I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ekologi merupakan ilmu yang mempelajari interaksi antara organisme dengan
lingkungannya (hubungan timbal balik). Kehidupan organisme yang ada pada
wilayah atau habitat tertentu sangat dipengaruhi oleh faktor
lingkungan abiotikmaupun biotik. Faktor lingkungan tersebut merupakan
faktor yang berpengaruh terhadap organisme dalam proses perkembangannya.
Apabila terjadi gangguan terhadap lingkungan maka
secara langsung akan berdampak pada populasi dari organisme tersebut
(Odum, 1971).
Dalam suatu ekosistem, organisme yang menyusun atau yang berada ditempat
tersebut. Kehidupan organisme yang
ada pada wilayah atau habitat tertentu sangat dipengaruhi oleh faktor
lingkungan. Kehidupannya sangat ditentukan oleh faktor–faktor lingkungannya biotik dan lingkungan abiotik (Setiadi, 1989).
Ekosistem
adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik antara
makhluk hidup dengan lingkungannya dan antara komponen komponen tersebut
terjadi pengambilan dan perpindahan energi, daur materi, dan produktivitas
(Sativani, 2010).
Makhluk hidup tidak dapat lepas dari lingkungannya,
baik itu biotik
dan abiotik Pada interaksi antara
kedua komponen tersebut, ekosistem akan selalu tumbuh berkembang sehingga
menimbulkan perubahan ekosistem. Faktor lingkungan tersebut merupakan faktor yang berpengaruh terhadap organisme dalam proses
perkembangannya. Lingkungan yang baik akan menjamin keberlangsungan hidup suatu
individu. Organisme tidak akan mampu berdiri sendiri tanpa
interaksi yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Lingkungan merupakan
kompleks dari berbagai faktor yang saling berinteraksi satu sama lainnya, tidak
hanya antara faktor biotik dan abiotik, akan tetapi antara biotik itu sendiri
dan juga antara abiotik dengan abiotik (Campbell, Reece and Mitchel, 2004).
Faktor
abiotik yang mempengaruhi lingkungan biotik merupakan komponen tak hidup berupa
faktor fisika maupun faktor kimiawi yang merupakan medium atau substrat tempat
berlangsungnya kehidupan atau lingkungan tempat hidup. Komponen abiotik dapat
berupa faktor yang mempengaruhi distribusi organisme seperti suhu, air,
cahaya, matahari, kelembaban udara, dan kecepatannya. Faktor tersebut terdapat
pada lingkungan terestrial (daratan) (Soemarwoto, 1991).
Hal
yang melatarbelakangi pelakanaan praktikum ini adalah kurangnya pemahaman dan
pengetahuan praktikan tentang faktor lingkungan yang mempengaruhi lingkungan
biotik dan abiotik. Untuk itu, dalam
menunjang pemahaman dan pengetahuan faktor yang mempengaruhi lingkungan biotik
dan abiotik , maka dilakukan praktikum dan sekaligus pengenalan alat-alat yang
digunakan untuk mengukur dan menghitung faktor yang berpengaruh pada
linkungangan biotik dan abiotik.
1.2 Tujuan
Tujuan dalam melaksanakan praktikum ini adalah untuk
mengetahui serta memahami faktor lingkungan dan alat yang digunakan untuk mengukur faktor lingkungan baik terrestrial
maupun perairan.
II. TINJAUAN
PUSTAKA
Ekologi
merupakan disiplin
ilmu
yang mempelajari tentang hubungan timbal balik antara organisme dengan lingkungannya.
Ekologi berhubungan erat dengan kondisi ekosistem dimana
terdapat komponen biotik dan komponen abiotik, sehingga kehidupan organisme
sangat ditentukan oleh faktor lingkungan. Faktor lingkungan antara ekosistem
darat dan ekosistem perairan berbeda,
begitu pula pengaruh faktor lingkungan terhadap organisme terkait
karena ada yang saling
berinterkasi dan berjalan sendiri. Secara umum, terdapat dua komponen yang
mempengaruhi faktor lingkungan yaitu
komponen abiotik dan biotik. Komponen biotik merupakan salah satu
komponen atau faktor dalam lingkungan yang mempengaruhi organisme. Komponen
abiotik adalah komponen lingkungan yang terdiri atas makhluk tak hidup atau
segala sesuatu yang tidak bernyawa seperti tanah, udara, iklim, kelembaban,
cahaya, dan bunyi. Faktor
lingkungan abiotik terdiri dari 3 yaitu faktor lingkungan iklim,
faktor lingkungan tanah dan faktor lingkungan perairan (Campbell et al , 2002).
Lingkungan adalah suatu sistem yang kompleks yang terdiri
dari sejumlah faktor lingkungan yang dapat dikategorikan menjadi 2 kelompok,
yaitu lingkungan abiotik, seperti tanah/lahan, cahaya matahari, suhu udara,
air, nutrien, hara, dan mineral; dan lingkungan biotik yaitu makhluk hidup di
sekitarnya. Lingkungan adalah sistem kompleks yang dapat berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup dan
merupakan ruang tiga dimensi, dimana makhluk hidupnya sendiri merupakan
salah satu bagiannya. Lingkungan bersifat dinamis berubah setiap saat. Perubahan
yang terjadi dari faktor lingkungan akan mempengaruhi makhluk hidup dan respon
makhluk hidup terhadap faktor tersebut yang akan berbeda-beda menurut skala
ruang dan waktu, serta kondisi makhluk hidup (Somarwoto,
2001).
Faktor abiotik yang mempengaruhi lingkungan biotik
merupakan komponen tak hidup berupa faktor fisika maupun faktor kimiawi yang
merupakan medium atau substrat tempat berlangsungnya kehidupan atau lingkungan
tempat hidup. Komponen abiotik dapat berupa faktor yang mempengaruhi distribusi
organisme seperti suhu, air, cahaya, matahari, kelembaban udara, dan
kecepatannya. Faktor tersebut terdapat pada lingkungan terestrial (daratan)
(Soemarwoto, 1991).
Faktor-faktor lingkungan akan mengendalikan laju berfungsinya berbagai
proses hidup dalam suatu organisme. Kombinasi faktor yang menghasilkan keluaran
maksimum dalam sebuah proses disebut optimum untuk proses itu. Setiap
proses memiliki batas atas dan bawah toleransi untuk masing-masing faktor
lingkungan. Jika setiap faktor keberadaannya kurang dalam sebuah lingkungan
atau keberadaannya berlebihan, hewan atau tanaman yang bergantung padanya,
tidak akan ada di dalam daerah tersebut. Faktor-faktor dapat digantikan
keberadaannya oleh yang lain (Michael, 1990).
Faktor-faktor lingkungan dapat mempengaruhi suatu
organisme secara sendiri-sendiri maupun kombinasi dari berbagai faktor.
Pengaruhnya dapat menentukan kehadiran atau keberadaan dan proses kehidupan
makhluk hidup. Terdapat berbagai prinsip yang mendasari hubungan makhluk
hidup dengan lingkungannya, seperti makhluk hidup tidak dapat hidup pada
lingkungan yang hampa udara dan juga seperti makhluk hidup bernapas dengan
udara yang ada di lingkungan sekitarnya. Hal-hal yang dapat mempengaruhi
makhluk hidup akan membentuk lingkungan. Faktor lingkungan terdiri dari faktor
lingkungan abiotik dan lingkungan biotik. Setiap jenis, individu, kelompok atau
umur makhluk hidup dipengaruhi atau membutuhkan faktor lingkungan yang
berbeda-beda (McNaughton, 1990).
Komponen-komponen lingkungan terdiri dari faktor-faktor
lingkungan fisiko-kimiawi dan biologi. Terdapat macam-macam faktor lingkungan,
seperti faktor iklim, geografis dan edafis (lingkungan abiotik) dan faktor
tumbuhan, hewan, dekomposer, dan manusia sebagai lingkungan
biotik. Berkaitan dengan sifat-sifat toleransi dan adaptasi makhluk hidup terhadap
lingkungannya, terdapat beragam jenis, sifat, keanekaragaman, kelimpahan, dan
pola sebaran makhluk hidup (Syafe’I, 1990).
Pembagian komponen lingkungan ini seperti, faktor
iklim,meliputi parameter iklim utama seperti cahaya, suhu, ketersediaan air
dan angin. Faktor tanah merupakan karakteristik dari tanah seperti nutrisi tanah, reaksi tanah, kadar air tanah
dan kondisi fisika tanah. Faktor topografi yaitu
meliputi pengaruh dari terrain (bentuk vertikal dan horizontal dari
suatu daratan) seperti sudut kemiringan, aspek kemiringan dan ketinggian tempat
dari permukaan laut (Heddy,
1994).
Faktor lingkungan abiotik merupakan semua aspek kimia
dan fisika dari lingkungan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan distribusi
hewan dan tumbuhan. Udara dan tanah adalah faktor abiotik yang tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan organisme-organisme teresterial. Selain
pengukuran pada kondisi fisika kimia sebagai faktor lingkungan habitatnya,
kehadiran tumbuhan dapat mempengaruhi kondisi udara dan tanah. Mikroklimat
merupakan kondisi udara yang berpengaruh dan berhubungan langsung dengan
tumbuhan. Walaupun hanya dalam daerah yang sangat kecil, mikroklimat dapat
menyebabkan adanya variasi dalam tipe dan komposisi tumbuhan. Komponen
mikroklimat tersebut antara lain temperatur udara (suhu), kelembaban udara,
intensitas cahaya dan kecepatan angin. Suhu berpengaruh terhadap ekosistem
karena suhu merupakan syarat yang diperlukan organisme untuk hidup. Pada
beberapa jenis organisme, yang ada yang hanya dapat hidup pada kisaran suhu
tertentu. Suhu lingkungan merupakan faktor penting dalam ekosistem karena
pengaruhnya pada proses fisiologis organisme penghuni ekosistem (Odum, 1971).
Kelembaban udara merupakan sejumlah uap air yang terkandung diudara atau
atmosfer, biasanya dinyatakan dalam berat uap air untuk setiap volume udara
tertentu. Setiap suhu tertentu ditempat yang sama akan memberikan harga
kelembaban tertentu disebut kelembaban absolut. Alat yang digunakan untuk
menentukan kelembaban relatif adalah sling psychrometer (Setiadi, 1989).
Menurut Arsyad (2010), selain pengukuran pada kondisi udara, faktor
lingkungan lain yang juga dapat diukur dan memberikan pengaruh terhadap
ekosistem adalah tanah. Tanah merupakan sebuah badan yang terbentuk dari hasil
pelapukan batuan akibat aktivitas iklim dan organisme serta materi organik
hasil proses dekomposisi yang mampu mendukung kehidupan.
Tanah merupakan tempat hidup organisme. Jenis tanah yang berbeda
menyebabkan organisme yang hidup di dalamnya juga berbeda. Tanah juga
menyediakan unsur-unsur penting bagi pertumbuhan organisme. Struktur fisik, pH,
komposisi mineral didalam tanah akan membatasi persebaran
tumbuhan dan hewan yang memakannya, sehingga menjadi salah satu
penyebab timbulnya pola mengelompok pada area tertentu yang acak pada ekosistem
terestrial (Campbell et al., 2004).
Pada ekosistem terestrial, tanah merupakan faktor lingkungan yang amat
penting. Tanah merupakan substrat alami bagi tumbuhan, habitat bagi detrivora
dan mikroba yang didalamnya terdapat mineral dan zat organik terkumpul. Akan
tetapi, hal tersebut tidak bisa dimanfaatkan bila kondisi fisika-kimia tanah di
luar toleransi organisme yang ada di dalamnya atau di atasnya. Faktor
fisika-kimia tanah mempengaruhi sebaran organisme tanah baik secara vertikal
(hewan tanah dan mikroba), maupun horizontal (vegetasi). Oleh karenanya dalam
analisis ekosistem terestrial perlu untuk mengumpulkan data fisika-kimia tanah.
Beberapa pengukuran yang dapat dilakukan dalam pengukuran fisika-kimia tanah
diantaranya adalah suhu tanah, pH tanah, tekstur tanah, profil tanah,
porositas, kelembaban tanah, dan lain-lain (Setiadi, 1989).
Ekologi
estuarin merupakan daerah atau lingkungan yang merupakan campuran antara air
sungai dan air laut, sehingga mengakibatkan daerah estuarin ini mempunyai air
yang bersalinitas lebih rendah daripada lautan terbuka. Sebagian besar jenis
flora dan fauna yang hidup didaerah estuarin tersebut adalah organisme yang
telah beradaptasi dengan kondisi yang terbatas didaerah tersebut. Oleh karena
itu, umumnya daerah ini dikatakan bahwa estuarin relative hanya dapat dihuni
oleh bebrapa spesies saja. Pada daerah estuarin ini selain dari turun naiknya
salinitas yang disebabkan oleh air pasang juga terjadi penurusan salinitas yang
bertahap ketika air dari mulut estuarin (muara sungai) bergerak ke arah sumber
mata air ( hulu sungai) sehingga terdapat wilayah dari flora dan fauna yang
hidup di daerah ini (Somarwoto, 2001).
Perubahan
salinitas musiman didaerah estuaria diakibatkan karena perubahan penguapan atau
perubahan aliran air tawar musiman. Didaerah dimana debit air tawar atau kering
dalam setengah waktu dalam setahun salinitas tinggi akan bergeser ke hulu.
Dengan mulainya kenaikan air tawar gradient salinitas bergeser kehilir ke arah
mulut estuaria. Oleh karena itu, pada berbagai musim suatu titik tertentu
diestuaria dapat mengalami salinitas yang berbeda-beda. Suhu air yang ada
diestuaria lebih bervariasi dari pada di perairan pantai didekatnya. Hal ini
sebagian karena biasanya diestuaria volume air lebih kecil sedangkan luas
permukaan lebih besar, dengan demikian pada kondisi atmosfer yang ada air
estuaria ini mudah cepat panas dan lebih cepat dingin. Selain itu juga masukan
air tawar. Air tawar di sungai atau dikali lebih dipengaruhi oleh perubahan suhu
musiman dari pada air laut. Sungai di daerah beriklim sedang suhunya lebih
rendah dimusim dingin dan lebih tinggi dimusim panas dari pada suhu ar laut
didekatnya (Heddy, 1994)
III.
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum
mengenai faktor-faktor
Lingkungan telah dilakukan pada hari Kamis, 26 Februari 2015 pukul 13.00 WIB
bertempat di Laboratorium Pendidikan IV, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas, Padang.
3.2
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum adalah anemometer, soil
moisture meter, termometer, pH meter, lux
meter, pengukur curah hujan sederhana, sling psyhcrometer, keping secchi, salinometer, surber net, Ekman Dredge, plankton net dan alat
pengukur lainnya yang biasa digunakan untuk mengetahui faktor
lingkungan tanah
dan faktor lingkungan air.
3.3 Cara kerja
Adapun
cara kerja yang dilakukan pada saat melakukan praktikum tersebut adalah dengan
memperkenalkan berbagai macam alat ukur serta mempraktekkan penggunaan dari
alat-alat yang dipergunakan pada pengukuran faktor-faktor lingkungan.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Faktor Iklim
4.1.1
Suhu Udara
Suhu sangat berpengaruh terhadap
ekosistem karena suhu merupakan syarat yang diperlukan organisme untuk hidup. Hal
ini disebabkan karena reaksi kimia dalam tubuh organisme dipengaruhi oleh
kualitas suhu lingkungan. Pada umumnya organisme senang hidup di tempat yang
suhunya antara 00-400C sebab pada suhu di atas hanya
mahkluk hidup tertentu saja yang dapat hidup dibawah 00C atau diatas
400C. Tumbuhan dan hewan sangat bergantung pada suhu. Tumbuhan
dan hewan memiliki perbedaan adaptasi terhadap keadaan suhu. Ada
tumbuhan dan hewan yang menyukai habitat yang panas dan ada
tumbuhan dan hewan yang menyukai habitat yang dingin. Pada tumbuhan semakin tinggi suhu,
maka akan mepercepat proses kehilangan air dari tanaman.
Suhu merupakan faktor pembatas bagi organisme. Toleransi organisme terhadap suhu bervariasi tergantung dari jenis dan fase
hidupnya. Suhu tersebut dapat mempengaruhi
aktivitas dan pertumbuahn dan fungsi fisiologis lainnya. Suhu
berpengaruh terhadap ekosistem karena suhu merupakan syarat yang diperlukan
organisme untuk hidup. Pada beberapa jenis organisme, yang ada yang hanya dapat
hidup pada kisaran suhu tertentu. Suhu lingkungan merupakan faktor penting
dalam ekosistem karena pengaruhnya pada proses fisiologis organisme penghuni
ekosistem (Odum, 1971).
Alat yang
digunakan untuk mengukur suhu udara disebut
termometer. Termometer pengukur suhu udara ini terdiri dari termometer
air raksa atau alkohol, termometer minimum dan termometer maksimum. Termometer
maksimum dan minimum digunakan untuk mengetahui suhu udara dalam rentang waktu
tertentu. Termometer maksimum dan minimum ini terdiri dari tabung yang
berbentuk huruf U yang berisi air raksa yang mempunyai penanda pada bagian
ujungnya. Sebelum termometer ini digunakan tanda tersebut harus diturunkan
dengan sebuah magnit sehingga tepat berada diatas air raksa . Bila suhu udara
naik atau turun maka air raksa juga akan bergerak salah asatu ujung air raksa
menunjukkan suhu minimum dan satu ujung lagi menunjukkan suhu maksmum pada
selang waktu tertentu
(Lakitan, 1997).
![]() |
||||
|
4.1.2 Kelembaban Udara
Kelembaban
udara ini sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup suatu organisme. Pada
tumbuhan kelembaban udara ini sangat
berpengaruh terhadap evapotranspirasi (penguapan air). Evapotranspirasi yang
terjadi pada makhluk hidup memiliki pengaruh terhadap kesediaan air dalam tubuh
makhluk hidup.Ketersediaan air dalam tubuh makhluk hidup ini tentu memberikan
pengaruh yang begitu besar terhadap proses metabolisme tubuh.
Alat untuk mengukur kelembaban udara adalah relatife sling psychometer atau hygrometer.
Alat ini mempunyai dua termometer yang satu untuk mengukur suhu udara kering (termometer kering)
dan termometer satu lagi digunakan
untuk mengukur suhu udara jenuh (termometer basah). Pada bagian bawah termometer diselimuti dengan kapas
yang dilembabkan Sling psychrometer dilengkapi dengan
tabel taylor.
Dalam penggunaan sling psychrometer dilakukan pengisapan dan pada psykometer dan dilakukan
pemutaran air yang ada pada kapas yang telah dilembabkan sehingga
udara dekat reservoir termometer digunakan uantuk menaksir
kelembaban udara relatife. Kelembaban udara relatife ini
berdasarkan suhu udara kering dan suhu udara yang terdapat pada tabel yang tersedia
pada alat ini.
Sling
psyhcrometer
terdiri dari dua pengukuran skala kelembaban, yaitu skala atas dan skala bawah.
Skala atas menunjukkan bahwa udara kering dan skala bawah menunjukkan udara basah
atau lembab. Skala bawah biasanya dibalut dengan kapas yang basahi terlebih
dahulu, selanjutnya putar sling selama 3 menit atau 10 kali kekanan dan kekiri.
Kemudian baca skala yang terbaca dan cocokkan dengan tabel pada buku panduan
dan bandingkan skala tersebut dengan nilai relatif. Semakin kecil nilai yang
didapat maka semakin kering kelembaban udara pada suatu tempat. Menurut Irshady
(2011), udara yang lembab memiliki nilai perbandingan relatif yang rendah. Alat
ini merupakan metode konvensional yang digunakan untuk mengukur kelembaban
udara. Kelembaban udara sangat berpengaruh untuk organisme teresterial atau
daratan karena dapat meningkatkan atau mengurangi angka kelahiran.

|
4.1.3
Curah Hujan
Air berpengaruh terhadap
ekosistem termasuk makhluk hidup di
dalamnya karena air dibutuhkan untuk kelangsungan hidup organisme. Hampir semua
makhluk hidup membutuhkan air. Karena itu, air merupakan
komponen yang sangat vital bagi kehidupan. Sebagian besar
tubuh makhluk hidup tersusun oleh air dan tidak ada satupun makhluk hidup yang
tidak membutuhkan air.
Air sangat diperlukan oleh tumbuhan dan hewan untuk proses perkembangan
dan metabolisme. Ketersediaan air di permukaan bumi menentukan jenis
vegetasi. Semakin sedikit air, maka akan semakin banyak tumbuhan berjenis
xeromorf (tumbuhan dengan sifat menghambat air), sedangkan untuk daerah
yang mempunyai kecukupan air akan memiliki tumbuhan berjenis
mesofita (tumbuhan yang membutuhkan kecukupan air). Air yang ada
di permukaan bumi berasal dari hujan. Sebaran curah hujan di
setiap tempat berbeda-beda. Hujan sepanjang tahun hanya terdapat
di beberapa bagian tempat tropis. Semakin jauh dari
khatulistiwa, maka curah hujan semakin berkurang. Curah hujan yang cukup
akan memberikan dampak yang positif bagi kelngsungan hidup suatu organisme.
Curah
hujan dapat diukur dengan alat ukur curah hujan yang disebut dengan . evaporimeter piche
yang terdiri dari 2 bejana penampung air dan corong yang telah diketahui
luasnya. Alat ini biasanya dipasang dilapangan atau daerah terbuka sehingag air
hujan langsung dapat jatuh kecorong dan masuk kedalam bejana penampung. Evaporimeter piche bentuknya
seperti panci terbuka
atau tabung gelas berskala yang diisi air dan ditutup oleh kertas saring dengan posisi terbalik. Cara penggunaan evaporimeter piche yaitu ujung bawah pipa gelas
terbuka ditutupi dengan kertas filter/saring berbentuk bulat dengan posisi terbalik kemudian air
akan menguap keatas dan ditangkap oleh kertas saring.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Odum (1971) yang menyatakan bahwa
Corong
curah hujan merupakan alat pengukuran untuk curah hujan yang sederhana. Alat
ini terdiri dari 2 komponen yaitu bejana penampung air hujan dan corong atau
cerocok. Cara meletakkan bejana hendaknya didalam lubang agar tidak terganggu
oleh organisme lain. Corong curah hujan adalah metode sederhana untuk mengukur
curah hujan. Terdiri dari bejana dan corong yang berbentuk seperti cerocok.
Penampung air hujan diletakkan terbenam kedalam tanah agar mengurangi penguapan
dan tidak terganggu oleh organisme lain.
![]() |
|
4.1.4 Intensitas Cahaya
Cahaya matahari merupakan sumber utama
energi bagi kehidupan, tanpa adanya cahaya matahari kehidupan tidak akan ada.
Bagi pertumbuhan tanaman ternyata pengaruh cahaya selain ditentukan oleh
kualitasnya. Intensitas cahaya adalah banyaknya energi yang diterima oleh suatu
tanaman per satuan luas dan per satuan waktu (kal/cm2/hari). Cahaya matahari berpengaruh nyata terhadap
sifat morfologi tanaman. Hal ini dikarenakan intensitas cahaya matahari
dibutuhkan untuk berlangsungnya penyatuan CO2 dan air untuk
membentuk karbohidrat. Begitupun dengan hewan, fiksasi
energi melalui fotosintesis tumbuhan hijau sangat diperlukan bagi hewan
herbivora karena kehidupannya sangat bergantung pada tumbuh-tumbuhan
Salah
satu alat yang digunakan untuk mengukur intensitas cahaya dalam satuan lux
adalah lux meter. Pengukuran intensitas
penerangan ini memakai alat lux meter yang hasilnya dapat langsung dibaca. Alat ini terdiri dari dua komponen,
yaitu sensor cahaya dan skala pengukuran. Alat ini memiliki tombol on-off,
kemudian kalibrasikan nilai yang tertera pada layar sensor cahaya pada skala
normal atau nol. Data pada daerah yang akan diukur, selanjutnya bandingkan
dengan intensitas cahaya pada daerah yang ternaungi, agar terlihat perbandingan
data intensitas cahaya. Menurut Irshady (2011) lux meter merupakan alat yang digunakan untuk mengukur intensitas
cahaya, kelebihan alat ini adalah mampu mengkalibrasikan nilai sampai dengan
kelipatan 4, alat ini cukup efektif digunakan untuk pengamatan intensitas
cahaya. Cahaya sangat penting untuk kehidupan organisme di lingkungan terestrial
dan menjadi faktor utama dari lingkungan tersebut.
![]() |
|||
|
4.1.5
Kecepatan Angin
Angin
berperan dalam menentukan kelangsungan hidup suatu organism. Angin akan mempengaruhi cara hidup organism.
Organisme akan beradaptasi atau meyesuaikan diri dengan kondisi angin
(lingkungan). Angin mempunyai
arah dan kecepatan yang ditentukan oleh adanya perbedaan tekanan udara
permukaan bumi. Angin bertiup dari tempat bertekanan tinggi ke tempat
bertekanan rendah dan tegak lurus atas garis isobar. Semakin besar perbedaan
tekanan udara semakin besar kecepatan angin. Dan semakin besar kecepatan angin
maka akan berdampak buruk pada kelangsungan hidup suatu
organisme. Pada tumbuhan angin mempunyai
pengaruh langsung terhadap vegetasi, terutama dalam menumbangkan pohon-pohon
atau dengan mematahkan dahan-dahan atau bagian lainnya. Angin
mempunyai pengaruh yang sama terhadap tanah, biasanya
bersifat mengeringkan, atau membawa udara yang lebih basah
yang menurunkan transpirasi dan evaporasi, dan menyebabkan turunnya
hujan.
Alat yang
dugunakan untuk mengukur kecepatan angin disebut dengan Anemometer. curah Alat ini berbentuk seperti kipas angin memiliki
baling-baling sebagai pengukur kecepatan angin yang berhembus pada lingkungan
sekitar. Alat ini memiliki layar skala kecepatan. Untuk ke akuratan data
lakukan pengulangan pada pengujian data sebanyak tiga kali. Skala 2 m/s
menunjukkan data bahwa pada disuatu daerah atau lingkungan tersebut memiliki
angin yang kuat. Menurut Irshady (2011), angin yang kuat berkisar antara 2-3 m/s.
Hal ini dapat dibuktikan dengan kecepatan baling-baling anemometer berputar
dalam jangka 30 detik. Alat ini biasanya diletakkan dalam keadaan tergantung.
![]() |
||||
|
4.2 Faktor Lingkungan Terestrial
4.2.1 Suhu
Tanah
Suhu
sangat mempengaruhi lingkungan dan kehidupan makhluk hidup di lingkungan
tersebut. Ada makhluk hidup yang dapat hidup pada suhu rendah, ada pula makhluk
hidup yang dapat hidup pada suhu tinggi. Tanah
berfungsi sebagai tempat hidup berbagai makhluk hidup dalam suatu ekosistem. Di
dalam tanah terdapat zat hara yang merupakan mineral penting yang dibutuhkan
oleh makhluk hidup terutama tumbuhan. Antara komponen abiotik dengan komponen
biotik terjadi saling ketergantungan. Tumbuhan selain membutuhkan udara untuk
bernafas juga membutuhkan cahaya matahari untuk berfotosintesis. Begitu
juga manusia dan hewan lainnya membutuhkan udara, air, tanah, lingkungan untuk
hidupnya (Odum,
1971).
Alat yang
digunakan untuk mengukur suhu
tanah yaitu Soil Termometer. Pada prinsipnya cara menggunakan alat ini hamper sama dengan termometer biasa yaitu
dengan cara ditancapkan kedalam tanah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hanum
(2009), yang menyatakan bahwa Soil Termometer pada prinsipnya hampir sama dengan termometer biasa, hanya bentuk dan panjangnya
berbeda. Pengukuran suhu tanah lebih teliti daripada suhu udara. Perubahannya
lambat sesuai dengan sifat kerapatan tanah yang lebih besar daripada udara.
Suhu tanah yang diukur umumnya pada kedalaman 3,5 cm, 6 cm,dan 10 cm. Macam alat disesuaikan dengan
kedalaman yang akan diukur. Termometer berada dalam tabung gelas yang berisi
parafin, kemudian tabung diikat dengan rantai lalu diturunkan dalam selongsong
tabung logam ke dalam tanah. Pembacaan dilakukan dengan mengangkat termometer
dari dalam tabung logam, kemudian dibaca. Adanya parafin memperlambat perubahan
suhu ketika termometer terbaca di udara.
Menurut Handayanto dan Hiriah (2009), untuk mengukur suhu tanah dipergunakan
alat weksler. Termometer pada alat ini disimpan dalam tabung kayu yang ujungnya
berupa logam meruncing. Antara logam dengan termometer terdapat serbuk logam
yang menutupi ujung
termometer dan terdapat pada bagian atas logam meruncing tadi. Panas dari tanah
akan mempengaruhi logam dan kemudian akan diinduksikan ke serbuk logam.
Pengukuran
temperatur dapat dilakukan secara kuantitaif dan kualitatif. Pengukuran
kauntitatif dinyatakan dalam satuan kalori, yaitu gram kalori atau kilogram
kalori sedangkan pengukuran kualitatif dinyatak dalam derajat celcius,
fahrenheit, reamur, atau kelvin. Pengukuran bisa dilakukan dengan termometer.
Prinsip kerjanya berdasarkan pemuaian dan penerutan suatu zat padat atau cair
akibat pemanasan dan
pendinginan (Wirakusumah, 2003).
![]() |
||||
|
4.2.2
Kelembapan Tanah
Keberadaan suatu
ekosistem
juga dipengaruhi oleh kondisi tanah. Tanah
merupakan tempat hidup bagi organisme terutama tumbuhan. Adanya tumbuhan
akan menjadikan suatu daerah memiliki berbagai organisme pemakan tumbuhan dan
organisme lain yang memakan pemakan tumbuhan tersebut, artinya kelembapan tanah sangat
mempengaruhi kelangsungan hidup organisme dalam suatu ekosistem. Jenis tanah
yang berbeda menyebabkan organisme yang hidup didalamnya juga berbeda. Tanah
juga menyediakan unsur-unsur penting bagi pertumbuhan organisme, terutama
tumbuhan. Manusia dapat memanfaatkan tanah lebih besar dibandingkan dengan
organism lain, namun perlakuan manusia yan berlebihan pada tanah dapat
menyebabkan hilangnya kesuburan tanah dan tanah menjadi gersang.
Alat
yang digunakan untuk mengukur kelembapan tanah disebut termometer tanah disebut
dengan Soil moisture meter. Soil moisture
meter merupakan termometer yang dirancang secara khusus untuk mengukur
kelembapan didalam tanah. Ciri-ciri pada termometer tanah ini yaitu pada bagian
skala dilengkungkan namun ada juga yang tidak dilengkungkan. Hal ini dibuat untuk
memudahkan dalam pembacaan termometer. Pemakaiannya adalah menancapkan ujung
alat ke tanah yang ingin diukur, kemudian tekan tombol dengan lama untuk
mengukur pH tanah dan dengan tidak menekan tombol untuk mengukur kelembapan
tanah. Liat penunjuk pada soil tester. Nilai yang di atas menunjukkan nilai pH
tanah 1-14 dan nilai yang di bawah menunjukkan nilai kelembapan tanah (Hanum (2009).
![]() |
|||
|
4.2.3 pH Tanah
Tanah
merupakan tempat hidup organisme. Jenis tanah yang berbeda menyebabkan
organisme yang hidup didalamnya juga berbeda. Tanah juga menyediakan
unsur-unsur penting bagi pertumbuhan organisme. Struktur fisik, pH, komposisi
mineral didalam tanah akan membatasi persebaran tumbuhan dan hewan yang memakannya, sehingga menjadi
salah satu penyebab timbulnya pola mengelompok pada area tertentu yang acak
pada ekosistem terestrial (Campbell et
al., 2004).
Pada ekosistem teresterial, tanah
merupakan faktor lingkungan yang amat penting. Tanah merupakan substrat alami
bagi tumbuhan, habitat bagi detrivora dan mikroba. Didalamnya mineral dan zat
organik terkumpul.Akan tetapi, hal tersebut tidak bisa dimanfaatkan bila
kondisi fisika-kimia tanah diluar toleransi organisme yang ada didalamnya atau
diatasnya. Faktor fisika-kimia tanah mempengaruhi sebaran organisme tanah baik
secara vertikal (hewan tanah dan mikroba), maupun horizontal (vegetasi). Oleh
karenanya dalam analisis ekosistem terestrial perlu untuk mengumpulkan data
fisika-kimia tanah. Beberapa pengukuran yang dapat dilakukan dalam pengukuran
fisika-kimia tanah diantaranya adalah suhu tanah, pH tanah, tekstur tanah,
profil tanah, porositas, kelembaban tanah, dan lain-lain (Setiadi, 1989).
Alat yang digunakan untuk mengukur
pH tanah dapat menggunakan soil tester atau kertas lakmus dan dapat juga
digunakan alat pH meter. Jika menggunakan kertas lakmus apa bila nilai nya di
bawah 7 maka kadar asam nya tinggi, dan apabia diatas 7 maka kadar basanya yang
tinggi, sedangkan 7 itu pH normal. pH tanah adalah faktor kimia tanah
penting yang menggambarkan sifat asam atau basa tanah. Nilai pH tanah adalah
nilai aktif logaritma dari aktifitas ion hidrogen tanah. Besarnya nilai pH
tanah dipengaruhi oleh banyaknya faktor diantaranya jenis batuan induk, tipe
vegetasi dan aktivitas pemupukan. Ph tanah menetukan ketersediaan unsur-unsur hara bagi
tumbuhan. Pengukuran pH tanah bisa dilakukan dengan pH-meter elektronik, soil
tester dan kertas pH universal Pada prinsipnya pengukuran suatu pH
adalah didasarkan pada potensial elektro kimia yang terjadi antara larutan yang
terdapat di dalam elektroda gelas yang telah diketahui dengan larutan yang
terdapat di luar elektroda gelas yang tidak diketahui. Hal ini dikarenakan
lapisan tipis dari gelembung kaca akan berinteraksi dengan ion hidrogen yang
ukurannya relatif kecil dan aktif. Elektroda gelas tersebut akan mengukur
potensial elektrokimia dari ion hidrogen atau diistilahkan dengan potential of
hydrogen (Hanum,
2009).
Alat pengukur pH yang lebih modern
dan konvensional. Biasanya untuk pengukuran sampel tanah harus dihomogenkan
terlebih dahulu dengan air, selanjutnya itu celupkan pH yang tertera pada
layar. Odum (1971) menyatakan bahwa pH suatu sampel asam memiliki nilai dibawah
7, sedangkan pH diatas 7 merupakan pH basa. pH meter sangat efektif untuk
mengukur pH kelayakan pada alat. Semakin tinggi pH suatu tanah maka akan
menyebabkan organisme yang berada ditanah atau mencari makan didalam tanah akan
memberikan pengaruh yang beruk untuk organisme unutuk tumbuhan dan hewan
tersebut.
pH
meter merupakan suatu satuan ukur yang menguraikan derajat tingkat kadar
keasaman atau kadar alkali dari suatu larutan. Unit pH diukur pada skala 0
sampai 14. Pada prinsipnya pengukuran suatu pH adalah didasarkan pada
potensial elektro kimia yang terjadi antara larutan yang terdapat didalam
elektroda gelas (membrane gelas) yang telah diketahui dengan larutan yang
terdapat diluar elektroda gelas yang tidak diketahui. Hal ini dikarenakan
lapisan tipis dari gelembung kaca akan berinteraksi dengan ion hidrogen yang
ukurannya relatife kecil dan aktif, elektroda gelas tersebut akan mengukur potensial
elektrokimia dari ion hidrogen. Alat ini tidak mengukur arus tetapi hanya
mengukur tegangan. Cara menggunakan alat ini yaitu sebelum pH meter digunakan,
pH meter harus dikalibrasi terlebih dahulu dengan menggunkan standar pH atau
sering disebut buffer pH. Standar pH adalah larutan yang nilai pH-nya telah
diketahui pada setiap perubahan suhu. Standar pH merupakan larutan buffer pH
(penyangga pH) dimana nilainya relative konstan dan tidak mudah berubah (Lakitan,1997).
![]() |
4.3 Faktor
Lingkungan Perairan
4.3.1 Pengambilan sampel plankton
Plankton
merupakan indikator yang mudah untuk memantau terjadinya pencemaran. Pengambilan
sampel dapat dilakukan dengan dengan cara sampling horizontal dan sampling
vertical, miring dan dengan menggunakan timba. Alat yang digunakan untuk
pengambilan sampel plankton adalah plankton net . Pada pengambilan
sampling secara vertikal, plankton net diletakkan sampai ke dasar
perairan, kemudian menariknya ke atas, kedalaman perairan sama dengan panjang
tali yang terendam dalam air sebelum digunakan untuk menarik plankton ke atas.
Kedalaman perairan sama dengan panjang tali yang terendam dalam air sebelum
digunakan untuk menarik plankton net ke atas.
Volume air tersaring adalah kedalaman air dikalikan dengan diameter
mulut plankton net. Plankton Net untuk phytoplankton berukuran diameter 31 cm
dengan mata jaring berukuran 30 – 60 mikron. Plankton Net untuk zooplankton
berukuran diameter 45 cm dengan mata jaring berukuran 150 – 500 mikron.
Plankton Net untuk ikhtyoplankton berukuran diamater 55 cm (Lakitan, 1997).
Metoda pengambilan plankton secara horizontal
ini dimaksudkan untuk mengetahui sebaran plankton horizontal. Plankton net pada
suatu titik di laut, ditarik kapal menuju ke titik lain. Jumlah air tersaring
diperoleh dari angka pada flowmeter atau dengan mengalikan jarak diantara dua
titik tersebut dengan diameter plankton net.
Flowmeter untuk peningkatan ketelitian. Metoda pengambilan plankton
dapat juga dilkukan dengan menggunakn timba. Metoda ini dapt dilkuakn dengan
cara memasukkan timba kedalam air temapt dimana sampel plankton akn diambil.
Setelah timbadimasukkan kemudaian angkat timba secara vertikal akar tidak
tumpah sampling secara miring yaiu dengan cara jaring diturunkan perlahan
ketika kapal bergerak perlahan (±2 knot). Besar sudut kawat dengan garis
vertikal ± 45˚, setelah mencapai kedalaman yang diinginkan plankton net ditarik
secara perlahan dengan posisi sudut yang sama. Sampel yang didapat merupakan
plankton yang terperangkap dari berbagai lapisan air. Kelemahan metode ini
adalah waktu yang dibutuhkan relatif lama (Resosoedarmo, Kuswara, dan Aprilani. 1992).
![]() |
4.3.1 Pengambilan sampel Bentos
Bentos merupakan binatang dan
tumbuhan yang hidup pada dasar perairan. Berbagai
jenis bentos ada yang berperan sebagai konsumen primer dan ada pula yang
berperan sebagai konsumen sekunder atau konsumen yang menempati tempat yang
lebih tinggi. Pada umumnya, bentos merupakan makanan alami bagi ikan-ikan
pemakan di dasar. Alat yang digunakan untuk mengambil sampel bentos yaitu Ekman Grab dan surber net.
a.
Ekman Grab
Ekman Grab merupakan alat
yang untuk
mengambil sampel bentos didasar perairan atau digunakan untuk mengambil sampel pada
sedimen yang lunak Pengambilan sampel sedimen dengan alat ini dapat dilakukan
oleh satu orang dengan cara menurunkannya secara perlahan dari atas boat agar
supaya posisi grab tetap berdiri sewaktu sampai pada permukaan dasar perairan.
Pada saat penurunan alat, arah dan kecepatan arus harus diperhitungkan supaya
alat tetap konstan pada posisi titik sampling (Hanum, 2009).

|

b. Surber Net
Surber Net merupakan
alat yang digunkan ntuk mengambil
sampel bentos didasar perairan yang berarus atau berbatu. Cara kerja dari
alat ini yaitu jala
Surber
Net tersebut
diletakkan dengan bagian mulut jala melawan arus aliran air, dan daerah yang
dibatasi oleh alat ini dibersihkan sehingga jika ada bentos yang melekat pada jala
Surber
Net tersebut akan
mudah tertangkap oleh jala. Fungsi alat yang
berukuran 30cm x 430cm ini merupakan alat
untuk mengambil sampel benthos pada daerah yang berarus air kuat dan
dasar perairan berpasir halus dan
sedikit berlumpur (Hanum, 2009).
Menurut
Lakitan (1997) Surber Net digunakan untuk analisis kuantitatif
dari organisme bentik dan aliran dapat digunakan di sungai yang dangkal kurang
dari 18 meter dengan berbagai dasar dan dari lumpur ke kasar besar. Jala yang
terdiri dari 12 cm x 12 cm diletakkan dialiran bawah ke perbatasan area
sampling dan digunakan untuk membangkitkan sedimen bawah dan invertebrata. Jaring
dengan ukuran standar yang telah dapat menyebabkan bentos menempel pada bagian
bawah frame yang tersedia untuk digunakan di daerah-daerah sedimen halus untuk
memungkinkan untuk meminimalkan pergerakan organisme luar dari area sampling
semua sample.
![]() |
||||
|
4.3.3
Alat penyaring sedimen
Alat yang
digunakan untuk menyaring
sedimen disebut dengan Saringan
Bertingkat. Untuk
proses penyaringan / pemisahan dapat dilakukan berdasarkan berdasarkan perbedaan ukuran partikel
mulai dari ukuran yang besarnya sampai berukuran mini Cara Pemakaian Saringan Bertingkat ini yaitu dengan
cara meletakkan sampel tanah diatas penyaringan yang sudah dipasang bertingkat,
lalu menyiram sampel tersebut dengan air dan menunggukan beberapa saat agar
partikel yang berukuran kecil bisa sampai berada di bagian bawah (Setiadi,
1989).
![]() |
||||
|
4.3.4 Salinitas Air
Air
berpengaruh terhadap ekosistem termasuk
makhluk hidup di dalamnya karena air dibutuhkan untuk kelangsungan hidup
organisme. Hampir semua
makhluk hidup membutuhkan air. Karena itu,air merupakan komponen yang sangat vital bagi kehidupan.
Sebagian besar tubuh makhluk hidup tersusun oleh air dan
tidak ada satupun makhluk hidup yang tidak membutuhkan air. Meskipun
demikian,kebutuhan organisme akan air tidaklah sama antara satu dengan yang
lainnya. Salinitas
merupakan jumlah dari seluruh garam-garaman dalam gram pada setiap kilogram air
laut.
Alat yang digunakan untuk mengukur salinitas
air atau kadar air disebut Salinometer atau dapat juga dengan menggunakan
refraktometer. Refraktometer merupakan alat yang digunakan untuk mengukur kadar
air. Menurut Lakitan
(1997) refraktometer merupakan suatu instrument yang
digunakan untuk mengukur pembengkokan dari cahaya yang dilewatkan dari satu
medium ke medium lainnya. Refraktometer adalah alat yang digunakan untuk
mengukur kadar / konsentrasi bahan terlarut misalnya gula, garam, protein. Prinsip kerja dari refraktometer yaitu memanfaatkan refraksi cahaya. Sedangkan cara menggunakan Refraktometer
yaitu
dengan meneteskan air yang akan diukur kadar airnya. Setelah ditetesi maka akan
terlihat pada indeks bias refraktometer. Kemudian
setelah diukur akan tampak skala dari kadar air yang diukur.
![]() |
||||
|
4.3.5 Kecerahan air
Kecerahan air merupakan ukuran penetrasi sinar
matahari atau cahaya yang masuk kedalam perairn yang dan mencapai daerah
dibawah air, atau dengan kata lain ukuran sejauh mana kita dapat melihat
kedalam air. Alat yang
digunakan untuk mengukur tingkat kecerahan air disebut keping secchi (secchi disk). Dengan menggunakan keping secchi (secchi disk) ini, kita dapat mengetahui
batas kecerahan dan kejernihan di dalam air pada kedalaman tertentu. Prinsip kerja dalam
keeping secchi (secchi disk) yaitu dimasukkan alat ini kedala air yang ingin diketahui tingkat kejernihan air
pada suatu daerah. Ketika
keping secchi (secchi disk) tidak terlihat lagi cahayanya atau berwarna
gelap, maka dapat diketahui kedalaman dari sungai atau laut, kemudian lakukan pengulangan pada tiitik lokasi yang sama agar dapt diketahui dengan jelas kedalaman dan kejernihan air
tersebut. Disarankan agar pada saat mengunakan alat ini, hanya satu orang saja
yang melakukan pengamatan pada titik lokasi yang sama agar diperoleh data yang
akurat. Karena daya penglihatan setiap orang itu berbeda-beda
Menurut Hanafiah, (2005).Secchi
disk
digunakan untuk melihat seberapa jauh jarak (kedalaman) penglihatan seseorang
ketika melihat ke dalam perairan. Caranya, piringan diturunkan ke dalam air
secara perlahan menggunakan pengikat/tali sampai pengamat tidak melihat
bayangan secchi. Saat bayangan pringan sudah tidak tampak, tali ditahan/
berhenti diturunkan. Selanjutnya secara perlahan piringan diangkat kembali
sampai bayangannya tampak kembali. Kedalaman air dimana piringan tidak tampak
dan tampak oleh penglihatan adalah pembacaan dari alat ini. Dengan kata lain,
kedalaman kecerahan oleh pembacaan piringan secchi adalah penjumlahan kedalaman
tampak dan kedalaman tidak tampak bayangan secchi dibagi dua. Meskipun, piringan secchi sebagai alat ukur kecerahan perairan
dalam mengukur transparansi air, perolehan datanya masih perkiraan, alat ini
sering digunakan karena bentuk dan penggunaannya yang simpel. Meskipun saat itu
ada alat lain yang lebih akurat dalam mengukur tingkat kecerahan perairan yaitu
fotometer.
![]() |
||||
|
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1.
Alat yang digunakan untuk faktor
lingkungan perairan adalah Planton net,
surbernet, Keping secchi, corong
curah hujan, Salinometer, Current meter,
Ekman trap, dan Gravimeter.
2.
Alat yang digunakan untuk faktor lingkungan
terestrial adalah GPS, Soil moisture meter, Soil thermometer, Kertas lakmus, Furnace dan pH meter
3.
Alat yang digunakan untuk faktor
iklim adalah Thermometer, Evapometer
piche, Sling
psyhcrometer, Lux-meter, Anemometer, dan Thermometer.
5.2. Saran
Untuk pelaksanaan praktikum
selanjutnya sebaiknya metoda penggunaan alat lebih diperjelas lagi dan dapat
langsung diperagakan serta kepada praktikan agar lebih memperhatikan penjelasan
dan cara penggunaan alat.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor.
Campbell, N. A. J. B Reece and L.G Mitchel. 2004. Biologi. Erlangga. Jakarta
Campbell,
Neil. A. 2001. Biologi edisi 5 jilid II. Erlangga. Jakarta
Campbell, Reece, Mitcheel. 2002. Biologi
Edisi Keenam Jilid I. Erlangga. Jakarta.
Hanafiah. 2005. Dasar-dasar
Ilmu Tanah. PT. Radja Grafindo Persada. Jakarta.
Handayanto, E. Hiriah, K. 2009. Biologi
Tanah. Pustaka Adipura. Yogyakarta.
Hanum, W. 2009. Ekologi. Erlangga. Jakarta
Heddy, S.1994. Prinsip-Prinsip Dasar
Ekologi. PT Raja Grafindo
Persada. Jakarta
Irshady. 2011. Ekologi. UGM Press. Yogyakarta
Lakitan, B. 1997. Klimatologi
Dasar. Radja Grafindo Persada. Jakarta.
McNaughton.
1990. Ekologi Umum. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta
Michael, P. 1990. Ekologi Untuk Penyediaan Lahan dan Laboratorium.
Press.Universitas Indonesia. Jakarta
Odum, E.P. 1971. Fundamental of Ecology. Saunder Com.
Phildelphia.
Resosoedarmo, S, Kuswara K dan Aprilani S. 1992.
Pengantar Ekologi. Penerbit PT. Remaja Rosda Karya. Bandung
Resosoedarmo, K. dan
Soegianto. 1985. Pengantar Ekologi. Gramedia. Jakarta
Setiadi, D. 1989. Dasar-Dasar Ekologi. IPB Press. Bogor
Soemarwoto, O. 1991. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan.
Gramedia. Jakarta.
Somarwoto, O. 1999. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan.
Djambatan. Jakarta
Sulistyorini,
Ari, 2009. Biologi 1. Balai Pustaka. Jakarta.
Syafe’i, E. S. 1990. Pengantar Ekologi Tumbuhan. ITB. Bandung.
Wirakusumah, S. 2003. Dasar-dasar Ekologi. UI Press.
Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar