AIR
SEBAGAI KOMPONEN TUMBUHAN
RIMA MELATI (1310421092)
KELOMPOK 3 A
Jurusan
Biologi, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas,
Padang
ABSTRAK
Air merupakan salah satu komponen yang
penting bagi tanaman. Di dalam tubuh tanaman air berfungsi sebagai pelarut, dan
berinteraksi secara langsung dalam metabolisme didalam sel. Dinding sel merupakan bagian terluar
sel tumbuhan. Didalam dinding sel dapat terjadi peristiwa difusi yang dapat
menyebabkan terjadi peristiwa osmosis dan plasmolisis.
Pratikum ini dilaksanakan pada tanggal
2 Maret 2015, di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan, Universitas Andalas, Padang. Metode
yang digunakan pada praktikum ini yaitu experiment dengan tiga percobaan yaitu
percobaan pertama plasmolisis dan deplasmolisis pada jaringan epidermis untuk
melihat peristiwa plasmolisis dan deplasmolisis pada jaringan epidermis Rhoe discolor, percobaan kedua penentuan
tekanan osmotik cairan sel untuk menghitung tekanan osmosis cairan sel, dan
percobaan ketiga mengukur potensial air jaringan dengan metode chardakov untuk
mengetahui cara mengukur potensial air dengan metode chardakov. Pada percobaan
pertama plasmolisis dan deplamolisis pada
Rhoe discolor yang paling cepat
ditetesi dengan Sukrosa 1 M dan paling lama NaCl 1 M. Percobaan kedua sel yang
mengalami insipient plasmolisis hampir mendekati 50 % yaitu pada konsentrasi 0,16 M dan 0,24 M. Percobaan
ketiga larutan sukrosa yang di tetesi methilen blue maka terjadi terjadi arah
pergerakan yang sama yaitu pada konsentrasi 0,2, 0,3, 0,4 ,0,5 melayang.
Keyword : plasmolisis dan
deplasmolisis, tekanan osmotik, potensial air, chardakov, dan Rhoe discolor.
I.
PENDAHULUAN
Air merupakan komponen utama dalam
tumbuhan, diman air menyusun 60-90 % dari berat daun. Jumlah air yang dikandung
tiap tanaman berbeda-beda, hal ini bergantung pada habitat dan jemis spesies
tumbuhan tersebut. Tumbuhan herba lebih banyak mengandung air daripada tumbuhan
perdu. Tumbuhan yang berdaun tebal mempunyai kadar air antara 85-90 %, tumbuhan
hidrofik 85-98 % dan tumbuhan mesofil mempunyai kadar air antara 100-300 %
(Bidwel, 1979).
Peranan air sebagai pelarut dalam
organisme hidup. Seperti proses osmosis, misalnya bergantung pada bahan
terlarut yang ada didalam sel, pergerakan berbagai bahan terlarut dengan cara
difusi dan aliran massa dalam tumbuhan. Molekul air secara aktif terlibat dalam
reaksi kimia yang menjadi dasar kehidupan. Pada potensial air digunakan untuk
menyatakan status air dalam tumbuhan. Semakin rendah potensial air dari suatu
sel atau jaringan tumbuhan akan semakin besar kemampuannya untuk mengabsorbsi
air. Sebaliknya semakin tinggi potensial air, maka semakin besar pula kemampuan
jaringan tersebut untuk memberikan air kepada sel atau jaringan tumbuhan yang
kandungan airnya lebih rendah (Lakitan, 2004).
Molekul
air dan zat terlarut yang berada dalam sel selalu bergerak. Oleh karena itu
terjadi perpindahan terus-menerus
dari molekul air, dari satu bagian ke bagian yang lain. Pada keadaan seimbang
hasil akhir dari pergerakan molekul-molekul di dalam suatu medium ini tidak
akan menimbulkan efek apapun. Akan tetapi bila keadaan tidak seimbang atau
lebih banyak molekul akan bergerak ke satu arah dan sebaliknya akan menimbulkan
difusi, atau dengan kata lain difusi merupakan pergerakan molekul sejenis dari
daerah konsentrasi timggi ke konsentrasi rendah (Bidwell, 1979).
Difusi
suatu substansi melintasi membran biologis disebut transpor pasif, karena sel
tidak harus mengeluarkan energi untuk membuat hal itu terjadi. Gradien
konsentrasi itu sendiri merupakan energi potensial dan mengarahkan difusi. Akan
tetapi, harus diingat bahwa membran itu permeabel selektif sehingga
mempengaruhi laju difusi berbagai molekul. Suatu molekul yang berdifusi secara
bebas melintasi sebagian besar membran ialah ialah air, suatu kenyataan yang
memiliki akibat penting bagi sel (Campbell, 2002).
Proses
fisika difusi (dengan osmosis sebagai bagian khususnya) mempunyai peranan yang
sangat penting pada fisiologi tumbuhan, sehingga pengertian yang jelas mengenai
proses ini perlu sekali untuk diketahui dan juga agar mudah dimengerti beberapa
sifat umum materi harus diperhatikan. Telah diketahui bahwa semua zat baik
unsur maupun senyawa pada hakikatnya tersusun atas partikel-partikel kecil yang
memiliki dua sifat umum yang penting yaitu kemampuan untuk bergerak bebas dan
kecenderungan bagi partikel yang sama untuk tarik menarik. Kemampuan untuk
bergerak bebas cenderung untuk memisahkan partikel penyusun suatu zat,
sedangkan gaya tarik-menarik cenderung untuk mempersatukan partikel-partikel
itu (Loveles,1991).
Jika
partikel suatu zat dapat bergerak bebas tanpa terhambat oleh gaya tarik, maka
dalam jangka waktu tertentu partikel-partikel itu akan tersebar merata dalam
ruang yang ada sampai distribusi merata, seperti itu terjadi akan terdapat
lebih banyak partikel yang bergerak dari daerah tempat partikel pada arah
tertentu disebut difusi. Semakin besar perbedaan konsentrasi antara dua daerah
yaitu semakin tajam gradiasi konsentrasinya, semakin besar kecepatan difusinya.
Jika keseimbangan telah tercapai maka partikel terus bergerak seperti semula
tetapi tidak terjadi lagi difusi. Hal ini disebabkan oleh partikel-partikel
suatu zat tetap bergerak, maka kemampuan difusi itu merupakan sifat semua gas.
Difusi gas dapat diperlihatkan bila sebuah
kran gas dibuka di salah satu sudut ruangan dan bau gas di buka di salah satu
ruangan itu (Fetter,1998).
Kemampuan
air dapat dibedakan atas potensial tekanan dan osmotik. Potensial tekanan
timbul karena adanya tambahan tekanan
sama dengan tekanan nyata dari bagian system tertentu. Dan potensial
osmotik (potensial zat terlarut) terjadi karena adanya unsure terlarut. Plasmolisis adalah peristiwa mengkerutnya sitoplasma dan
lepasnya membran plasma dari dinding sel tumbuhan jika sel dimasukkan ke dalam
larutan hipertonik (larutan garam lebih dari 1%). Plasmolisis merupakan proses
yang secara nyata menunjukkan bahwa pada sel, sebagai unit terkecil kehidupan,
terjadi sirkulasi keluar-masuk suatu zat. Adanya sirkulasi ini menjelaskan
bahwa sel dinamis dengan lingkungannya (Meyer,1952 ) . Jika memerlukan materi dari luar maka sel harus
mengambil materi
itu dengan segala cara, misalnya dengan mengatur tekanan agar terjadi perbedaan
tekanan sehingga materi dari luar bisa masuk
(Salisbury and Ross, 1995).
Plasmolisis merupakan dampak dari peristiwa osmosis. Jika sel tumbuhan diletakkan pada
larutan hipertonik, sel tumbuhan akan kehilangan air dan tekanan turgor, yang menyebabkan sel tumbuhan lemah. Tumbuhan dengan
kondisi sel seperti ini disebut layu. Kehilangan air lebih banyak lagi
menyebabkan terjadinya plasmolisis : tekanan terus berkurang sampai di suatu
titik di mana sitoplasma mengerut dan menjauhi dinding sel. Sehingga dapat
terjadi chytorisis yaitu runtuhnya dinding sel. Tidak ada
mekanisme di dalam sel tumbuhan untuk mencegah kehilangan air secara
berlebihan, juga mendapatkan air secara berlebihan,tetapi plasmolisis dapat
dibalikkan jika sel diletakkan di larutan hipotonik.Plasmolisis biasanya terjadi pada kondisi yang ekstrim,
dan jarang terjadi di alam. Biasanya terjadi secara sengaja di laboratorium
dengan meletakkan sel pada larutan bersalinitas tinggi ataupun larutan gula
untuk menyebabkan ekosmosis (Lakitan, 2004).
