Senin, 29 Februari 2016

KEARIFAN LOKAL SEBAGAI USAHA KONSERVASI SUMBER DAYA HAYATI



“KEARIFAN LOKAL SEBAGAI USAHA KONSERVASI SUMBER DAYA HAYATI”


Kearifan lokal merupakan pengetahuan lokal yang sudah demikian menyatu dengan sistem kepercayaan, norma dan budaya yang diekspresikan di dalam tradisi dan mitos yang dianut dalam waktu yang cukup lama. Sementara itu, konservasi di Indonesia dijalankan sesuai dengan kebijakan pemerintah dan kelembagaan formal yang menyertainya, dengan secara tidak langsung telah mengabaikan pengetahuan tradisional dan kearifan lokal dalam upaya konservasi sumberdaya alam hayati dan ekositemnya.
Kearifan lokal dapat juga dikatakan sebagai tata nilai atau perilaku hidup masyarakat lokal dalam berinteraksi dengan lingkungan tempatnya hidup secara arif. Maka dari itu kearifan lokal tidaklah sama pada tempat dan waktu yang berbeda dan suku yang berbeda. Perbedaan ini disebabkan oleh tantangan alam dan kebutuhan hidupnya berbeda-beda, sehingga pengalamannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dapat memunculkan berbagai sistem pengetahuan baik yang berhubungan dengan lingkungan maupun sosial.
Keanekaragaman pola-pola adaptasi terhadap lingkungan hidup yang ada dalam masyarakat Indonesia yang diwariskan secara turun temurun menjadi pedoman dalam memanfaatkan sumberdaya alam. Kesadaran masyarakat untuk melestarikan lingkungan dapat ditumbuhkan secara efektif melalui pendekatan kebudayaan. Dalam menjaga keseimbangan dengan lingkungannya masyarakat melakukan norma-norma, nilai-nilai atau aturan-aturan yang telah berlaku turun temurun.
Mengingat konservasi berbasis pengetahuan ilmiah ternyata tidak menunjukkan keberhasilan masyarakat tradisional dalam melestarikan sumberdaya alam dan lingkungannya berdasarkan pengetahuan tradisional dan kearifan lokal yang dimilikinya, maka sudah saatnya untuk mendorong konservasi berbasis pengetahuan tradisional dan kearifan lokal sebagai pendekatan dan komplemen bagi konservasi sumberdaya alam hayati di Indonesia. Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa di Indonesia terdiri dari berbagai macam suku dan budaya, dan pastinya memiliki adat istiadat yang berbeda. Untuk masyarakat minang itu sendiri memiliki banyak kearifan lokal.
Narasumber dalam wawancara tentang kearifan lokal masyarakat Minangkabau yaitu bpk. Khamar, biasa dipanggil dengan sebutan ayah dan dikenal sebagai Datuak Rajo Indo Langik yang sudah berumur 82 tahun, beralamat di kota panjang, limau manih, kec. Pauh. Setelah melakukan wawancara dengan tentang kearifan lokal masyarakat Minangkabau, saya dapat menyimpulkan bahwa sebenarnya kearifan lokal masyarakat Minangkabau itu banyak, namun karena saya tidak memahami semuanya, saya akan bercerita tentang kearifan lokal yang saya mengerti saja.
Pertama yaitu kearifan lokal tentang kebiasaan tidur disurau. Jadi pada jaman dulu itu, pada pukul 17.00 para pemuda dan pemudi sudah pergi menuju suarau untuk mengaji. Kegiatan ini dimulai dari sore setiba disurau hingga setelah sholat isya. namun setelah kegiatan mengaji selesai para pemuda tetap berada disurau dan pulang kerumah pada pagi hari. sedangkan para pemudi pulang kerumahnya masing-masing. Namun tidak semua pemudi yang pergi kesurau untuk belajar mengaji, akan tetapi ada sebagian pemudi yang belajar mengaji dirumahnya sendiri. Kondisi yang seperti inilah yang sangat jarang kita temui untuk saat ini. Jaman yang serba modern dan canggih sih katanya…. Apalagi didaerah perkotaan, didaerah desa pun cuma sedikit sekali yang masih melakukan kebiasaan tersebut.
 Mungkin kebiasaan-kebiasaan ini dapat kita temuai didaerah-daerah tertentu saja, dan pastinya jumlahnya sangat sedikit sekali. Apalagi sekarang jamannya sudah canggih, jangankan para pemuda-pemudi untuk tidur disurau, bahkan anak kecil pun jika disuruh untuk belajar mengaji sangat susah. Dapat kita lihat didaerah-daerah yang jauh dari kota atau pun yang tinggal didaerah perkotaan jika waktu sholat telah tiba, contohnya saja waktu sholat magrib, hanya sedikit sekali ditemukan anak-anak ataupun pemuda pemudi yang belajar mengaji, apalagi untuk tidur disurau. Namun masih ad adapt kita jumpai kearifan lokal tidur disurau dibeberapa daerah Minangkabau, disumatera barat.
Selain itu, kearifan lokal lainnya yaitu permainan Randai. Sebagaimana kita ketahui bahwa Minangkabau adalah salah satu suku di Indonesia yang memiliki banyak keunikan tersendiri.  Selain kental dengan Agama Islam dan sistem matrilinealnya, Minangkabau juga mempunyai beragam kesenian khas daerahnya masing-masing. Bahkan, penyelenggaraan upacara adat setiap daerah pun berbeda-beda. Minangkabau merupakan daerah yang memiliki ke khasan budaya yang bervariasi mulai dari kesenian, aktivitas sosial budaya, tata interaksi, aksi antara sesama diMinangkabau, maupun peninggalan sejarahnya. Randai merupakan salah satu kesenian khas masyarakat Minangkabau yang biasa digelar dilapangan terbuka.
Dari penjelasan narasumber tentang permainan Randai ini, narasumber menyatakan bahwa Randai merupakan teater rakyat di Minangkabau yang biasa digelar di lapangan terbuka. Randai ini dimainkan secara berkelompok dengan cara membentuk lingkaran dan berputar. Randai biasanya diselenggarakan ketika ada acara perhelatan seperti saat upacara perkawinan, pengangkatan penghulu dan upacara adat lainnya. Randai adalah suatu kesenian khas dari Minangkabau yang merupakan penggabungan dari kesenian khas lainnya, seperti seni musik, seni tari, pencak silat dan teater.
Barandai berarti bakaba (bercerita). Biasanya dialog yang terdapat dalam permainan Randai merupakan syair atau gurindam yang berisi nasehat-nasehat bagi yang menyaksikannya. Akan tetapi lama kelamaan, Randai pun dipersembahkan dengan menampilkan tokoh cerita yang berlatar belakang kepada kehidupan sehari-hari di Minangkabau. Tapi itukan pada jaman dulu…, nah kalau jaman sekarangkan dapat kita lihat sendiri tuh, kalau pas ada acara perkawinan rame sekali, tapi bukan acara adat, melainkan acara orgen dan lain sebagainya. Pak khamar mengatakan bahwa pada jaman dahulu Randai itu data kita temui ketika ada upacara adat, atau kegaiatan adat lainnya, tapi pada sekarang ini sangat susah untuk ditemui.
Didalam permainan Randai ini mencerminkan kehidupan masyarakat Minangkabau itu sendiri, karena cerita yang diangkat dalam cerita Randai ini merupakan cerita yang diadaptasi dari budaya daerah setempat. Begitu juga dengan gerakan silat yang digunakan dalam pergelaran Randai biasanya juga merupakan gerakan silat dari daerah setempat. Masing-masing pemain saling berbalas syair, pantun, petatah-petitih, ataupun gurindam. Biasanya pemain Randai yang memerankan tokoh utama akan berada ditengah sambil dikelilingi oleh pemain lainnya. Randai adalah kesenian teater yang diselenggarakan tanpa panggung, tanpa dekorasinya, karena pada dasarnya memang dilakukan di alam terbuka, sehingga rakyat pun bisa menyaksikannya. Dalam permainan Randai ini tersirat makna dan nasehat dalam kehidupan sehari-hari. Maka dari itu Randai termasuk kedalam salah satu kearifan lokal pada masyarakat Minangkabau.
Mungkin banyak dari generasi muda sekarang yang tidak mengetahui tentang permainan Randai itu sendiri. Hehehehe…. Termasuk saya, dimaklumi aja ea.. karena saya bukan orang minang. Bukann gag mau tau sih sebenernya, tapi memang belum pernah lihat permaianan Randai sebelumnya. Akan tetapi permainan Randai ini masih dapat ditemukan dibeberapa daerah-daerah Minangkabau disumatera barat. Narasumber (ayah) juga mengatakan bhawa selain permainan Randai, saruliang merupakan salah satu permainan diMinangkabau yang pada saat ini sangat jarang sekali ditemukan. Permainan saruliang ini adalah permaian yang dilakukan dengan seruling bambu. Hamper sama dengan permainan Randai tadi, permainan seruliang tadi, permainan ini juga masih dapat ditemukan dibebeapa daerah Minangkabau, sumatera barat.
Kearifal lokal lainnya yaitu busana yang digunakan ketika pernikahan. Dari penjelasan yang saya peroleh dari narasumber, narasumber mengatakan bahwa pada jaman dahulu, ketika terjadi upacara adat pernikahan seseorang, maka pengantin harus saling berbalas pantun. Selain itu, pengantin juga menggunakan baju pengantin kurung. Narasumber juga mengatakan bahwa adat berbalas pantun ketika menikah merupakan suatu kebiasaan yang selalu ada pada masa dahulu. Namun kebiasaan ini tidak dilakukan oleh semua masyarakat minang, namun masyarakat minang kebanyakan mengetahui akan adat ini. Begitu pula dengan adat berbusana ketika upacara pernikahan. Narasumber juga mengatakan bahwa berbusana kurung pada upacara pernikahan pada saat ini jarang sekali ditemui disekitar masyarakat. Masyarakat kini lebih banyak menggunakan busana-busana dengan mode-mode barat meskipun masih tetap menggunakan pakaian adat kebesaran Minangkabau yang berupa suntiang bagi anak daronya.
Nah… itulah beberapa contoh kearifan lokal yang saya peroleh setelah melakukan wawancara dengan bapak khamar. Nah.. untuk menutup cerita tentang kearifan lokal ini,. Saya sekedar menghimbau, yuk… sebagai generasi penerus, mari sama-sama kita jadikan kerarifan lokal menjadi suatu event yang mampu mengharumkan nama Minangkabau ini, semua tradisi, sosial budaya Minangkabau bisa ditampilkan dalam pentas nasional dan internasional, sehingga tradisi tersebut bisa bertahan dan juga mampu mensejahterakan masyarakat Minangkabau.






           


Tidak ada komentar:

Posting Komentar