Praktikum respirasi tumbuhan dilakukan
pada tanggal 27 April 2015 di Laboratorium Teaching IV Jurusan Biologi Fakultas
Matimatika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Andalas. Praktikum ini
bertujuan untuk melihat pengaruh 2,4-Dichlorophenoxyaceticacid pada pertumbuhan
akar, melihat bahwa sitokinin merupakan zat pengatur tumbuh yang berperan dalam
proses senenscence serta melihat pengaruh giberilin terhadap perkecambahan
biji. Praktikum ini dilakukan dengan tiga percobaan yaitu percobaan pertama uji
biologis 2,4 Dichlo rophenoxyaceticacid pada pertumbuhan akar untuk melihat
pengaruh 2,4 D dalam perkecambahan dan pertumbuhan akar. Percobaan kedua
sitokinin dan senescence pada daun tanaman untuk melihat bahwa sitokinin
merupakan zat pengatur tumbuh yang berperan dalam perlambatan proses
senescence. Percobaan ketiga peranan giberelin (GA3) dalam perkecambahan biji
tumbuhan untuk melihat pengaruh giberelin terhadap perkecambahan biji. Hasil
pengamatan pada percobaan pertama larutan 2,4 D memberikan pengaruh terhadap
pertumbuhan akar tanaman. Percobaan kedua sitokinin dengan konsentrasi yang
berbeda-beda memberi pengaruh terhadap warna daun. Dimana pada konsetrasi yang
tinggi antara 0,1 – 1M . Pada percobaan ketiga giberelin dengan konsentrasi
yang berbeda-beda memberi pengaruh terhadap perkecambahan bji. Dimana pada
konsetrasi yang tinggi antara 0,1 – 1M
memberi pertumbuhan yang baik untuk perkecambahan.
Kata kunci: Biji, hormon,
perkecambahan, pertumbuhan, senyawa, tanaman.
PENDAHULUAN
Hormon
pertumbuhan menunjukkan pengaruh satu sama lain atau hubungannya dengan
perubahan sel-sel dari bentuk-bentuk unit yang bebas menjadi bagian organisme
yang menyatu. Dengan adanya hor mon itu, hormon terbagi atas tiga salah satunya
adalah auksin, yang mempercepat perkembangan tumbuh
an
dengan adanya rangsangan dari perbesaran sel-sel tumbuhan yang akan mempercepat
pertumbuhan (Wilson dan Lowis, 1966).
Zat
pengatur tumbuh pada tanaman adalah senyawa organik yang bukan hara (nutrient)
dengan jumlah yang sangat mendukung, menghambat dan merubah fungsi fisiologi
tumbuhan. Hormon tumbuhan adalah zat organik yang dihasilkan oleh tumbuhan yang
dalam konsen trasi rendah dapat mengatur proses fisiologi. Pertumbuhan terbesar
meru pakan pertumbuhan yang terdiri dari fase membesar dan memanjang dari
sel-sel tanaman. Selanjutnya pertu mbuhan terjadi pada daerah meristem atau
pada pangkal tanaman yang mempunyai kambium (Devlin, 1975).
Sebagian
besar tumbuhan terus menerus tumbuh selama mereka masih hidup, suatu kondisi
yang dikenal sebagai pertumbuhan yang tidak terbatas. Sebagian besar hewan
sebagai pembanding di tandai dengan pertumbuhan yang terbatas yaitu hewan akan
berhenti tumbuh setelah mencapai ukuran
tertentu. Sementara ukuran yang utuh pada umumnya memperlihatkan pertumbuhan
yang tidak terbatas, organ pada tumbuhan tertentu seperti daun dan bunga akan
memperlihatkan pertumbuhan yang terbatas (Lakitan, 2004).
Zat
pengatur tumbuh (ZPT) atau growth
regulator (hormon) adalah suatu substansi yang dihasilkan yang bukan
nutrisi yang dalam jumlah kecil dapat menyebabkan efek fisiologis. Zat pengatur
tumbuh dapat merupak an senyawa kimia tertentu yang dapat disintesa oleh
tumbuhan itu sendiri ataupun berasal dari sumberlain (Dwijoseputro1985).,
Ahli
biologi tumbuhan telah mengidentifikasi 5 tipe utama ZPT yaitu auksin,
sitokinin, giberelin, asam absisat dan
etilen. Tiap kelompok ZPT dapat
menghasilkan beberapa peng aruh
yaitu kelima kelompok ZPT mempengaruhi
pertumbuhan, namun hanya 4 dari 5 kelompok ZPT tersebut yang dapat mempengaruhi
perkembangan tumbuhan yaitu dalam hal diferensiasi sel (Lakitan, 2004).
Pada
tanaman ada lima (5) kelompok besar hormon yaitu auksin, giberelin, sitokinin,
Absisin (ABA) dan ethylen. Dalam kelompok besar ini mempunyai peranan
sendiri-sendiri. Fungsi dari auksin adalah memfor masi organ dengan beriteraksi
dengan sitokinin, sintesis protein dan RNA, merelaksasi dinding sel. Auksin
dapat ditemukan pada berbagai tanaman
seperti alga, bakteri, lumut, paku, dan tanaman tingkat tinggi. Tempat
dari sintesa auksin pada shoot tip, Mikori za, akar Gymnospermae dan bakteri Legume
/ Rhyzobium, pada akar kacang-kacangan (Peter, 991).
IAA
(Indole Acetid Acid), ketiga senyawa tersebut dapat dianggap sebagai senyawa
salah satu auksin, salah satunya merupakan Asam 4-Kloroindolasetat (4 Kloro
IAA) yang terdapat pada biji muda kacang-kacangan. Asam Fenil asetat (FAA) jumlahnya
lebih banyak daripada IAA. Yang kurang aktif yaitu IBA (asam indolbutirat)
terdapat pada daun jagung dan tanaman dikotil.Tumbu han
memiliki mekanisme untuk menge ndalikan jumlah hormon potensial seperti IAA.
Laju sintesis merupakan salah satu mekanisme dan ketidak aktifan sementara
melalui pemben tukan konjugat auksin yang mengikat gugus karboksil IAA
(Salisbury dan Ross, 1995).
Sitokinin
berasal dari kata cyto yang artinya sel, dan kinesis yang artinya pembelahan
sel. Adapun bentuk-bentuk sitokinin: sitokinin ala mi, yaitu zeatin yang
diekstrak dari jagung. Sitokinin sintesis
antara lain Benzil Adenin (BA) Benzil Amino Purine (BAP) dan Kinetin
2-iP juga termasuk kelompok sitokinin (Bidwell ,1979).
Sitokinin merupakan suatu ZPT yang mendorong pembelahan (sitok inesis). Pada beberapa macam sito kinin merupakan sitokinin alami (misal :
kinetin, zeatin) dan beberapa lainnya
merupakan sitokinin sintetik.
Sitokinin alami dihasilkan pada jaringan yang tumbuh aktif terutama pada
akar, embrio dan buah. Sitokinin yang diproduksi di akar selanjutnya diangkut
oleh xilem menuju sel-sel tar get pada batang (Dwijoseputro, 1985)
Untuk
melarutkan sitokinin dipakai larutan 1M
HCL. Adapun fungsi dari sitokinin pada tumbuhan yang terutaman sekali adalah
dapat menyebabkan pembelahan dan peningkatan jumlah sel dan aktifitas sitokinin
merupakan proses penting bagi pertumbuhan tanaman. Fungsi lainnya yaitu
pembesaran sel, intera k si dengan auksin, memutuskan dorma nsi dan penghambat
penuaan. Kebera daan dari sitokinin yaitu dapat ditemui pada semua bagian tanaman, teruta ma pada bagian yang sedang
berkembang seperti buah, biji atau jari ngan embrional. Sitokinin dapat dite mukan
disemua bagian tanaman karena merupakan bagian dari T. RNA yaitu Adenin
(Isopentenil Adenin). Untuk pertumbuhan tanaman sitokinin selalu berinteraksi dengan
auksin (Bidwell,1979)
Giberelin
ditemukan oleh kurosawa, pada tahun 1930.
yaitu seorang penyakit tanaman jepang pada padi yang diserang oleh
penyakit “bakanae” atau kecambah totol. Padi yang sakit menjadi panjang dan
seperti pita (spindle) dan jamur yang menyebabkan padi sakit tersebut adalah
jamur giberella fujikoroi (Fussarium moniliformae) (Salisbury dan
Ross, 1995).
Jumlah
giberelin yang ditem uk an saat ini yaitu
80 jenis dan diken
al sebagai GA1, GA2 dan GA3 serta seterusnya. Distribusi sintesa giberelin pada
tanaman yaitu dapat ditemukan pada seluruh bagian tanaman terutaman/terbanayak
pada biji yang sedang berkecambah seperti embrio axis, kotiledon dan kulit
biji. Bahan baku dari giberelin adalah asetil Co A dan jalur mevalonat. GA 12
merupa kan senyawa perantara untuk meng hasilkan sejumlah giberelin lainya. Dan
beberapa senyawa yang memiliki aktivitas mirip giberelin yaitu 1) Helminthrosporal,
walau tidak meme liki gibban ring, senyawa ini aktif pada aleuron dari barley
yang dapat meningkatkan pertumbuhan batang dan mengatasi kekerdilan dari
kecambah jagung; 2) Phaseolic Acid dapat
mensintesa enzim alpha amylase; 3) Ecdyson, merupakan hormone steroid dari
insect yang mengontrol moulting; 4) Steviol, memi liki kemampuan untuk mengkon versi
giberellin pada tanaman (Netty, 2008).

Peranan
fisiologis giberelin yaitu dapat mengatasi dormansi biji dan tunas, pembebasan
giberelin setelah proses imbibisi, pertumbuhan batang, dapat mengatasi kekerdilan termasuk dari
bawaan genetik, penginduksi pembuangan, dan Sex expression. ABA (Absicid acid)
merupakan substansi yang berperan sebagai inhibitor, dialam substanssi ini
kebanyakan merupakan senyawa phe nolik dan termasuk kelompok meta bolit
skunder. Disebut sebagai dormin karena
hormone in dapat menyeba b kan dormansibiji atau tunas. ABA disintesa diduga
pada karetenoid kloroplast karena hubngannya erat sekali. ABA
ditransport/translokasikan melalui xylem dan floem. Pada proses pembukaan dan
penutupan stomata ABA juga berperan penting pada saat perubaahan turgor dari
sel pengiring pada stomata. Celah akan memebuka bila sel pengiring menjadi
turgid dan aka membuka bila turgor hilang atau berkurang. Pada tanaman mening katnya
ABA akan menyebab kanturgid dari sel pengiring (Campbell dan Reece, 2000).
Sitokinin merupakan ZPT yang mendorong pembelahan (sito
kinesis). Beberapa macam sitokinin
merupakan sitokinin alami (misal : kinetin, zeatin) dan beberapa lainnya merupakan sitokinin sintetik. Sitokinin alami dihasilkan pada jaringan yang
tumbuh aktif terutama pada akar, embrio dan buah. Sitokinin yang dipro duksi di
akar selanjutnya diangkut oleh xilem menuju sel-sel target pada batang
(Dwijoseputro, 1985),
Etilen, hormon yang berupa gas yang dalam
kehidupan tanaman aktif dalam proses pematangan buah Aplikasi mengandung
ethephon, maka kinerja sintetis ethylen berjalan optimal sehingga tujuan agar
buah ce pat masak bisa tercapai. (misalnya: Etephon, Protephon) merk dagang
antara lain: Prothephon 480SL (Campbell dan Reece, 2003).
PELAKSANAAN
PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat
Praktikum tentang respirasi pada
tumbuhan dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 27 April 2015, yang bertempat di
Laboratorium Teaching IV,
Jurusan Biologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Andalas, Padang.
Alat dan Bahan
Adapun alat-alat yang digunakan dalam
praktikum ini adalah kertas merang/saring, 16 buah cawan petri, cork borer.
Bahan kimia yang digunakan adalah 10 ml larutan baku 2,4-D 100 ppm, kinetin
konsentrasi 0,00 ; 0,001 ; 0,01 ; 0,1 ; 1 mg/L aquadest, larutan giberellin
0,001 ; 0,01 ; 0,1 ; 1 mg/L. Bahan tanaman yang digunakan adalah 200 biji
tanaman Cucumis sativus, Zea mays dan daun tanaman Hipomea aquatica dalam kondisi segar.
Cara Kerja
a. Uji Biologis 2,4-D pada
Pertum bu han Akar.
Diletakkan selembar kertas saring pada
setiap cawan petri dari 6 cawan petri, dari larutan baku 2,4-D dibuat
masing-masing 10 ml larutan-larutan 2,4-D dengan konsentrasi sebagai berikut
0.0, 0.001, 0.01, 0.1, 1.0 dan 10 mg/L. setiap petri ditandai dengan angka 1
sampai 6. Dituangkan 10 ml larutN 2,4-D ke dalam masing-masing cawan.
Diletakkan 20 biji tanaman dalam masing-masing cawan petri. Disimpan ditempat
gelap selama 5 hari. Pada akhir percobaan diukur panjang akar primer setiap
kecambah. Dihitung panjang rata-rata pada masing-masing perlakuan. Kemudian
dibuat grafik yang memperlihatkan hubungan antara konsentrasi 2,4-D dengan
panjang akar primer sehingga dapat diketahui pengaruh dari pema kaian 2,4-D
dalam pertumbuhan akar.
b. Sitokinin dan Senescence pada da un
tanaman.
Dipersiapkan potongan daun tanaman
dengan ukuran proporsional menggu nakan cork borer masing-masing 5 potongan
daun untuk 5 perlakuan perc obaan. Larutan dipersiapkan untuk perlakuan yang
terdiri dari aquadest dan larutan kinetin (0,00 ; 0,001 ; 0,01 ; 0,1 ; 1 mg/L)
masing-masing 10 ml dalam petridisk. Ditempatkan pada masing-masing larutan
potongan daun kemudian tutup petri agar tidak terjadi interaksi dengan
lingkungan. Diamati apa yang terjadi pada warna daun tersebut selama satu minggu
peren daman baik kontrol atau pada perla kuan dengan kinetin.
c. Peranan giberelin dalam perkecam
bahan biji tumbuhan.
Diambil 100 biji tanaman yang seragam
(biji tanaman jengger ayam), ditempatkan pada petri yang telah dilapisi dengan
kertas saring untuk masing-masing perlakuan sebanyak 20 biji, disimpan ditempat
gelap dan dilakukan pemeriksaaan terhadap biji setiap hari apakah telah
terlihat ada nya biji yang berkecambah. Kemudian dilakukan penyiraman dengan
larutan yang sama jika terjadi kekeringan, dicatat waktu yang diperlukan oleh
masing-masing biji berkecambah sesu ai dengan perlakuan dan bandingkan hasilnya
diantara masing-masing perla kuan yang diberikan.
PEMBAHASAN
Dari percobaan
yang telah dilakukan, didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 1. Uji
biologis 2,4 D pada pertumbuhan akar
Tabel 1. Pengukuran
panjang akar primer tanaman Cucumis
sativus
Perlakuan
mg/L
|
28/04/15
|
29/04/15
|
30/04/2015
|
01/05/2015
|
02/05/2015
|
Kontrol
|
0,3
|
0,4
|
0,425
|
0,28
|
0,28
|
0,01
|
0,2
|
0,3
|
0,4
|
0,28
|
0,28
|
0,1
|
0,2
|
0,3
|
0,275
|
0,275
|
0,275
|
1
|
0,25
|
0,2
|
0,2
|
0,275
|
|
10
|
0,14
|
0,28
|
0,28
|
0,28
|

Dari praktikum
yang telah dilkukan diperoleh hasil bahwa 2,4
D mem berikan pengaruh terhadap pertum buhan akar tanaman dengan perlaku an
konsentrasi yang berbeda-beda. Konsentrasi yang paling baik dalam pertumbuhan
akar yaitu pada konsentrasi 2,4 D (kontrol). Pada laru tan 2,4-D rata-rata
pertumbuhan akar cukup panjang, hal ini men unjukkan bahwa aquadest meru pakan cairan
yang paling efektif untuk mempe rcepat pertumbuhan akar.
Dari
tabel di atas dapat di lihat rata-rata pertumbuhan akar primer pada
konsentrasi larutan 2,4-D yang berbeda-beda memberikan pengaruh yang
berbeda-beda pula terhadap pertumbuhan akar pada tanaman tersebut. Rata-rata
pertumbuhan pan jang akar primer paling tinggi terdapat pada hari ke 5
pengamatan. Hal ini dapat disebabkan karena hormone yang diberikan sudah
bekerja secara efektif sehingga mendorong pertam bahan sel pada tanaman. Hal
ini didukung oleh pernyataan Nurdin (1997), yang menyatakan bahwa me kanisme
kerja auksin dalam mem pengaruhi pemanjangan sel-sel tanaman di atas dapat
dijelaskan dengan hipotesis sebagai berikut : auksin menginisiasi pemanjangan
sel dengan cara mempengaruhi pengen doran
/ pele nturan dinding sel. Ion H+ ini mengaktifkan enzim tertentu sehi
ngga memutuskan beberapa ikatan silang hidrogen rantai molekul selu losa
penyusun dinding sel. Sel tumbu han kemudian
memanjang akibat air yang masuk
secara osmosis. Setelah pemanjangan ini,
sel terus tumbuh dengan mensintesis kembali material dinding sel dan
sitoplasma.
Menurut
Salisbury dan Ross (1995),
Senyawa 2,4-D (2,4-dich lorophenixy acetid acid) adalah senyawa sistesis yang
dalam banyak hal sama dengan hormon tumbuhan alami seperti IAA yang berfungsi
utama mendorong pemanjangan kun cup yang sedang berkembang. IAA dapat
memacu pemanjangan akar pada konsentrasi yang sangat rendah. IAA adalah auksin endogen atau auk sin yang
terdapat dalam tanaman. IAA berperan dalam aspek pertumbuhan dan perkembangan
tanaman yaitu pe mbesaran sel koleoptil atau batang dan penghambatan mata tunas
samping. Pada konsentrasi tinggi me nghambat pertumbuhan mata tunas untuk
menjadi tunas absisi (penggu guran) daun. Aktivitas dari kambium dirangsang
oleh IAA pertumbuhan ak ar pada
konsentrasi tinggi dapat me nghambat perbesaran sel-sel akar.
Berdasarkan hasil penga matan, semakin rendah konsentrasi 2,4-D yang
digunakan, maka akan se makin panjang akar primer yang ter bentuk. Bila 2,4-D
diaplikasikan dalam konsentrasi yang tinggi maka proses pembelahan dan
perbesaran sel terjadi sangat cepat melebihi situasi normal, akibatnya
pembelahan dan perbesaran sel menjadi tidak terkendali yang berakibat pada
proses penghambatan pertumbuhan yang pada akhirnya terjadi dengan kema tian
biji. Terdapat beberapa biji yang tidak tumbuh pada perlakuan dengan
konsentrasi yang lebih rendah, hal ini mungkin saja dikarenakan oleh biji yang
digunakan tidak terbasahi oleh larutan tersebut. Selama inkubasi per cobaan,
biji-biji tersebut ditem patkan di dalam ruangan gelap tanpa pap aran cahaya
matahari. Hal ini dila kukan karena auksin a.kan bekerja optimum pada kondisi
cahaya yang ter batas bahkan cenderung gelap. Hal ini sesuai dengan pernyataaan
Watti mena (1988), bahwa kondisi cahaya yang minim ini tidak terlalu baik bagi
tanaman. Tanaman akan terlihat lebih pucat walaupun tumbuh lebih cepat, karena
konsentrasi klorofil yang dikan dung oleh tumbuhan menjadi menurun
Tabel 2. Sitokinin dan
Senescence pada daun tanaman
No
|
Konsentrasi
|
Pengmatan hari ke-
|
||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
||
1
|
Kontrol
|
Daun mulai menguning
|
Daun sedikit
menguning
|
Daun hijau
kekuningan
|
Daun hijau
kekuningan
|
Daun hijau
kekuningan
|
Daun hijau
kekuningan
|
Daun hijau
kekuningan
|
2
|
0,001
|
Daun mulai
menguning
|
Daun sedikit
menguning
|
Daun hijau
kekuningan
|
Daun hijau
kekuningan
|
Daun hijau kekuningan
|
Daun hijau
kekuningan
|
Daun hijau
kekuningan
|
3
|
0,01
|
Daun mulai
menguning
|
Daun sedikit
menguning
|
Daun hijau
kekuningan
|
Daun hijau
kekuningan
|
Daun hijau
kekuningan
|
Daun hijau
kekuningan
|
Daun hijau
kekuningan
|
4
|
0,1
|
Daun mulai
menguning
|
Daun sedikit menguning
|
Daun hijau
kekuningan
|
Daun hijau
kekuningan
|
Daun hijau
kekuningan
|
Daun hijau
kekuningan
|
Daun hijau
kekuningan
|
Berdasarkan
hasil pengamatan diper oleh hasil bahwa sitokinin dapat mem berikan pengaruh
yang berbeda terhadap tanaman dengan konsentrasi yang berbeda-beda memberi
penga ruh terhadap warna daun. Pada kons etrasi yang tinggi antara 0,1 –
1M memberi perubahan warna coklat pada
daun. Pemberian konsentrasi sitokinin dapat mempengaruhi warna daun, sehingga
semakin tinggi kons entrasi maka daun akan semakin menua yang akan berakibat
pada pen gguguran daun nantinya.Dapat dilihat pada tabel, bahwa pada mulanya
daun yang telah diberi sitokinin pada hari 1 daun mulai menguning dan pada hari
terakhir pengamatan daun berwarna coklat kehijauan sehingga pada tanaman dapat
menyebabkan peristiwa pengguguran daun.. Hal ini dapat disebabkan karena kerja
dari pemberian hormon sitokinin pada tumbuhan tersenut. Hal ini didukung oleh
pernyataan muda Burhan (1997), yng
menyatakan bahwa penguguran daun merupakan fenomoena yang dialami oleh
setiap tumbuhaaun Peng guguran daun atau yang juga disebut dengan absisi
terjadi dalam rangka perubahan keadaan pada pangkal tangkai dan helaian daun.
Pengg uguran daun juga dilakukan dengan tujuan menyediakan tempat bagi daun – daun
baru yang akan tumbuh pada musim selanjutnya. Proses ini diseb abkan oleh
beberapa faktor diantarany faktor air, nutrisi, serta hormon pada tumbuhan. Gugurnya
daun tidak ha nya dialami oleh daun tua, namun juga daun – daun yang masih
muda.
Menurut Darmawan dan Bahar syah
(1983), hubungan pengguguran daun dengan kehidupan sel tum buhan. Penggugurnya
daun tentu akan sangat berpengaruh terhadap kehidupan sel tumbuhan, terutama
sel–sel yang berada disekitar zona absisi. Sebelum daun gugur, sel–sel disekitar
zona absisi mengalami penguraian pada
dindingnya, hal ini terjadi akibat aktifitas enzim–enzim seperti selulase dan
pektinase yang menghidrolisis bagian dinding sel.
Tabel 3. Pengukuran panjang akar
primer
Konsentrasi
|
Hari ke 1
|
Hari ke 2
|
Hari ke 3
|
Hari ke 4
|
Hari ke 5
|
Hari ke 6
|
Hari ke 7
|
Kontrol
|
Belum tumbuh
|
2 biji yang
tumbuh
|
8 biji yang
tumbuh
|
8 biji yang
tumbuh
|
9 biji yang
tumbuh
|
-
|
-
|
0,01
|
Belum tumbuh
|
2 biji yang
tumbuh
|
5 biji yang
tumbuh
|
6 biji yang
tumbuh
|
7 biji yang
tumbuh
|
-
|
-
|
0,1
|
Belum tumbuh
|
2 biji yang
tumbuh
|
5 biji yang
tumbuh
|
6 biji yang
tumbuh
|
7biji yang
tumbuh
|
7 biji yang tumbuh
|
7 biji yang tumbuh
|
1
|
Belum tumbuh
|
1 biji yang
tumbuh
|
7 biji yang
tumbuh
|
8 biji yang
tumbuh
|
9 biji yang
tumbuh
|
-
|
-
|
Berdasarkan
hasil pengamatan dapat diketahui bahwa hormon giberilin menentukan pertumbuhan
tanaman, dengan indikador panjang tanaman pada konsentrasi yang berbeda.
Giberilin dengan konsentrasi yang berbeda memberikan variasi hasil yang berbeda
juga. Dari tabel dapat dilihat bahwa pemberian giberelin dengan konsentrasi
yang tinggi antara 0,1 – 1M memberi
pertumbuhan yang baik untuk perkecambahan. Seba gaimana telah diketahui bahwa
horm on giberellin merupakan hormon yang yang berfungsi untuk pertambahan
panjang tanaman, yang terjadi pada bagian tanaman yang masih muda. Hal ini
didukung oleh pernyataan Dwijoseputro
(1985), yang menya takan bahwa produksi giberalin yang paling besar
berada pada akar dan daun muda. Meskipun demikian pangaruh giberelin hanya pada
batang dan daun. Pada batang giberelin bersama auksin merangsang pema njangan
dan pembelahan sel batang. Giberelin juga berpengaruh pada perkembangan buah.
Namun kinerja giberelin harus dibarengi dengan kontrol auksin. Salah satu
contoh pengaplikasian giberelin adalah pada buah anggur Thompson yang tumbuh
besar dan terpisah jauh antara buah yang lain. Perkecambahan biji juga
dipengaruhi oleh giberelin, karena setelah sebuah biji mengimbibisi
air,giberekin akan dibebaskan dan mengakhiri dormansi biji
Hormon
Giberelin atau asam giberelat (GA), merupakan hormon perangsang pertumbuhan
tanaman yang diperoleh dari Gibberella fujikuroi atau Fusarium moniliforme,
aplikasi untuk memicu munculnya bunga dan pembungaan yang serempak (missal nya
GA3 yang termasuk hormon perangsang pertumbuhan golongan gas) merek dagang
antara lain: Pro Gib. Giberalin alami banyak terdapat didalam umbi bawang
merah. Gibe relin ditemukan oleh F. Kurusawa. Giberelin disintesakan dari asam
mevalonat (MVA) di jaringan muda dipucuk danpada biji yang sedang berkembang.
Meskipun telah banyak ditemukan berbagai bentuk GA den gan berbagai variasi
aktivitas biologi nya, hanya 2-3 saja yang dapat dikata kan
komersial.Gibberillic acid (GA3) adalah salah satu contoh GA sintetik yang
telah banyak digunakan dalam kegiatan kultur jaringan. Penambahan GA kedalam
media kultur jaringan dijumpai banyak mengakibatkan munculnya akar atau tunas (Devlin, 1975)
KESIMPULAN
DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dapat
disimpulkan sebagai berikut : larutan 2,4 D memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan
akar tanaman. Sitokinin dengan konsentrasi yang berbeda-beda memberi pengaruh
terhadap warna daun. Dimana pada konsetrasi yang tinggi antara 0,1 – 1 M . Gibe
relin dengan konsentrasi yang berbe da - beda memberi pengaruh terhadap
perkecambahan bji. Dimana pada konsetrasi yang tinggi antara 0,1 – 1 M memberi pertumbuhan yang baik untuk
perkecambahan.
Saran
Diharapkan kepada praktikan untuk le bih
serius dalam menjalani prak tikum agar tujuan dari praktikum ini dapat
terlaksana dengan baik dan praktikan dapat mengetahui dan memahami pro sedur
kerja sehingga dapat membuat laporan dengan baik dan benar.
DAFTAR PUSTAKA
Bidwell, R. G. S. 1979. Plant Physiology Second
Edition. New York:
Mac Million Publishing.
Campbell dan Reece. 2000. Biologi Edisi Kelima Jilid 2. Jakarta:
Erlangga.
Campbell dan Reece. 2003. Biologi Edisi Kelima Jilid 2. Jakarta:
Erlangga.
Darmawan, J dan Baharsyah.1983. Dasar – Dasar Fisiologi Tanaman.
Suryandaru
Devlin, M. R. 1975. Plant Phisology. New York: Willard Grent Press
Dwijoseputro.
1985. Pengantar Fisiologi Tumbuhan.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Lakitan, B.
2004. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Netty, WS. 2008. Bahan
Ajar Fisiology Tumbuhan. Padang: Unand press
Nurdin, H.
1997. Buku Ajar Fisiologi Tumbuhan. Padang: Departement Pendidikan dan
Kebudayaan Universitas Andalas
Peter.1991. Fisiologi
Tumbuhan. Yog yakarta : Gadjah Mada University Press
Salisbury,
J.W. dan Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan
Jilid III. Bandung:
ITB. Utama Semarang.
Wattimena, G. A. 1988. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman.
Bogor: PAU IPB
Wilson,
C.L. dan L. E. Lowis. 1966. Botany.
New York: Rainhold and Winston..