Adanya potensial osmosis cairan sel air murni
cenderung untuk memasuki sel, sedangkan potensial turgor yang berada di dalam
sel mengakibatkan air untuk cenderung meninggalkan sel. Saat pengaturan
potensial osmosis maka potensial turgor harus sama dengan 0. Agar potensial
turgor sama dengan 0 maka haruslah terjadi plasmolisis. Plasmolisis adalah
suatu proses lepasnya protoplasma dari dinding sel yang diakibatkan keluarnya
sebagian air dari vakuola (Salisbury and Ross, 1992).
Plasmolisis
adalah peristiwa terlepasnya membran sel pada sel tumbuhan akibat sel berada
pada lingkungan yang bersifat hipertonis. Plasmolisis juga merupakan peritiwa
lepasnya plasmalemma atau membrane plasma dari dinding sel karena dehidrasi
(sel kehilangan air). Kondisi sel yang hipotonis terhadap lingkungan
mengakibatkan terjadinya peristiwa osmosis dari sel ke lingkungan. Akibatnya
kadar air di dalam sel menurun drastis dan membran sel terlepas dari dinding
sel.Plasmolisis biasanya terjadi pada kondisi yang ekstrim, dan jarang terjadi
di alam. Plasmolisis adalah suatu proses yang secara riil bisa menunjukkan bahwa
sel sebagai unit terkecil kehidupan ternyata terjadi sirkulasi keluar masuk
suatu zat, artinya suatu zat atau materi bisa keluar dari sel, dan bisa masuk
melalui membrannya.Dalam sirkulasi ini bisa menjelaskan bahwa sel tidak diam,
ternyata dalam lingkungan berubah menjadi dinamis, jika memerlukan materi dari
luar maka ia harus mengambil materi itu dengan segala cara, yaitu mengatur
tekanan agar terjadi perbedaan tekanan sehingga materi dari luar itu bisa
masuk.Kondisi sel tidak selalu berada pada keadaan yang normal yang dengan
mudah ia mengaturnya ia bisa mencapai homeostatis (seimbang) (Wilkins, 1989).
Terkadang
sel juga bisa berada di lingkungan yang ekstrem menyebabkan semua isi sel
dapaksakan keluar karena diluar tekanan lebih besar, jika terjadi demikian maka
terjadilah lisis (plasmolisis) yang membawa sel itu mati. Tapi ketika tanaman
tersebut plasmolisis belum parah dan lingkungan sel segera berubah menjadi
hipotonik terhadap cairan sel sehingga terjadi endoosmosis, yang akhirnya sel
mengalami deplasmolisis. Dan jika Tumbuhan dengan sel dalam kondisi seperti ini
layu. Kehilangan air lebih banyak akan menyebabkan terjadinya plasmolisis:
tekanan terus berkurang sampai di suatu titik di mana protoplasma sel
terkelupas dari dinding sel, menyebabkan adanya jarak antara dinding sel dan
membran. Akhirnya runtuhnya seluruh dinding sel dapat terjadi. Tidak ada
mekanisme di dalam sel tumbuhan untuk mencegah kehilangan air secara
berlebihan, juga mendapatkan air secara berlebihan, tetapi plasmolisis dapat dibalikkan
jika sel diletakkan di larutan hipotonik (Salisbury and Ross, 1992).
1.1 Tujuan
Percobaan ini dilakukan untuk melihat
peristiwa plasmolisis dan deplasmolisis pada jaringan epidermis, untuk
menentukan tekanan osmosis cairan sel, melihat pengaruh fisik kimia terhadap
permeabilitas dan untuk mengukur potensial air jaringan dengan metoda Chardakov.
II. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
2.1 Waktu dan Tempat
Praktikum air sebagai
komponen tumbuhan dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 2 Maret 2015, yang
bertempat di LaboratoriumTeaching IV, Jurusan Biologi,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, UniversitasAndalas, Padang..
2.2 Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan
pada praktikum ini seperti Mikroskop,
kaca objek dan glass objek, pipet tetes silet, cutter,
pipet tetes, tabung reaksi, sikat botol , dan alumunium foil. Sedangkan bahan yang digunakan adalah Rhoe discolor, Ipomea batatas, Daucus carota, Solanum tuberosum, Raphanus
sativus, dan Phyrhizus erosus. Sedangkan
larutan yang digunakan adalah sukrosa, senyawa metanol dan aseton.
2.3
Cara kerja
Percobaan
A. Plasomilis dan desaplomilis pada jaringan epidermis.
Disayat
selapis tipis permukaan epidermis bawah Rhoe
discolor dengan menggunakan silet yang tajam. Potongan tersebut diletakkan
pada gelas preparat dan ditetesi 2-3 tetes air. Kemudian di tutup dengan
menggunakan cover glass dan amati dibawah mikroskop dengan menggunakan
perbesaran yang rendah. Sel-sel berwarna didekat tepi irisan diamati antara
lain adanya sel-sel yang tidak berpigmen, adanya nukleus, dan partikel subsel
lainnya didalam sel. Kemudian ditambah dengan 2 tetes sukrosa 1M diantara gelas
preparat dan kaca penutup melaui salah satu sisanya. Air yang berlebihan
diserap kertas tissu ditepi kaca yang berlawanan. Penambahan tetesan larutan
sukrosa terus dilakukan sehingga ikut terserap oleh kertas tissu kesalam kaca.
Kemudian diamati penurunan volume protoplas dan perhatikan benang-benang
sitoplasmatik tak berpigmen tetap melekat pada dinding sel. Kemudian digambar 2
buah sel yang terplasmolisis. Kemudian
hisap larutan sukrosa tadi dengan menggunakan tissue dan teteskan dengan air di sisi kaca yang berlawanan.
Kemudian diamati proses deplomosis yang
terjadi dan cacat waktu yang diperlukan untuk berlangsungnya proses tersebut
pada satu sel.
Percobaan
B. Penentuan Tekanan osmosis cairan sel
Disiapkan
8 tabung reaksi dan kemudian diisi larutan glukosa kedalam tabung reaksi
kira-kira 1/3 bagian, satu tabung reaksi untuk satu konsentrasi. Sayatlah
lapisan epidermis yang berwarna dari tanaman dengan menggunakan pisau silet,
diusahakan menyayatnya selapis saja. Kemudian diamati dibawah mikroskop apakah
sayatan kita cukup baik untuk digunakan. Jiak cukup representatif , dimasukkan
ke dalam tabung reaksi sayatan tersebut dan cacat waktu mulai perendaman.
Diabiarkan sayatan dalam larutan selama 30 menit diperiksa sayatan epidermis
dibawah mikroskop dengan reagen larutan sukrosa dimana sayatan tadi disimpan.
Dicari konsentrasi sukrosa dimana 50% dari jumlah sel epidermis tadi telah
terplasmolisis. Keadaan ini desebut dengan insipien Plasmolisis. Sel dalam
keadaan insipien Plasmolisis memiliki potensial osmotik larutan yang digunakan.
Kemudian ditentuakan potensial osmotik sel pada insipien Plasmolisis.
Percobaan
C. Komposisi kimia Membran sel dan faktor yang mempengaruhi permeabilitas.
Plih
salah satu umbi yang telah disediakan, cuci bersih dengan air. Dengan bantuan
bor yang bergaris tengan 1 cm (tengahnya berlubang), potong 12 bentuk slinder
dari satu umbi yang sama jika mungkin. Dipotong umbi tersebut dengan keteblan 3
cm. cucu semua potongan umbu dibawah air mengalir selama 10-15 menit untuk
menghilangkan pigmen pada permukaan. Pada percobaan ini diberikan 3 jenis perlakuan yaitu :
1.
Perlakuan panas
Disiapkan
penangas air dengan mengisi2/3 bagian dari gelas pialan yang berukuran 1000 ml
dengan air, dan dipanaskan diatas api, dengan pinset dimasukkan potongan umbi Raphanus sativus kedalam gelas yang telah dipanaskan sampai suhu 400 C,
kemudian pindahkan potongan umbi dari gelas piala kesuatu tabung, lalu
dimasukkan potongan umbi Raphanus sativus
kedalam suhu 40°, 50°, 60° ,70°, 80° C. Kemudian
pindahkan potongan umbi Raphanus sativus dari
gelas piala kedalam suatu tabung reaksi yang berisi 15 ml air pad suhu kamar.
Biarkan air berangsur-angsur menjadi dingin , masukkan potongan umbi Raphanus sativus masing-masing 1 potong
pada suhu 40°, 50°,
60° ,70°, 80° C. Kemudian pad bulir
pertama pindahkan potongan-potongan umbi Raphanus sativus yang
direndam dalam air panas kedalam tabung reaksi yang berisi destilasi pada suhu kamar, sebagai control,
letakkan satu potng umbi Raphanus sativus
kedalam tabung berisi 15 ml air destilata. Setelah diinkubasi selama 1 jam
, kocok tabung reaksi dan tuangkan rendaman tadi kedalam kuvet dan diukur nilai
absorban pada spektrofotometer. Lakukan pada sampel A6 untuk masing-masing air
rendaman (7 perlakun panas).
2. Perlakuan dingin
Potongan umbi Raphanus
sativus dimasukkan kedalam freezer
sehingga umbi tersebut menjadi beku. Kemudian umbi yang sudah membeku itu
dicuci dengan cepat dengan menggunakan air kran dan dimasukkan kedalam tabung
reaksi dengan 15 ml air. Sebagai control
letakkan satu potongan umbi yang tidak diinginkan pada tabung reaksi dengan 15
ml air. Setelah diinkubasi selama 1 jam , ukur jumlah pigmen relative dan
larutan perendaman dengan spektrofotometer.
2
Perlakuan dengan senyawa kimia
Latakkan satu potong silinder Raphanus
sativus kedalam 15 ml larutan methanol dan aseton. Sebagai control
diletakkan satu potong Raphanus sativus
kedalam 15 ml air destilata, diinkubasi selama satu jam kemudian diukur nilai
absorbannya.
Percobaan
D. Mengukur potensial air dengan metoda Chardakov.
Diisi
tabung reaksi dengan larutan sukrosa yang telah disediakan masing-masung
sebanyak 10ml. dibuat potongan umbi Solanum
tuberosum dengan menggunakan pengebor gabus. Kemudian dimasukkan kedalam
masing-masing tabung reaksi 10 potongan jaringan tadi. Tabung reaksi tersebut
ditutup dan dibiarkan selama 80 menit. Setiap 20 menit tabung tersebut digoyang
perlahan-lahan untuk mempercepat terjadinya keseimbangan. Setelah 80 menit
dikeluarkan potongan umbi tersebut dengan menggunakan pinset, setiap tabung
gunakan pinset yang berbeda. Kemudian
larutan sisa ditetes dengan larutan asal yang konsentrasinya sama dan telah
diwarnai dengan metilen blue. Kemudian pipet ditetesi pengetes diatas sisa
larutan tadi secara perlahan-lahan dan diamati gerakan larutan pengetes tadi.
Dilihat larutan tersbut apakah jauh kedasar larutan, melayang, atau tenggelam.
Kemudian ditentuakan potensial osmotik sel dengan melihat tabel tekanan osmotik
pada larutan sukrosa pada suhu 4ºC. dibandingakan nilai potensial air jaringan
yang diperoleh dengan kelompok lain.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Dari
praktikum yang telah dilaksanakan didapatkan hasil sebagai berikut :
Hasil
percobaan 1, Plasomilis dan desaplomilis pada jaringan epidermis pada daun Rhoe discolor


Gambar 1.
Sel normal Gambar
2. Plasmolisis
Tabel 1. Percobaan plasmolisis dan deplasmolisis pada jeringan
epidermis Rhoe discolor.
Perlakuan
|
Deskripsi
pengamatan sel
|
Waktu
|
|
Plasmolisis
|
Deplasmolisis
|
||
Air
|
Mengalami deplamolisis
|
-
|
1
menit 40 menit
|
Sukrosa 1 M
|
Mengalami plasmolisis
|
1
menit, 20 detik
|
-
|
NaCl 1 M
|
Mengalami plasmolisis
|
1
menit
|
-
|
Tabel
2. percobaan Penentuan Tekanan osmosis cairan sel
Molaritas
|
Sel awal
|
Sel akhir setelah 1 jam
|
% plasmolisis
|
Kontrol
|
56
|
32
|
42,9 %
|
0,10
M
|
324
|
230
|
32,7 %
|
0,12
M
|
316
|
190
|
39,9 %
|
0,14
M
|
360
|
240
|
33,3 %
|
0,16
M
|
184
|
127
|
35,3 %
|
0,28
M
|
325
|
200
|
38,5 %
|
0,20
M
|
107
|
84
|
21,5 %
|
0,24
M
|
51
|
33
|
35,3 %
|
%
sel plasmolisis = Unit sel awal – unit sel akhir x 100 %
|
Tabel 3. Perlakuan panas
terhadap permeabilitas membran sel
No.
|
Perlakuan
|
Absorban (nm)
|
1.
|
Suhu
kontrol (170C)
|
0
|
2.
|
Suhu
400C
|
0
|
3.
|
Suhu
500C
|
0
|
4.
|
Suhu
600C
|
0
|
5.
|
Suhu
700C
|
0
|
6.
|
Suhu
800C
|
0
|
Tabel 4. Perlakuan dingin
terhadap permeabilitas membran sel
No.
|
Perlakuan
|
Absorban
(nm)
|
1
|
Suhu
dingin (40C)
|
0,01
|
Tabel
5. Perlakuan dengan senyawa kimia terhadap permeabilitas membran sel
No.
|
Perlakuan
|
Absorban
(nm)
|
1.
|
Aseton
|
-0,01
|
2.
|
Methanol
|
0
|
Tabel
6. Perlakuan Mengukur
potensial air dengan metoda Chardakov.
No
|
konsentrasi
|
![]() |
||
1
|
0.2 M
|
Melayang
|
||
2
|
0.3 M
|
Melayang
|
||
3
|
0.4 M
|
Melayang
|
||
4
|
0.5 M
|
|
3.2
Pembahasan
3.2.1 Plasmolisis dan Deplasmolisis
Pada Jaringan Epidermis
Jaringan epidermis yang digunakan
adalah jaringan epidermis dari daun Rhoe
discolor yang ditetesi dengan 2-3 tetes aquades.
Sel yang berpigmen (berwarna ungu) mengalami plasmolisis dalam waktu kurang 2
menit, sel lebih pekat dan mengerut karena tertariknya
air dari sel yang disebabkan karena adanya perbedaan kosentrasi dimana
kosentrasi NaCl 1 M lebih besar dari pada kosentrasi air. Sel mengalami deplasmolisis selama 1 menit 40 detik untuk dapat kembali seperti semula. Sedangkan untuk larutan sukrosa 1M dari hasil yang didapat bahwa sel mengalami plasmolisis selama lebih kurang 2 menit untuk terplasmolisis seutuhnya untuk deplasmolisisnya butuh waktu 40 detik. Salisbury dan
Ross (1995), Menyatakan terlepasnya protoplas dari dinding sel disebabkan oleh
penyusutan atau pengurangan volume, karena cairan di dalam protoplas sudah
menjadi lebih pekat dan karenanya berpotensial osmotik lebih negatif.
Apabila dua sistem dipisahkan oleh
suatu membran yang permiabel terhadap pelarut maupun terhadap air maka
perbedaan potensial air bukanlah gaya gerak yang dapat memberikan tarik geser
di air dan tarik ini dinyatakan gaya ekstra. Sel dikatakan mengalami
plasmolisis apabila tekanan hidrostatif negatif tidak dapat dipertahankan
perbedaan tekanan apapun dipermukaannya. Berarti protoplasma yang diplasmolisis
sesuai dengan volumenya dan bukan osmotik menjadi sama dengan tekanan osmotik
eksternal (Wilkins, 1989).
Plasmolisis
adalah suatu peristiwa dimana protoplas dalam sel kehilangan air sehingga
volumenya menyusut dan akhirnya dapat terlepas dari dinding sel. Sel yang
mengalami plasmolisis biasanya dapat disehatkan dengan memasukkannya ke dalam
air murni (Dwijoseputra, 1980).
Setelah sel mengalami plsmolisis
kemudian ditetesi dengan air, air diserap menggunakan tissue, dan mulailah
terjadi deplasmolisis namun dengan waktu yang tidak terlalu lama yaitu untuk dapat kembali seperti semula. Menurut Salisbury dan Ross (1995), pada saat proses deplasmolisis ini
sel bergerak secara perlahan-lahan mulai membentuk sel itu kembali kebentuknya
semula dengan rentang waktu yang tidak lama.
Hal ini menandakan bahwa sel akan
kembali pulih jika diberikan penetralan atau dibilas dengan pelarut murni
seperti air. Air dapat melarutkan lebih
banyak jenis bahan kimia dibandingkan dengan zat cair lainnya. Sifat ini
disebabkan karena air memiliki konstanta dielektrik yang sangat tinggi .
Konstanta merupakan ukuran untuk menetralisisr daya tarik menarik antara
molekul atau atom yang bermuatan listrik berbeda (Lakitan, 2004). Peristiwa ini dikenal dengan istilah
deplasmolisis.
Deplasmolisis merupakan kebalikan dari
plasmolisis, yaitu menyatunya kembali membran plasma yang telah lepas dari
dinding sel. Deplasmolisis terjadi jika sel tumbuhan diletakkan di larutan hipotonik,sel
tumbuhan akan menyerap air dan juga tekanan turgor meningkat. Banyaknya air
yang masuk ke dalam sel akan menyebabkan terjadinya deplasmolisis. Membran
plasma akan mengembang sehingga akan melekat kembali pada dinding sel
(Campbell, 2002).
3.2.2
Penentuan Tekanan Osmotik Cairan Sel
Pada percobaan kedua yaitu
tentang penentuan tekanan osmotic.
Pertama epidermis Rhoe discolor dihitung dibawah mikroskop. Setelah itu
masukan kedalam larutan sukrosa yang telah disediakan, rendam selama 30 menit
dengan konsentrasi yang berbeda-beda. Setelah itu amati kembali dibawah
mikroskop kemudian hitung jumlah sel. Dari praktikum yang telah dilakukan dapat dilihat pada tabel,
maka dapat diketahui bahwa tekanan osmotik yang diberikan oleh masing-masing
konsentrasi akan berbeda-beda. Hal itu dapat dilihat pada presentase
plasmolisis yang terjadi pada daun Rhoeo
discolor yang juga berbeda.
Penentuan ini dilakukan dengan cara menghitung jumlah sel yang berwarna ungu di
awal dan sel yang berwarna ungu diakhir setelah dilakukan perendaman dalam
kosentrasi larutan yang berbeda. Pada table dapat dilihat bahwa pada daun Rhoe discolor yang diberi perlakuan control memiliki jumlah
nilai yang terplasmolisis paling besar yaitu 42,9 %. Sedangkan pada Pada table
dapat dilihat bahwa pada daun Rhoe
discolor yang diberi perlakuan
dengan memberikan larutan sukrosa dengan konsentrasi yang berbeda-beda
menunjukkan memiliki jumlah nilai yang
terplasmolisis yang bervariasi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada umumnya
makin tinggi konsentrasi larutan maka makin banyak sel-sel yang akan
terplasmolisis.
Apabila terjadi keseimbangan antara
presentase plasmolisis maka dikenal dengan istilah insipient plasmolisis. Pada
percobaan, insipient plasmolisis terjadi pada percobaan dengan konsentrasi 0,16
M dan 0,24 M. Hal ini sesuai menurut Lakitan (2004) Pada dasarnya sel yang
berada saat insipient plasmolisis atau konsentrasi 50% dari jumlah sel
epidermis yang terplasmolisis memilikim potensial osmotik sama dengan potensial
osmotic larutan yang digunakan.
Sel pada keadaan Insipien Plasmolisis memiliki potensial
osmotik sama dengan potensial osmotik larutan yang digunakan. Hal ini sesuai
menurut Salisbury dan Ross (1995) bahwa masalah yang timbul dari pemerasan sel hidup adalah
diperolehnya air yang hampir murni akibat terjadinya penyaringan osmotik. Jika
cairan di setiap jaringan tumbuhan berada dalam kesetimbangan osmotik dengan
larutan di sekelilingnya pada tekanan atmosfer dan tak ada tekanan atau
tegangan di dalam jaringan, maka potensial osmotik cairan tersebut akan sama
dengan potensial osmotik larutan sekitar. Masalah yang dihadapi dari pengukuran
semacam ini ialah memperoleh tekanan nol dalam jaringan tanpa mengubah lagi
sifat osmotik lainnya bila tidak diperlukan (yang mungkin bisa terlalu banyak).
Metode ini untuk mengukur potensial osmotik dengan mengamati plasmolisis
insipien.
3.2.3 Perlakuan
panas terhadap permeabilitas membran sel
Dari
pengamatan yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa pada perlakuan yang
diberikan untuk menguji nilai absorban pada umbi Raphanus sativus, didapatkan hasil bahwa pada 6 perlakuan yang diberikan
berbeda, menunjukkan nilai absorban yang sama yaitu memiliki nilai absorban 0
nm. Hal ini dapat disebabkan pada perlakuan panas terdapat nilai
absorban di atas nol. Ini berarti terjadi respon larutan atau terjadinya
difusi. Underwood (1988) menyatakan bahwa difusi merupakan perpindahan cairan
dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Pada waktu dipanaskan suhu air
akan naik, sehingga konsentrasinya turun, konsentrasi yang berbeda ini
menyebabkan air di luar sel masuk ke dalam sel. Sehingga konsentrasi air di
dalam jaringan akan naik dan larutan akan menjadi encer.
3.2.4 Perlakuan
dingin terhadap permeabilitas membran sel
Pada pengamatan yang telah dilakukan diperoleh
hasil bahwa pada perlakuan diberikan untuk menguji nilai absorban pada umbi Raphanus sativus, didapatkan hasil bahwa pada Perlakuan dingin
terhadap permeabilitas membran sel diperoleh nilai absorban 0,01 nm. Hal ini
menunjukkan bahwa suhu sangat mempengaruhi terjadinya permeabilitas membran sel.
Dapat dibandingkan dengan Pembeian perlakuan panas terhadap permeabilitas
membran sel dengan pemberian perlakuan dingin terhadap permeabilitas membran
sel sangat dipengaruhi oleh suhu. Artinya semakin panas suhu semakin tinggi
juga nilai absorban, sedangkan semakin dingin (rendah) artinya semakin rendah
juga nilai absorbanya.
3.2.5 Perlakuan dengan
senyawa kimia terhadap permeabilitas membran sel
Pada pengamatan yang telah dilakukan
diperoleh hasil bahwa pada perlakuan diberikan untuk menguji nilai absorban
pada umbi Raphanus
sativus, didapatkan hasil bahwa pada perlakuan
dengan senyawa kimia terhadap permeabilitas membran sel diperoleh nilai absorban yang berbeda. Pada
perlakuan pemberian senyawa kimia yang berupa aseton diperoleh nilai absorban
sebesar -0,01, sedangkan pada perlakuan pemberian senyawa kimia
yang berupa metanol diperoleh nilai absorban sebesar 0.
Artinya nilai absorban senyawa kimia methanol lebih besar dari pada nilai
absorban pemberian senyawa kimia aseton.
Perbedaan permeabilitas membran sangat
bergantung pada besar kecilnya molekul yang lewat dan ditentukan dengan
besarnya pori-pori membran, tapi pada membran plasma sel hidup, besarnya
molekul tidak berpengaruh. Hal ini disebabkan oleh adanya larutan antara
kelarutan zat itu dalam salah satu komponen membran (Dwijoseputra,1980)
3.2.6 Mengukur Potensial
Air dengan Metode Chardakov
Pada percobaan ini, potensial air
memiliki pengaruh yang sangat besar. Pada waktu perendaman, yang dilakukan pada
konsentrasi yang berbeda telah terjadi pemindahan air dari jaringan tumbuhan ke
luar jaringan atau sebaliknya. Hal itu dapat diamati pada saat perbedaan yang
terjadi saat dilakukan uji coba dalam tes menentukan arah gerak yang terjadi
pada larutan sisa hasil perendaman. arah pergerakan dari masing-masing
konsentrasi memberikan hasil yang berbeda, hal itu tergantung pada saat
perendaman sampel dalam konsentrasi yang berbeda. Arah pergerakan dari larutan
penguji adalah melayang. Larutan melayang ini
ditemukan pada semua konsentrasi.Larutan penguji melayang dikarenakan
antara larutan tersebut tidak terjadi perubahan selama perendaman.
IV.
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Setelah dilakukan percobaan dan
didapatkan hasil, dapat disimpulkan bahwa :
1. Plasmolisis
sel pada epiermis Rhoe discolor berangsung cepat pada larutan NaCl.
2. Peristiwa deplasmolisisnya terjadi karena air
akan masuk secara
perlahan ke dalam sel dan mengakibatkan sel kembali ke bentuk
semula.
3. Sel mendekati insipien plasmolisis pada konsentrasi
0,16 M dan 0,24 M.
4.
Percobaan ketiga larutan pengetes mendekati posisi melayang terjadi
pada semua konsentrasi.
4.2 Saran
Diharapkan kepada
semua praktikan untuk lebih cekatan dalam melaksanakan praktikum agar waktu
yang sedikit tersebut dapat digunakan semaksimal mungkin. Dan sebaiknya
praktikan belajar sebelum praktikum dimulai agar pratikan mengerti dan paham
apa yang dipratikumkan. Selain itu, praktikan hendaknya lebih teliti dalam mengamati setiap percobaan yang di lakukan terutama dalam menghitung jumlah sel yang terplasmolisis.
DAFTAR PUSTAKA
Bidwell, R.G.S. 1979. Plant
Physiology Second Edition.
Max Million Publiching. New York.
Campbell dan Reece. 2002 . Biologi Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta : Erlangga.
Dwijoseputra, D. 1980.
Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia
: Jakarta.
Fetter,A.H.1998.
Fisiologi Lingkungan Tanaman. Gadjah
Mada University Press: Yogyakarta.
Lakitan, B. 2004.Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan.Raja
Grafindo Persada : Jakarta.
Loveles,
A.R.1987. Prinsip - Prinsip Biologi
Tumbuhan Untuk Daerah Tropik.Gramedia
Meyer,
S.B. Anderson.1987. Plant Physiology.
D. Vant Nostrad Company Inc Princeton :New
.
Salisbury, F.B dan Cleon, W.Ross.1995.
Fisiologi Tumbuhan Jilid I. ITB
:Bandung
Wikins, B. 1989. Fisiologi
Tumbuhan Jilid 2. Bina Aksara : Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar