“KEARIFAN LOKAL SEBAGAI USAHA
KONSERVASI SUMBER DAYA HAYATI”
Kearifan lokal merupakan pengetahuan
lokal yang sudah demikian menyatu dengan sistem kepercayaan, norma dan budaya
yang diekspresikan di dalam tradisi dan mitos yang dianut dalam waktu yang cukup
lama. Sementara itu, konservasi di Indonesia dijalankan sesuai dengan kebijakan
pemerintah dan kelembagaan formal yang menyertainya, dengan secara tidak
langsung telah mengabaikan pengetahuan tradisional dan kearifan lokal dalam
upaya konservasi sumberdaya alam hayati dan ekositemnya.
Kearifan lokal dapat
juga dikatakan sebagai tata nilai atau perilaku hidup masyarakat lokal dalam
berinteraksi dengan lingkungan tempatnya hidup secara arif. Maka dari itu
kearifan lokal tidaklah sama pada tempat dan waktu yang berbeda dan suku yang
berbeda. Perbedaan ini disebabkan oleh tantangan alam dan kebutuhan hidupnya
berbeda-beda, sehingga pengalamannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dapat memunculkan
berbagai sistem pengetahuan baik yang berhubungan dengan lingkungan maupun
sosial.
Keanekaragaman
pola-pola adaptasi terhadap lingkungan hidup yang ada dalam masyarakat
Indonesia yang diwariskan secara turun temurun menjadi pedoman dalam
memanfaatkan sumberdaya alam. Kesadaran masyarakat untuk melestarikan lingkungan
dapat ditumbuhkan secara efektif melalui pendekatan kebudayaan. Dalam menjaga
keseimbangan dengan lingkungannya masyarakat melakukan norma-norma, nilai-nilai
atau aturan-aturan yang telah berlaku turun temurun.
Mengingat konservasi
berbasis pengetahuan ilmiah ternyata tidak menunjukkan keberhasilan masyarakat
tradisional dalam melestarikan sumberdaya alam dan lingkungannya berdasarkan
pengetahuan tradisional dan kearifan lokal yang dimilikinya, maka sudah saatnya
untuk mendorong konservasi berbasis pengetahuan tradisional dan kearifan lokal
sebagai pendekatan dan komplemen bagi konservasi sumberdaya alam hayati di
Indonesia. Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa di Indonesia terdiri
dari berbagai macam suku dan budaya, dan pastinya memiliki adat istiadat yang
berbeda. Untuk masyarakat minang itu sendiri memiliki banyak kearifan lokal.
Narasumber dalam
wawancara tentang kearifan lokal masyarakat Minangkabau yaitu bpk. Khamar,
biasa dipanggil dengan sebutan ayah dan dikenal sebagai Datuak Rajo Indo Langik
yang sudah berumur 82 tahun, beralamat di kota panjang, limau manih, kec. Pauh.
Setelah melakukan wawancara dengan tentang kearifan lokal masyarakat
Minangkabau, saya dapat menyimpulkan bahwa sebenarnya kearifan lokal masyarakat
Minangkabau itu banyak, namun karena saya tidak memahami semuanya, saya akan
bercerita tentang kearifan lokal yang saya mengerti saja.
Pertama yaitu kearifan lokal
tentang kebiasaan tidur disurau. Jadi pada jaman dulu itu, pada pukul 17.00
para pemuda dan pemudi sudah pergi menuju suarau untuk mengaji. Kegiatan ini
dimulai dari sore setiba disurau hingga setelah sholat isya. namun setelah
kegiatan mengaji selesai para pemuda tetap berada disurau dan pulang kerumah
pada pagi hari. sedangkan para pemudi pulang kerumahnya masing-masing. Namun
tidak semua pemudi yang pergi kesurau untuk belajar mengaji, akan tetapi ada
sebagian pemudi yang belajar mengaji dirumahnya sendiri. Kondisi yang seperti
inilah yang sangat jarang kita temui untuk saat ini. Jaman yang serba modern
dan canggih sih katanya…. Apalagi didaerah perkotaan, didaerah desa pun cuma
sedikit sekali yang masih melakukan kebiasaan tersebut.
Mungkin kebiasaan-kebiasaan ini dapat kita
temuai didaerah-daerah tertentu saja, dan pastinya jumlahnya sangat sedikit
sekali. Apalagi sekarang jamannya sudah canggih, jangankan para pemuda-pemudi
untuk tidur disurau, bahkan anak kecil pun jika disuruh untuk belajar mengaji
sangat susah. Dapat kita lihat didaerah-daerah yang jauh dari kota atau pun
yang tinggal didaerah perkotaan jika waktu sholat telah tiba, contohnya saja
waktu sholat magrib, hanya sedikit sekali ditemukan anak-anak ataupun pemuda
pemudi yang belajar mengaji, apalagi untuk tidur disurau. Namun masih ad adapt
kita jumpai kearifan lokal tidur disurau dibeberapa daerah Minangkabau,
disumatera barat.
Selain itu, kearifan lokal lainnya yaitu
permainan Randai. Sebagaimana kita ketahui bahwa Minangkabau adalah salah satu
suku di Indonesia yang memiliki banyak keunikan tersendiri. Selain kental
dengan Agama Islam dan sistem matrilinealnya, Minangkabau juga mempunyai
beragam kesenian khas daerahnya masing-masing. Bahkan, penyelenggaraan upacara
adat setiap daerah pun berbeda-beda. Minangkabau merupakan daerah yang memiliki ke khasan budaya
yang bervariasi mulai dari kesenian, aktivitas sosial budaya, tata interaksi,
aksi antara sesama diMinangkabau, maupun peninggalan sejarahnya. Randai
merupakan salah satu kesenian khas masyarakat Minangkabau yang biasa digelar
dilapangan terbuka.
Dari penjelasan narasumber tentang permainan Randai ini,
narasumber menyatakan bahwa Randai merupakan teater rakyat di Minangkabau
yang biasa digelar di lapangan terbuka. Randai ini dimainkan secara berkelompok
dengan cara membentuk lingkaran dan berputar. Randai biasanya diselenggarakan
ketika ada acara perhelatan seperti saat upacara perkawinan, pengangkatan
penghulu dan upacara adat lainnya. Randai adalah suatu kesenian khas dari Minangkabau
yang merupakan penggabungan dari kesenian khas lainnya, seperti seni musik,
seni tari, pencak silat dan teater.
Barandai berarti bakaba
(bercerita). Biasanya dialog yang terdapat dalam permainan Randai merupakan
syair atau gurindam yang berisi nasehat-nasehat bagi yang menyaksikannya. Akan
tetapi lama kelamaan, Randai pun dipersembahkan dengan menampilkan tokoh cerita
yang berlatar belakang kepada kehidupan sehari-hari di Minangkabau. Tapi itukan pada jaman dulu…, nah
kalau jaman sekarangkan dapat kita lihat sendiri tuh, kalau pas ada acara
perkawinan rame sekali, tapi bukan acara adat, melainkan acara orgen dan lain
sebagainya. Pak khamar mengatakan bahwa pada jaman dahulu Randai itu data kita
temui ketika ada upacara adat, atau kegaiatan adat lainnya, tapi pada sekarang
ini sangat susah untuk ditemui.
Didalam permainan Randai ini mencerminkan kehidupan
masyarakat Minangkabau itu sendiri, karena cerita yang diangkat dalam cerita Randai
ini merupakan cerita yang diadaptasi dari budaya daerah setempat. Begitu
juga dengan gerakan silat yang digunakan dalam pergelaran Randai biasanya juga
merupakan gerakan silat dari daerah setempat. Masing-masing pemain saling
berbalas syair, pantun, petatah-petitih, ataupun gurindam. Biasanya pemain Randai
yang memerankan tokoh utama akan berada ditengah sambil dikelilingi oleh pemain
lainnya. Randai adalah kesenian teater yang diselenggarakan tanpa panggung,
tanpa dekorasinya, karena pada dasarnya memang dilakukan di alam terbuka,
sehingga rakyat pun bisa menyaksikannya. Dalam permainan Randai ini tersirat makna dan nasehat
dalam kehidupan sehari-hari. Maka dari itu Randai termasuk kedalam salah satu
kearifan lokal pada masyarakat Minangkabau.
Mungkin banyak dari generasi muda sekarang yang tidak
mengetahui tentang permainan Randai itu sendiri. Hehehehe…. Termasuk saya,
dimaklumi aja ea.. karena saya bukan orang minang. Bukann gag mau tau sih
sebenernya, tapi memang belum pernah lihat permaianan Randai sebelumnya. Akan
tetapi permainan Randai ini masih dapat ditemukan dibeberapa daerah-daerah Minangkabau
disumatera barat. Narasumber (ayah) juga mengatakan bhawa selain permainan Randai,
saruliang merupakan salah satu permainan diMinangkabau yang pada saat ini
sangat jarang sekali ditemukan. Permainan saruliang ini adalah permaian yang
dilakukan dengan seruling bambu. Hamper sama dengan permainan Randai tadi,
permainan seruliang tadi, permainan ini juga masih dapat ditemukan dibebeapa
daerah Minangkabau, sumatera barat.
Kearifal lokal lainnya yaitu busana yang digunakan ketika
pernikahan. Dari penjelasan yang saya peroleh dari narasumber, narasumber
mengatakan bahwa pada jaman dahulu, ketika terjadi upacara adat pernikahan
seseorang, maka pengantin harus saling berbalas pantun. Selain itu, pengantin
juga menggunakan baju pengantin kurung. Narasumber juga mengatakan bahwa adat
berbalas pantun ketika menikah merupakan suatu kebiasaan yang selalu ada pada
masa dahulu. Namun kebiasaan ini tidak dilakukan oleh semua masyarakat minang,
namun masyarakat minang kebanyakan mengetahui akan adat ini. Begitu pula dengan
adat berbusana ketika upacara pernikahan. Narasumber juga mengatakan bahwa
berbusana kurung pada upacara pernikahan pada saat ini jarang sekali ditemui
disekitar masyarakat. Masyarakat kini lebih banyak menggunakan busana-busana
dengan mode-mode barat meskipun masih tetap menggunakan pakaian adat kebesaran Minangkabau
yang berupa suntiang bagi anak daronya.
Nah… itulah beberapa contoh kearifan
lokal yang saya peroleh setelah melakukan wawancara dengan bapak khamar. Nah..
untuk menutup cerita tentang kearifan lokal ini,. Saya sekedar menghimbau, yuk…
sebagai generasi penerus, mari sama-sama kita jadikan kerarifan lokal menjadi suatu
event yang mampu mengharumkan nama Minangkabau ini, semua tradisi, sosial
budaya Minangkabau bisa ditampilkan dalam pentas nasional dan internasional,
sehingga tradisi tersebut bisa bertahan dan juga mampu mensejahterakan
masyarakat Minangkabau.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar