pada berat daun awal atau berat daun sebelum diolesi dengan vaselin. 4.
Transpirasi
stomata lebih cepat dari pada transpirasi kutikula. 5. Pada percobaan epidermis daun yang
ditetesi NaCl dan sukrosa, stomata terbuka setelah ditetesi sukrosa dan menutup
setelah ditetesi NaCl.
Adapun saran untuk praktikum
selanjutnya yaitu praktikan diharapkan membawa bahan praktikum yang
representatif dan sesuai dengan objek yang dipraktikumkan. Kemudian lakukan pengamatan sesuai
dengan prosedur kerja. Dan telitilah dalam melakukan
pengamatan.
DAFTAR
PUSTAKA
Dermawan dan Baharsyah.1983. Dasar-Dasar
Ilmu Fisiologi Tanaman. Gramedia :Jakarta.
Devlin, R. M and F. H Witham. 1975. Plant Physiology.
Rinelang book Corporation a Subsidiarey of Champion Reinhold inc: New York
Dwijoseputro,D.1993. Pengantar Fisiologi Tumbuhan.
PT. Gramedia :Jakarta.
Khairunna,L.
2000. Tanggapan Tanaman Terhadap
Kekurangan Air. Fakultas Pertanian USU. Medan
Kramer.1980.
Plant and Soil Relationship. Mc Graw Hill Company Inc :New York
Lakitan,
B.1994. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Rajawali Press :Jakarta.
Masdar. 2003. Pengaruh Lama Beratnya defisiensi Kalium
Terhadap Pertumbuhan Tanaman Durian (Durio Zibethinus). Jurnal Akta
Agrosia Vol.6 No. 2. Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu
Pandey, S. N.
dan B. K. Sinha. 1983. Fisiologi Tumbuhan. Terjemahan dari Plant physiologi
3 th edition. Oleh Agustinus ngatijo. Yogyakarta. Hal : 92 – 98
Salisbury
and Ross.1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid I. ITB :Bandung.
Sitompul, S. M. dan Guritno. B. 1995. Pertumbuhan
Tanaman. UGM Press. Yogyakarta.
Suseno, H.
1972. Fisiologi Tumbuhan. IPB. Bogor.
Tjitrosoepomo,
H.S. 1998. Botani Umum. UGM Press. Yogyakarta.
Wilkins,
M. B. 1989. Fisologi Tanaman. Bumi Aksara. Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar